JAKARTA - Tingkat pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) selama periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo masih tinggi. Hal itu terjadi seiring dengan semakin terbukanya ekspresi konservatisme dan narasi intoleransi.

Sekretaris Jenderal Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Siti Musdah Mulia mengatakan kondisi dan proyeksi kebebasan beragama dan berkeyakinan masih jauh dari harapan. "Belum sesuai dengan konstitusi. Belum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila," katanya kepada Gresnews.com usai sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (7/1).

Menurutnya, agar kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan semakin baik perlu dilakukan upaya-upaya bersama masyarakat dan negara untuk menjalankan edukasi. Musdah Mulia mengatakan edukasi yang dimaksudkan adalah membangun literasi beragama.

"Menurut saya, ya di sana baik, di sini memburuk. Tapi secara overall nggak ada perubahan," katanya.

Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana berpendapat kekerasan yang berhubungan dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan pada zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lebih banyak dibandingkan dengan masa Presiden Jokowi. Ia menjelaskan masalah yang paling fundamental dari persoalan itu sebenarnya adalah regulasi.

"Jadi regulasi, khususnya terhadap Peraturan Menteri itu. Mulai dari Undang-Undang PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama adalah untuk Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama," ujarnya kepada Gresnews.com.

Yendra menambahkan regulasi lainnya adalah adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Ahmadiyah. Kendati isi SKB tersebut bukanlah pelarangan Ahmadiyah tetapi banyak diterjemahkan oleh pemerintah daerah sebagai pelarangan. Jadi ada interpretasi terhadap isi dari SKB 3 Menteri dan kemudian karena tidak ada sosialisasi maka masyarakat itu beropini bahwa SKB 3 Menteri itu adalah pelarangan.

Berdasarkan catatan Setara Institue, selama rentang waktu November 2014 hingga Oktober 2019, telah terjadi 846 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, dengan 1.060 tindakan. Direktur Riset Setara Institute Halili menjelaskan angka tindakan pelanggaran KKB selalu lebih banyak dibandingkan dengan angka peristiwanya. Sebab, dalam sebuah peristiwa pelanggaran, dimungkinkan terjadi lebih dari satu tindakan pelanggaran.

"Sepanjang periode pertama pemerintahan Jokowi, rata-rata 14 peristiwa dengan sekitar 18 tindakan pelanggaran KBB setiap bulan," ujarnya saat diskusi bertajuk Kondisi dan Proyeksi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia, Selasa (7/1). (G-2)

BACA JUGA: