JAKARTA - Peristiwa penusukan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopohukam) Wiranto di Pandeglang, Banten, kemarin, mengejutkan publik dan seperti menampar negara. Terlebih lagi peristiwa itu terjadi menjelang pelantikan Presiden Joko Widodo, sehingga menimbulkan spekulasi dan prasangka.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat peristiwa ini merupakan tamparan keras bagi negara, terlebih yang menjadi korban adalah pejabat negara yang mengurusi keamanan. "Perlu ada peningkatan keamanan bagi pejabat negara tanpa mengurangi kedekatannya dengan masyarakat," kata Hendri kepada Gresnews.com. Jumat (11/10).

Tentu saja ini sangat mengganggu dan dapat dibaca sebagai adanya ancaman terhadap stabilitas politik dan keamanan. Terlebih penyerangan itu dilakukan menjelang pelantikan presiden-wakil presiden pada 20 Oktober 2019.

Hendri berpendapat ada beberapa hal yang mesti diperbaiki. Pertama, seluruh elemen bangsa harus bersatu menjaga Indonesia dari segala hal yang berpotensi mengganggu keamanan. Kedua, aparat keamanan juga kembali fokus menjalankan tugasnya dan menghindar dari ingar-bingar politik praktis.

Menurut Hendri, untuk menghindari adanya prasangka bahwa kasus ini adalah rekayasa atau drama maka sebaiknya saat persidangan dibuat terbuka. Jadi masyarakat bisa memahami motif yang dilakukan pelaku termasuk juga tuduhan-tuduhan lainnya. 

Wiranto ditusuk dengan pisau saat hendak kembali ke Jakarta setelah berkunjung ke Pondok Pesantren Mathla`ul Anwar, Labuan, Banten. Wiranto diserang Syahril Alamsyah alias Abu Rara, yang diduga seorang anggota kelompok jaringan terorisme Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi. Wiranto pun terkena luka di bagian perut dan kini dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Jakarta Pusat. (G-2)

BACA JUGA: