JAKARTA,GRESNEWS.COM - Sikap Kementerian Hukum dan HAM yang tetap memberikan remisi Natal kepada sejumlah narapidana  kasus korupsi dinilai tidak konsisten. Sebab sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan tak memberikan remisi kepada koruptor.

Tak heran jika penggiat anti korupsi kecewa dengan kebijakan Menteri HUkum dan HAM tersebut. Menurut Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman remisi tidak semestinya diberikan berdasarkan PP 99. Apalagi Menteri telah menjanjikan tak akan memberikan remisi kepada napi koruptor.

Ke depan, kata dia, sudah semestinya hukuman pidana penjara terhadap koruptor minimal 20 tahun dan diberi putusan tambahan berupa dicabut hak memperoleh remisi serta pembebasan bersyarat.

"Sehinga akan betul-betul menimbulkan efek jera," kata Boyamin di Jakarta, Minggu (27/12).

Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter juga menganggap langkah tersebut menunjukkan pemerintah inkonsisten dan tidak punya komitmen memberantas korupsi. "Kami sangat menyesalkan kebijakan tersebut. Karena hal itu tidak dapat menjerakan para koruptor di kemudian hari," kata Lalola Easter.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Kemenkumham, sebanyak 49 narapidana kasus korupsi diberikan remisi hari raya Natal. Mereka terdiri dari 18 napi yang mengacu pada PP No 28 2006, 31 napi mengacu pada PP 99 Tahun 2012, dan dua di antaranya bebas.

Menurut dia, PP 99 tahun 2012 sebetulnya sudah tepat untuk menjerakan koruptor, lantaran syarat menerima remisi dan pembebasan bersyarat (PB) diperketat. Namun Menkumham sebelumnya, Amir Syamsuddin malah mengeluarkan surat edaran yang membuat tumpul penerapan PP tersebut.

"Surat edaran Menkumham  nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013. Kami sangat menyayangkan dua peraturan pemerintah yang berbeda dalam mengatur pemberian remisi itu," ujarnya.

Dia berharap, Menkumham  Yasonna Hamonangan Laoly, sebaiknya mencabut remisi natal atas 49 napi korupsi itu. Dalam jangka panjang Menteri harus mencabut surat edaran Menkumham tentang tata cara pelaksanaan PP99/2012.

Dalam hal ini, ICW menagih komitmen Menkumham, dan pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna mendukung upaya pemberantasan korupsi. Termasuk di antaranya tidak memberikan keistimewaan bagi koruptor. "Stop remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor," katanya.

Komisioner Komisi Nasional Hak Azazi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai menganggap, remisi merupakan hak para narapidana. Meski begitu, pemerintah kata dia, tak serta merta memberikan remisi tersebut tanpa pertimbangan mendasar.

"Pemerintah dapat menolak rimisi terhadap narapidana korupsi. Karena korupsi adalah sebuah tindakan yang dimusuhi semua orang. Karena itu penegakkan hukuman juga harus terukur, agar memberi kepuasan bagi masyarakat luas," kata Natalius.

Dia menilai, pemerintah masih belum dapat memberikan efek jera terhadap para koruptor. Itu terlihat dari ketidakkonsistenan penerapan hukuman yang dilakukan institusi terkait. "Bisa dilihat, ketidakkonsistenan dari berubah-ubahnya sikap pemerintah dalam pengambilan keputusan," ujarnya.

Menkumham  Yasonna sebelumnya menyatakan, tidak akan memberikan remisi hari raya Natal kepada terpidana kasus korupsi. Dia menyebut, dari 150 koruptor, tidak satu pun mendapatkan remisi.

Sejumlah koruptor mendapatkan remisi. Empat koruptor adalah penghuni Lapas Sukamiskin Bandung Jawa Barat. Mereka adalah Anggodo Widjojo mendapat remisi 1 bulan 15 hari, Begitu juga Haposan Hutagalung, Samadi Singarimbun dan Urip Tri Gunawan mendapat remisi selama dua bulan.

BACA JUGA: