JAKARTA, GRESNEWS.COM - Para negosiator dari Global Landscape Forum, pada 16-17 November mendatang akan melaksanakan sebuah diskusi penting untuk mencapai kesepakatan internasional menyangkut cara-cara menghadapi masalah perubahan iklim. Forum ini berupaya menawarkan jalan keluar dalam pembicaraan negosiasi perubahan iklim yang selama ini menekankan pada pentingnya menjaga hutan demi mencegah terjadinya emisi karbon. Forum tersebut berjalan paralel dengan Konferensi Para Pihak United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) ke-19 yang juga akan dilangsungkan di Warsawa, Polandia, pertengahan November ini.

Para ahli yang tergabung dalam forum ini (dari Indonesia misalnya adalah Prof. Dr. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan-UKP4), menawarkan pendekatan "landscape" untuk memecahkan masalah utama yang dihadapi manusia saat ini: "Bagaimana kita bisa memproduksi cukup pangan bagi sembilan miliar manusia di tahun 2050 tanpa merusak hutan-hutan di bumi dan mempercepat terjadinya perubahan iklim?"

Tony La Vina, pakar kehutanan dan negosiator iklim PBB untuk Filipina, mengatakan, memperlakukan pohon-pohon hanya sebagai sumber (penyerap) karbon bukanlah jawaban.

"Jika hutan dilihat semata sebagai penyerap karbon, hal ini mungkin sangat baik untuk perubahan iklim, tetapi sebenarnya buruk untuk komunitas, hutan dan kekayaan hayati," ujarnya dalam sebuah pernyataan tertulis yang diterima redaksi Gresnews.com, Jumat (01/11). Kita, kata Tony, perlu pendekatan yang lebih menyeluruh yang melibatkan peran dan interaksi dari komponen-komponen berbeda dari keseluruhan lahan termasuk hutan dan pertanian.

Hutan dan tanaman disadari merupakan bagian penting dari ekosistem yang sehat yang menjadi gantungan bagi produksi pertanian. Hutan menyuplai kira-kira 75 persen sumber air secara global. Tetapi di sisi lain hutan menghadapi tantangan perubahan trend demografi. proyeksi jumlah penduduk dunia yang mencapai 9 miliar di tahun 2050 akan meningkatkan lagi angka deforestasi yang sudah cukup tinggi di wilayah-wilayah tropis, menegaskan ancaman pada kesehatan dan mempercepat laju terjadinya perubahan iklim. Aktivitas penggunaan lahan selama ini menyumbang sepertiga dari emisi gas rumah kaca.

Anette Engelund Friis, pakar iklim dari World Farmers Organization, mengatakan, pertanian semata, telah menyumbang kira-kira 10-15 persen emisi gas rumah kaca.

"Pertanian punya potensi untuk mitigasi (upaya mencegah perubahan iklim-Red), tetapi hal itu selalu menjadi isu politis. Itu sebabnya workshop di Warsawa sangat penting untuk memberi ruang para negosiator untuk mendiskusikan kompleksitas pertanian," ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi Gresnews.com.

Ia menegaskan, sudah saatnya kini untuk meletakkan masalah pertanian dalam arus pusat pembicaraan iklim PBB. Ia menambahkan, dunia perlu untuk mengambil pendekatan terpadu pada pertanian. "Sangat jelas bahwa adaptasi dan membangun daya tahan sangat penting bagi sektor pertanian dan untuk ketahanan pangan," kata Friis.

Lebih dari 350 orang negosiator iklim PBB diharapkan akan menghadiri Global Landscapes Forum, yang juga akan melibatkan 1000 lebih orang dari berbagai bidang seperti kehutanan, pertanian dan berbagai sektor berbasis lahan lainnya untuk bertukar pikiran.

(GN-03)

BACA JUGA: