JAKARTA - Jaringan Mahasiswa Anti Rasuah Sulawesi Tenggara Jakarta (JMARS Jakarta), meminta Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) untuk membentuk tim guna menyelidiki indikasi pemalsuan tanda tangan Gubernur Sultra, Ali Mazi.

"Kami meminta kepada Tito Karnavian selaku Kapolri dan La Ode Ida untuk segera membentuk Tim pencari fakta tentang dugaan pemalsuan tanda tangan Gubernur Sultra," ujar aktivis JMARS Jakarta Akril Abdillah dalam keterangannya pada Gresnews.com, Jumat (23/08). 

Menurutnya, kegiatan memalsukan tanda tangan adalah kejahatan dan telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:
 
Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

"Pidana maksimal yang dapat dijatuhkan pada pemalsu tanda tangan suatu surat adalah enam tahun penjara, jadi kami harap jangan bermain-main dengan memalsukan tanda tangan," ucapnya.

Pemalsuan ini berawal dari surat bernomor B21/4179, tertanggal 6 September 2018, di dalamnya berisi daftar usulan pengisian rotasi jabatan pimpinan tinggi pratama lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra.

Surat itu tampak ditandatangani langsung oleh Gubernur, Ali Mazi. Dalam surat itu, memuat lima nama pejabat eselon II yang bakal diusulkan untuk mengisi jabatan tertentu. Namun gubernur mengaku tak pernah menandatangani surat tersebut. (G-2)

BACA JUGA: