JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Bagian Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dwi Achmad Noor. KPK menyita uang senilai US$1.200 (Rp17,8 juta, kurs Jumat, 22 Mei 2020) dan Rp27,5 juta (total Rp45,3 juta). Namun langkah KPK pada Rabu (20/5/2020) siang ini kurang mendapat apresiasi publik.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan upaya KPK tersebut hanya sekadar mencari sensasi dan menunjukkan KPK tidak profesional.

"Sangat tidak berkelas dan sangat memalukan karena KPK saat ini OTT hanya level kampus. Hanya uang THR (uang kecil-red) dan kemudian penanganan diserahkan kepada polisi dengan alasan tidak ada penyelenggara negara," kata dia, saat dihubungi Gresnews.com, Jumat (22/5/2020). 

Menurutnya, sejak komisi antirasuah itu berdiri pada 2002, kegiatan OTT tersebut bukan yang pertama kalinya. Namun, dia menilai, pihak KPK tidak merencanakan dan mendalami informasi secara baik. "Sehingga hasilnya hanya seperti itu," kata dia. 

Dia mengungkapkan upaya pelimpahan perkara dari KPK ke Polri juga tidak berdasar. Dia mempertanyakan alasan KPK menyatakan sejumlah orang yang diamankan bukan penyelenggara negara. 

Deputi Penindakan KPK Karyoto menjelaskan kegiatan berawal dengan adanya bantuan dan informasi dari pihak Itjen Kemendikbud kepada KPK, perihal dugaan akan adanya penyerahan sejumlah uang yang diduga dari pihak Rektor UNJ kepada pejabat di Kemendikbud.

"Selanjutnya tim KPK bersama dengan tim Itjen Kemendikbud menindaklanjuti informasi tersebut," katanya dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Jumat (22/5/2020).

Kasus ini bermula saat Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Komarudin meminta sejumlah dekan fakultas dan lembaga penelitian di lingkungan UNJ mengumpulkan uang masing-masing Rp5 juta melalui Dwi.

Uang itu rencananya diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemdikbud dan sejumlah staf SDM di Kemendikbud sebagai uang THR.

Pada Selasa (19/5/2020), terkumpul uang sebesar Rp55 juta dari delapan fakultas, dua lembaga penelitian dan pascasarjana. Keesokan harinya, atau sehari sebelum ditangkap, Dwi sempat menyerahkan uang `THR` sejumlah Rp5 juta kepada Kepala Biro SDM Kemendikbud, Rp2,5 juta kepada Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud, serta Parjono dan Tuti selaku staf SDM Kemendikbud masing-masing sebesar Rp1 juta.

Karyoto menyebut ada tujuh orang diperiksa KPK yang diduga terkait dengan perkara ini, salah satunya Rektor UNJ, Komarudin.

Karyoto menyebut dari hasil pemeriksaan itu belum ditemukan unsur pelaku penyelenggara negara, sehingga selanjutnya dengan mengingat kewenangan, tugas pokok dan fungsi KPK maka KPK melalui unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan menyerahkan kasus tersebut kepada Kepolisian RI untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum.

"Kalau begitu pendapat KPK, maka OTT tidak sah dan penangkapan adalah pelanggaran HAM. Dengan melimpahkan begitu saja ke Polri itu namanya lempar masalah ke aparat penegak hukum lain," ujar Boyamin.

Dia menambahkan alasan pelimpahan kepada polisi bahwa tidak ada penyelenggara negara juga sangat janggal karena apa pun juga, rektor adalah jabatan tinggi di Kemendikbud.

"Mestinya KPK tetap lanjut tangani sendiri karena kelanjutan OTT yang dilakukan. Kalau KPK bilang tidak ada penyelenggara negara, terus bagaimana polisi memproses, apa dengan pasal pemungutan liar. Ini yang akan menyulitkan polisi menerima limpahan dari KPK," tambahnya.

Sementara itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berjanji memberikan sanksi jika ada pihak-pihak di bawah kementeriannya yang terbukti terlibat dalam dugaan suap untuk tunjangan hari raya (THR).

"Kami akan terapkan sanksi terhadap pihak-pihak di bawah kementerian yang terbukti terlibat dan melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan integritas sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Nadiem, sebagaimana dikutip dari siaran pers Kemendikbud, Jumat (22/5/2020).

Ia menegaskan pihaknya akan terus meningkatkan pengawasan untuk memastikan setiap aktivitas di lingkungannya berjalan sesuai tata kelola pemerintahan yang baik.

"Terkait OTT tersebut tidak ada penyelenggara negara yang terlibat sejauh ini. Kami terus berkoordinasi dengan penegak hukum untuk mendalami persoalan ini," tuturnya.

Sementara itu, Inspektur Jenderal Kemendikbud Muchlis Rantoni Luddin mengungkapkan, OTT diawali adanya laporan masyarakat kepada KPK dan Itjen tentang dugaan percobaan penyerahan sejumlah uang dari pihak UNJ kepada pejabat di Kemendikbud.

Atas dasar informasi itu dan setelah dilakukan verifikasi validitas laporan tersebut, KPK bersama Itjen Kemendikbud pada Rabu, 20 Mei 2020, melakukan tangkap tangan di kantor Kemendikbud, Jakarta. (G-2)

BACA JUGA: