JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hubungan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD DKI Jakarta memanas lantaran temuan dana siluman sebesar Rp12 triliun di APBD DKI Jakarta Tahun 2015. Ahok telah melaporkan temuan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit temuan dana siluman sebesar Rp12,1 trilun itu.

Pangkal persoalan konflik ini bersumber dari penilaian kalangan Dewan yang menyebut Gubernur menyalahi prosedur pengiriman Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta Tahun 2015 yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna pada 27 Januari lalu ke Menteri Dalam Negeri (Kemendagri). APBD 2015 sebesar Rp78,03 triliun itu langsung dikirim Pemprov DKI Jakarta tanpa dibahas kembali bersama DPRD. Akibatnya ada perbedaan antara APBD yang disahkan dalam rapat paripurna dengan APBD yang dikirimkan ke Kemendagri.

Perbedaan data APBD yang diserahkan DPR dengan Gubernur DKI Jakarta itulah salah satu faktor yang membuat keduanya berseteru dan berujung dengan hak angket yang diajukan para anggota dewan. Sementara menurut Ahok, dia menghapus "dana-dana siluman" di APBD 2015 yang dianggapnya tidak masuk akal sebelum dikirim ke Kemendagri.

Menurut ahok ada dana untuk membeli UPS seharga Rp6 miliar untuk setiap sekolah dan kelurahan. Selain itu, ia juga menyebut ada Rp12 triliun dana yang menurutnya dana siluman Di APBD 2015.

"Dari pengakuan Ahok, meski ada yang dihapus, APBD yang diserahkan ke Kemendagri adalah hasil dari pembahasan dengan DPRD. Ahok punya bukti karena sekarang dia menggunakan E-Budgeting," kata Pemerhati Kebijakan Publik, Teddy Gusnaidi kepada Gresnews.com, Senin (2/3).

Ahok lanjut Teddy, tidak mau lagi kecolongan seperti tahun-tahun kemarin, ada dana siluman yang disisipkan di luar dari hasil pembahasan dan di APBD 2015 ini terjadi lagi. "Ada oknum Anggota Legislatif yang menyisipkan dana sebesar 12 triliun. Setelah paripurna para oknum sisipkan dana siluman dan hasilnya di print out," jelasnya.

Selanjutnya Ahok mempublikasikan temuannya, untuk menunjukkan bahwa dana siluman yang disisipkan di luar pembahasan sangat besar hingga mencapai Rp12 triliun. "Tapi DPRD ngotot untuk mengadakan Hak Angket terkait RAPBD 2015 yang menurut mereka tidak sesuai dengan hasil yang sudah disepakati bersama," tegas Teddy.

Persoalan mana yang benar, apakah DPRD atau Ahok itu nanti dibuktikan, karena Ahok juga ternyata mempunyai bukti melalui E-Budgeting.
Terkait Hak Angket yang sudah disetujui 100 persen oleh DPRD DKI, menurut Teddy merupakan hak DPRD. "Tetapi terkait kasus yang mereka tuduhkan ke Ahok, maka dapat dipastikan Hak Angket itu ilegal," tegasnya.

Kenapa?  Karena berdasarkan Pasal 82 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Hak Angket itu hanya bisa dilakukan pada Ahok jika dia diduga menggunakan dokumen atau keterangan palsu sebagai syarat pencalonan kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen. Jika itu yang terjadi, maka DPRD menggunakan hak angket untuk melakukan penyelidikan.

Kedua, aturannya ada di Pasal 85 Ayat (1). Pasal itu menyatakan: "Jika Kepala Daerah menghadapi krisis kepercayaan publik yang meluas karena diduga karena melakukan tindak pidana yang terkait dengan tugas, kewenangan, dan kewajibannya, maka DPRD dapat menggunakan hak angket untuk menaggapinya".

Ketiga sesuai Pasal 106 Ayat (3) yang berbunyi: "Jika ada kebijakan pemerintah daerah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka DPRD provinsi untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan".

Kebijakan pemerintah daerah itu, kata Teddy, adalah program pemerintah daerah yang diduga oleh DPRD bertentangan dengan UU. "Kalau yang menyerahkan APBD 2014 ke Kemendagri itu bukan kebijakan. Jadi jelas sudah bahwa Hak Angket yang sekarang dilakukan oleh DPRD Provinsi DKI adalah perbuatan ilegal, karena UU tidak mengatur hal yang dijadikan angket oleh DPRD terhadap Ahok," jelasnya.

Seperti diketahui setelah melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ahok juga menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit temuan dana siluman sebesar Rp12,1 trilun dalam draft APBD 2015. "Kita serahkan kepada pihak berwajib. Biarkan BPKP melakukan investigasi berapa kerugian keuangan negara," kata Ahok kepada wartawan saat mengunjungi Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta Timur, Minggu (1/3).

Menurut Ahok, KPK juga sudah membaca indikasi adanya penyimpangan karena tender diatur mirip. Dimana, tendernya senilai Rp6 miliar namun dalam pagu anggarannya berkisar antara Rp5,8-5,9 miliar. "Saya minta BPKP untuk investigasi ke sana. Saya perkirakan ini yang masuk satu orang yang sama, cuma ganti-ganti CV," kata Ahok.

Dia menunggu proses e-budgeting selesai. Sehingga jika ada pihak-pihak yang memaksa memasukkan anggaran di APBD, akan ketahuan. Sebab e-budgeting menggunakan password. Draft yang dikeluarkan versi APBD Pemprov DKI Jakarta, tak ada satupun yang diketik. "Mereka memaksa memasukkan anggaran kan sampai ada Rp12 trilun," ujarnya.

Sementara Wakil Ketua Hak Angket DPRD DKI Jakarta,  Inggard Joshua mendukung langkah yang diambil Ahok. Dia menilai, dengan demikian, akan terungkap siapa yang berbuat dan siapa yang harus bertanggung jawab.

"Jangan semua disama ratakan bahwa anggota dewan tidak beres semua. Sistem e-budgeting bagus dan kami mendukungnya namun mekanismenya harus sesuai dengan prosedur," kata Inggard kepada Gresnews.com, Senin (2/3).

Pengaduan Ahok kepada KPK dan BPKP, kata dia, akan membuka tabir siapa yang salah dalam dana siluman Rp12 triliun itu. "DPRD atau SKPD," tegasnya.

Namun menurut politis Partai Nasional Demokrat, ini semestinya bila ada anggaran yang dinilai tidak tepat sasaran, atau tidak sesuai sebaiknya dikembalikan ke dewan dan dibahas bersama-sama.

"Sehingga tidak mengganggu mekanisme kerja dewan. Sesuai prosedur, semua yang dikirim ke Kemendagri harus diklarifikasi dan disetujui pimpinan dan anggota dewan," ujarnya.

BACA JUGA: