JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki kasus dugaan penyelewengan dalam pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Dalam waktu dekat, KPK berencana akan memanggil mantan Direktur Utama Bank Dagang Negara Indonesia Sjamsul Nursalim.

Menyikapi hal ini, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenni Sucipto mengapresiasi langkah yang dilakukan KPK. Menurut Yenni, ini merupakan babak baru dalam penuntasan kasus yang merugikan negara ratusan triliun itu.

Yenni mengatakan, keterlibatan Sjamsul Nursalim memang cukup nyata dalam kasus tersebut. "Ini kan soal utang dia di BDNI yang menyebabkan kerugian negara. Menurut kami dia terlibat," kata Yenni kepada Gresnews.com, Kamis (25/12).

Ia menjelaskan, BDNI sendiri mempunyai utang sekitar Rp30 triliun. Namun anehnya, tiba-tiba saja SKL diberikan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kejanggalan selanjutnya, BPPN memberikan SKL itu sebelum ada Instruksi Presiden (Inpres) kala itu Megawati Soekarnoputri.

Tak hanya itu, Kepala BPPN Farid Harianto kembali menerbitkan SKL atas nama BDNI setelah Megawati Soekarnoputri menerbitkan Inpres. Jadi, Sjamsul Nursalim melalui BDNI menerima dua kali Surat Keterangan Lunas dari BPPN. Dilihat dari proses tersebut, kata Yenni, hal ini tentu saja sangat mengherankan.

"Ini kan jadi pertanyaan, makanya KPK juga harus periksa Farid Harianto untuk menyelidiki mengapa SKL bisa dua kali diberikan," tegasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menegaskan akan memanggil Sjamsul Nursalim jika keterangannya memang diperlukan. Tetapi menurut Bambang, hingga saat ini ia belum mendapatkan permohonan dari penyidik untuk memanggil bos PT Gajah Tunggal tersebut.

Mengenai beberapa penerima SKL yang hingga saat ini tidak diketahui keberadannya, Bambang mengatakan hal itu tidak jadi masalah bagi KPK. Sebab, komisi antirasuah ini sudah beberapa kali punya  pengalaman dalam mencari keberadaan seseorang yang tersangkut kasus di lembaganya.

"Saya mau kasih contoh, anggoro, anggodo ya? 2 tahun kita kerja untuk memulangkan dia, dan itu bisa kita lakukan. Kita kasih contoh kasus Nunun (Nurbaeti), Nunun kan susah dapatnya, tapi berhasil, jadi kalau upayanya serius, segala kemampuan dilakukan dan Allah menghendaki ya bisa," tegasnya.

Menurut pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) ini, KPK masih berkonsentrasi menyelidiki apakah ada unsur melawan hukum saat proses dikeluarkannya SKL. Ataukah memang SKL itu dikeluarkan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Namun ia enggan mengungkapkan sejauh mana proses penyelidikan ini karena dikhawatirkan mengganggu kinerja penyidik.

Untuk itu ia mengatakan masih diperlukan waktu untuk membongkar
kasus mega skandal tersebut. "Pasti hasilnya mudah2an kayak century. Semuanya bisa kebongkar, terpampang dengan bagus tapi memang perlu waktu," jelasnya.

BACA JUGA: