JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah mati. Meskipun, saat ini lembaga pimpinan Abraham Samad itu sedang mengalami upaya pelemahan sistematis dan masif mulai dari penetapan tersangka para pimpinannya hingga teror yang didera para pegawai strukturalnya.

KPK kembali menjerat seorang penyelenggara negara yang diduga terjerat kasus korupsi. Kali ini, pejabat yang berpotensi besar menjadi pesakitan itu adalah Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Jamaluddien Malik.

"Dalam pengembangan penyelidikan, KPK menemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan JM (Jamaluddien Malik-red) selaku Dirjen P2KT Kemenakertrans sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Kamis (12/2) malam.

Jamaluddien, kata Priharsa terbukti melanggar Pasal 12 huruf e dan f atau dan pasal 23 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 421 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

"Modusnya pemerasan, JM ini diduga dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, menerima bayaran, terkait kegiatan di tahun anggaran 2013-2014, dan dana tugas pembantuan tahun anggaran 2014," tandasnya.

Pasal ini memang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima potongan terhadap sesuatu hal.

Priharsa juga menerangkan, setelah kasus ini naik tahapan dari penyelidikan ke penyidikan, KPK menggeledah tiga lokasi untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti. Pertama sasaran lokasinya yaitu di Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Jalan Taman Makam Pahlawan, Kalibata,  Jakarta Selatan.

Kemudian lokasi kedua di rumah tersangka JM di kawasan Cinere, Jakarta Selatan dan lokasi ketiga yaitu rumah mantan Direktur Perencanaan Teknis Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kemenakertrans Arsyad Nurdin di kawasan Jatibening, Pondok Gede, Jakarta Timur. Tapi sayang Priharsa tidak menjelaskan alasan penyidik menggeledak rumah Arsyad Nurdin, apakah Arsyad turut terlibat ataupun malah menjadi orang yang diperas.

"Penggeledahannya dilakukan sejak kemarin dan baru selesai pukul 02.00 dini hari tadi. Hasilnya penyidik menyita sejumlah dokumen dan satu treadmil (alat olahraga) karena diduga hasil pemerasan," imbuhnya.

Alasan mengapa yang digeledah Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi karena saat ini Direktorat yang dipimpinnya masuk dalam Kementerian itu. Kasus ini sendiri terjadi ketika Jamaluddien masih berada dibawah Kemenakertrans yang saat itu dipimpin Muhaimin Iskandar.

Keterlibatan Jamaluddien sendiri memang sudah terendus sebelumnya. Ia diduga mengarahkan mantan Sekertaris Ditjen P2KT Kemenakertrans I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan dalam kasus suap program percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi.

Kasus ini pun menyeret nama mantan Menakertrans Muhaimin Iskandar. Karena, suap yang diberikan Dharnawati selaku Direksi PT Alam Jaya Papua sebesar Rp1,5 miliar kepada M Fauzi Fauzi disebut-sebut untuk keperluan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Hal itu terungkap dalam surat tuntutan Nyoman yang dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Muhibuddin, Irene Puteri, dan Jaya Sitompul dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

"Jamaluddien mengarahkan agar mengambil dan menyerahkannya ke M Fauzi. Jamaluddin menghubungi Fauzi agar koordinasi dengan Dadong," kata jaksa Irene, Jumat 16 Maret 2012 lalu.

Pada 23 Agustus 2011, kata jaksa Irene, Dadong atas sepengetahuan Nyoman, menelepon Dharnawati, menyampaikan adanya kebutuhan dana Rp 1,5 miliar untuk Muhaimin. Dadong meminta Dharnawati menarik tunai uang sejumlah itu dari buku tabungan BNI berisi saldo Rp 2 miliar yang sebelumnya diserahkan Dharnawati ke Dadong dan Nyoman.

Pencairan uang Rp 1,5 miliar itu pun dilaporkan Dadong dan Nyoman ke Jamaluddien. Kemudian Jamaluddien mengarahkan keduanya untuk menyerahkan uang ke M Fauzi, orang yang dianggap dekat dengan Muhaimin di Partai Kebangkitan Bangsa dan mantan tim asistensi Mennakertrans.

Pada 25 Agustus, Dharnawati membawa uang tersebut ke kantor Kemennakertrans, Jakarta. Karena Fauzi yang seharusnya menerima uang itu belum juga datang, Dadong melaporkannya ke Jamaluddien Malik dengan mendatangi ruangan Dirjen. Kemudian, kata jaksa Jaya, Dadong menghubungi Fauzi lalu menyerahkan ponselnya ke Jamaluddien. Kemudian Jamaluddien menyampaikan kepada Fauzi, "Tolong, apa yang perlu diselesaikan," ujarnya.

Jamaluddien sendiri telah bersaksi dalam persidangan Nyoman sebelumnya. Ia membantah soal penerimaan uang tersebut. Namun, bantahan Jamaluddien itu dianggap jaksa tidak masuk akal. Apalagi, jaksa mengantongi bukti rekaman pembicaraan antara Jamaluddien dengan Fauzi.

BACA JUGA: