Gubernur Romawi Lucius Calpurnius Piso Caesoninus mungkin akan tersenyum mendengar vonis Pengadilan Negeri Cibinong yang membebaskan saksi ahli dari Institut Pertanian Bogor, Basuki Wasis, dari gugatan terpidana korupsi Nur Alam. Piso adalah orang yang mempopulerkan ungkapan fiat justitia ruat caelum, yakni sebuah ungkapan yang artinya hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh.

Putusan majelis hakim yang menegaskan adanya jaminan perlindungan bagi setiap ahli yang memberikan keterangan di persidangan, baik perdata maupun pidana, tentu melegakan. Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Cibinong yang terdiri dari Chandra Gautama (Ketua), Andri Falahandika dan Ali Askandar (Anggota) memberikan putusan sela, menerima eksepsi kuasa hukum tergugat dan menyatakan gugatan Nur Alam tidak dapat diterima.

Setelah melalui proses persidangan sejak 17 April 2018, Basuki Wasis, yang diwakili oleh kuasa hukum, mengupayakan segala langkah dari mengajukan eksepsi, meminta perlindungan LPSK, meminta amicus brief dari Komnas HAM, amicus dari banyak lembaga akademisi, serta masuknya KPK sebagai Penggugat Intervensi (Tussenkomft). Basuki Wasis, dosen di IPB ini, digugat terpidana korupsi Nur Alam karena kesaksiannya di sidang yang dianggap menyudutkan mantan Gubernur Sultra itu.

Pertimbangan hakim PN Cibinong menarik disimak, terutama mengenai eksepsi kompetensi absolut, menyebutkan bahwa kuasa hukum tergugat berupaya men-challenge hakim perdata di PN Cibinong untuk menggunakan ketentuan seperti lepas (Onslaaght) dalam hukum pidana. Hal ini merupakan hal baru, bisa menjadi penemuan hukum bagi pelaksanaan hukum di masa mendatang.

Majelis hakim, berusaha menggali secara filosofi secara lebih mendalam, dan secara ex officio mempertimbangkan bahwa yang menjadi pokok masalah adalah masalah penghitungan kerugian yang dilakukan oleh tergugat dalam perkara pidana korupsi. Sehingga keterangan tertulis dan keterangan Basuki Wasis di persidangan adalah bagian dari rezim persidangan pidana di mana hakim tidak terikat oleh keterangan tersebut. Kuasa hukum penggugat juga dalam persidangan pidana diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membantah serta mengajukan ahli yang berbeda.

Kemudian, majelis hakim juga menyampaikan bahwa keterangan ahli tidak akan berimplikasi apa pun jika hakim tidak menggunakannya. Jika pun hakim menggunakan maka itu menjadi tanggung jawab hakim. Maka jika menggugat putusan hakim, maka selayaknya ini gugatannya adalah bagian dari banding dan kasasi dalam perkara pidana. Menurut majelis hakim, jika ada keberatan terhadap Ahli, maka caranya adalah keberatan di persidangan dan mengajukan ahli lain.

Kasus ini membetot publik setelah Nur Alam yang merupakan terpidana kasus pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) justru menggugat Basuki Wasis. Keterangan Basuki dalam persidangan tersebut yang mendasari Nur Alam mengajukan gugatan perdata di PN Cibinong.

Nur Alam meminta hakim untuk memerintahkan Basuki mencabut hasil Laporan Perhitungan Kerugian Akibat Kerusakan Tanah dan Lingkungan Akibat Pertambangan PT AHB Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana Provinsi Sultra. Lewat kuasa hukumnya, Nur Alam menggugat akademisi Institut Pertanian Bogor tersebut dengan menggunakan pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dalam surat gugatannya, Nur Alam menuntut Basuki Wasis untuk mengganti kerugian materiil yang ia alami sebesar Rp1,7 miliar dan kerugian immateril sebesar Rp3 triliun.

Nur Alam sendiri dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara karena terbukti memperkaya korporasi PT AHB senilai Rp 1,5 triliun dari pemberian izin tersebut. Pada tingkat banding, hukuman terhadap Nur Alam diperberat menjadi 15 tahun penjara, dan dikembalikan kembali menjadi 12 tahun penjara di tingkat Mahkamah Agung.

Selain Basuki Wasis, gugatan kepada saksi ahli juga pernah dilayangkan ahli IPB lainnya yakni Bambang Hero Saharjo dilakukan PT Jatim Jaya Perkasa, bagian dari raksasa sawit Wilmar Grup. Kendati akhirnya Jatim Jaya Perkasa mencabut gugatannya pada Bambang Hero.

Padahal perlindungan bagi mereka yang aktif bergerak dalam lingkup lingkungan hidup dan kehutanan, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada Pasal 66, disebutkan bahwa "setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata".

Sayangnya, penerapan pasal tersebut masih jauh panggang dari api. Diolah para mafia hukum bukan tak mungkin terjadi kasus yang menimpa para saksi ahli lingkungan dan tetap diproses yang tentu saja membebani orang tersebut, baik secara fisik maupun mental. Padahal saksi ahli merupakan pihak yang membantu jalannya persidangan, maka aneh jika kemudian saksi diseret juga ke meja hijau. Maka sikap hakim patut mendapat apresiasi dan kejadian serupa tidak boleh lagi terjadi di masa depan. Semoga semboyan Fiat Justitia Ruat Caelum masih menjadi pegangan penegak hukum kita.

 

BACA JUGA: