Yasonna Tegaskan Revisi PP 99 Bukan Obral Remisi

JAKARTA, GRESNEWS.COM – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan wacana untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi bagi narapidana kejahatan luar biasa bukanlah untuk melakukan obral remisi. Ia menegaskan, beleid tersebut juga belum tentu direvisi karena masih dalam kajian.
Hanya saja, kata Yasonna, PP tersebut memang perlu perbaikan dari sisi sistem peradilan pidananya. "Tiap institusi punya kamar-kamar sendiri. Polisi menyidik, jaksa menuntut, dan hakim memutuskan. KPK juga menyidik dan bisa juga menuntut. Tapi KPK tidak berkewenangan menolak atau menerima remisi," ujar Yasonna disela-sela acara laporan tahunan Mahkamah Agung di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (17/3) kemarin.
Yasonna menegaskan, adanya wacana revisi pengetatan remisi bukan berarti melunakkan persyaratan remisi. Ia mecontohkan napi yang melakukan kejahatan luar biasa bisa mendapatkan tambahan pengetatan remisi dengan catatan ada tim resmi yang menilai apakah seseorang layak mendapatkan remisi atau tidak.
Menurut Yasonna perlu ada tim penentu pemberian remisi lantaran pemberian remisi yang diberikan sejumlah lembaga penegak hukum bersifat diskriminatif. Misalnya kejaksaan pernah menolak remisi tapi KPK menyetujui pemberian remisi. "Padahal pemberian remisi bukan merupakan kewenangan dua lembaga tersebut," ujarnya.
Ia menjelaskan sesudah hakim mengeluarkan putusan, kewenangan remisi sebenarnya menjadi lingkup kementerian hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Tapi melalui wacana revisi ini, menurutnya perlu disepakati prosedur soal pintu mana yang berhak memberikan remisi. "Sehingga pemberian remisi tidak bergantung pada lembaga lain," tegasnya.
Yasonna menjelaskan kalau pemberi remisi murni mengandalkan pihak kemenkumham maka dikhawatirkan akan bias. Sehingga tim pemberi remisi bisa berasal tidak hanya dari kemenkumham. Misalnya tim tersebut bisa juga terdiri dari kemenkumham, akademisi hukum, dan unsur penegak hukum lainnya.
Selain itu, sistem pemberian remisi juga harus disepakati. Ia mencontohkan untuk kejahatan luar biasa remisi bisa diberikan setelah dua tahun masa tahanan atau dimungkinkan ada variabel lainnya khusus untuk kasus korupsi. "Tapi semua wacana itu hanya kemungkinan dan masih akan dikaji," ujarnya.
Terkait hal ini, Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto menuturkan Presiden Joko Widodo berpesan pada menkumham agar mengedepankan unsur keadilan masyarakat untuk pelaksanaan revisi aturan remisi. Hingga kini ia mengakui hal tersebut memang masih sebatas wacana dan belum dilaporkan dalam rapat kabinet.
"Sampai sekarang belum ada agendanya. Kalau sudah siap akan diagendakan," ujar Andi pada kesempatan terpisah di istana kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/3).
Sebelumnya, menkumham mewacanakan untuk merevisi PP 99/2012 tentang pengetatan remisi. Menurutnya napi harus diberikan hak sama dengan napi lainnya. Sebab jika tidak diberikan remisi menurutnya sama saja telah melakukan tindakan yang diskriminatif. Wacana ini pun menimbulkan polemik lantaran korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa yang merugikan publik luas sehingga koruptor tak berhak diberi remisi.
- Kontras: Ada Konspirasi Pemerintah dan DPR Lemahkan KPK Lewat Remisi Koruptor
- Tegur Yasonna Terkait Remisi Koruptor, Jokowi Tuai Dukungan
- Menkumham Disarankan Tetap Pertahankan PP 99 Soal Pengetatan Remisi
- Soal Remisi Untuk Koruptor DPR Malah Dukung Yasonna Laoly
- ICJR: Remisi Bagi Koruptor tak Sesuai Peraturan dan Keputusan Mahkamah Agung
- Koruptor Bukan Diberi Remisi Melainkan Harus Dihukum Mati
