DOHA - Rachmat Witoelar, ketua Delegasi Republik Indonesia dalam pidato di sesi High Level Segment (HLS) COP 18/CMP 8 UNFCCC mengingatkan Konvensi UNFCCC dan Kyoto Protokol telah membuat banyak kemajuan negosiasi, baik  di Cancun maupun Durban, yang termasuk di dalamnya adalah pembentukan Bali Action Plan.

"Banyak hal yang masih belum terselesaikan untuk mencapai kesetaraan dan ambisi global dalam upaya  mitigasi perubahan iklim untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim, utamanya penyediaan dana, teknologi dan peningkatan kapasitas untuk jangka menengah dan panjang, setelah pasca 2012," ujar Rachmat Witoelar.

Indonesia berpendapat prinsip tanggung jawab bersama dengan kewajiban yang berbeda (common but differentiated responsibilities) dan kemampuan masing-masing negara (respective capabilities) harus dikedepankan.

"Negara maju harus menunjukan kepemimpinannya di dalam menurunkan target emisi. Secara bersamaan Negara berkembang (meskipun tidak ada keharusan) telah melakukan beberapa upaya mitigasi di dalam negerinya," tegas Witoelar, Seperti dikutip setkab.go.id, Sabtu (8/12).

Ada tiga elemen yang Indonesia anggap penting agar dapat dicapai di Doha, yaitu diadopsinya keputusan komitmen penurunan emisi periode kedua dari Protokol Kyoto dan berakhirnya AWG-LCA agar diikuti dengan keberlanjutan implementasi kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai selama ini melalui subsidiaries bodies atau proses lainnya yang telah disepakati.

Perundingan pada jalur Adhoc Working Group on Durban platform (ADP) dapat melanjutkan proses negosiasi untuk tercapainya kesepakatan yang komprehensif, ambisius, dan berkekuatan hukum selambatnya pada 2015.

BACA JUGA: