JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto menyatakan niatnya untuk segera mengajukan langkah hukum luar biasa, Peninjauan Kembali (PK). Indar yang kini mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, menyebutkan niatnya itu dalam sepucuk surat yang dibacakan pada Seminar dengan tema "Kriminalisasi Korporasi Menghambat Pembangunan, Studi Kasus IM2" di Jakarta, akhir Februari lalu.

Dalam surat dengan judul "Gaung Optimisme Indar Atmanto dari Lapas Sukamiskin", Indar menyatakan, pengajuan PK-nya memiliki landasan kuat. Ada sejumlah fakta kejanggalan, diantaranya, hakim mengabaikan sejumlah fakta persidangan, terdapat perbedaan putusan yang saling bertentangan antara MA dengan putusan lembaga peradilan di bawahnya, termasuk putusan pengadilan TUN yang telah menganulir keputusan BPKP yang sebelumnya menyatakan, ada kerugian negara Rp 1,3 Triliun.

Hakim juga mengabaikan keterangan ahli, mengabaikan surat Menteri Komunikasi dan Informatika yang telah menyatakan tidak ada pelanggaran dalam kasus IM2. Kejanggalan lain, terjadi perubahan sejumlah fakta di dalam dakwaan dan tuntutan, yang diikuti pengubahan sejumlah keterangan saksi ahli dan terdapat kekeliruan menerapkan azas hukum.

"Saya juga dieksekusi Kejari Jakarta Selatan ke LP Sukamiskin Bandung sebelum menerima salinan putusan secara resmi pada 16 September 2014. Kan aneh, putusan kasasi bulan Juli 2014, tetapi saya baru terima salinan putusannya pada bulan Desember 2014," kata Indar dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Kamis (5/3).

Indar dalam kasus ini dijatuhi hukuman delapan tahun penjara, berikut denda sebesar Rp 300 juta, diikuti kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,358 triliun yang dibebankan pada PT IM2. Dia mengatakan, keadilan tanpa kekuatan adalah ketidakberdayaan dan kekuatan tanpa keadilan adalah kezaliman. Kebahagiaanku tumbuh di atas jutaan senyum masyarakat Indonesia.

"Insya Allah, keadilan di Bumi Pertiwi masih ada. PK yang kami ajukan nanti adalah tiket untuk mendapatkan kembali keadilan sekaligus membuka pintu periuk nasi 280 lebih anggota provider internet yang kini dalam kondisi ketar-ketir tak menentu," tegas Indar yang ditahan di Blok Barat Atas Nomor 15, Lapas Sukamiskin, Bandung.

Banyak pihak terkait dengan sektor telekomunikasi dan informatika ini yang mendukung upaya Indar itu. "Pemerintah ingin ada kepastian hukum dan kepastian berusaha dan pada dasarnya ingin tercipta ekosistem yang baik di sektor telekomunikasi, mengingat sektor telekomunikasi menjadi salah satu penyumbang besar PNBP. Jika tahun lalu, PNBP dari telekomunikasi mencapai RP 13 Triliun maka tahun 2015 ini ditargetkan mencapai Rp 14,6 triliun," ungkap Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informatika, Suprawoto.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), Franky Sibarani berpendapat senada dengan Suprawoto. "Penyelesaian kasus hukum ini penting bagi investor sebagai jaminan iklim kepastian berinvestasi di Indonesia," tandas Franky.

Sementara itu, pakar hukum ekonomi Erman Radjagukguk menegaskan, direksi, komisaris, pemegang saham, tidak bertanggungjawab pribadi bila keputusan mereka telah diambil melalui rapat dewan redaksi, rapat dewan komisaris atau rapat umum pemegang saham.

Tindakan tersebut, lanjut Erman, telah melalui prosedur yang ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas atau PT, tidak mempunyai pertentangan kepentingan dengan Indar dan Indar telah mengambil tindakan tersebut dengan hati-hati. "Maka mereka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi atas tindakan tersebut. Tindakan itu baru menjadi tindak pidana kalau mereka terbukti, antara lain, memberi atau menerima suap, memutarbalikkan pembukuan atau menghilangkan bukti-bukti," kata Erman.

Terkait eksekusi denda sebesar Rp1,3 Triliun, praktisi pemulihan aset dari Kejaksaan Agung Chuck Suryosumpeno berpendapat, semua perkara yang telah berkekuatan hukum tetap, memang pada dasarnya dapat dieksekusi eksekutor, dalam hal ini jaksa.

"Namun dalam kasus IM2 yang diduga mengandung unsur kriminalisasi, dapat saja ditunda hingga ada langkah-langkah nonhukum lainnya yang memang dianggap lebih adil dan bijaksana. Pada dasarnya eksekusi dapat mempertimbangkan berbagai aspek, terutama aspek keadilan, kemanusiaan dan kepentingan yang lebih besar," kata Chuck.

BACA JUGA: