JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bupati Musi Rawas Utara (Muratara), Akisropi Ayub diperiksa Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Bareskrim Polri terkait kasus suap penerimaan CPNS Kabupaten Muratara, Sumatera Selatan. Polisi menyatakan Bupati Ayub terindikasi terlibat dalam suap penerimaan CPNS  yang nilainya mencapai Rp1,9 miliar.

Direktur Tipidkor Brigjen Ahmad Wiyagus membenarkan pemeriksaan terhadap Bupati Ayub oleh penyidik. Pemeriksaan itu sebagai tindaklanjut penggeledahan di kantor dan kediaman sang bupati. Penyidik mengakui menemukan sejumlah dokumen yang mengindikasikan keterlibatan Ayub.

Dari kantor Bupati Muratara, penyidik menyita dokumen SPPD tersangka Rifai untuk berangkat ke Jakarta dan Dokumen terkait seleksi PNS di Kabupaten Muratara, dokumen terkait usulan formasi PNS Kabupaten Muratara, dan dokumen bukti setoran uang sebesar Rp 200 juta dan Rp 50 juta. "Sedang diperiksa penyidik," kata Wiyagus di Bareskrim Mabes Polri, Selasa (28/10).

Kasus ini terungkap setelah Polda Bengkulu menangkap seorang PNS atas nama M Rifa´i, dan seorang yang diduga perantara suap berinisial HE untuk pergi ke Jakarta, di sebuah hotel di Bengkulu, Jumat (12/9) lalu. Selain mereka, terdapat dua personel polisi di hotel tersebut bersama keduanya, satu personel dari Polda Bengkulu dan personel lainnya dari Brimob Polda Metro Jaya.

Polisi mengamankan uang hampir Rp 2 miliar yang diduga dari para CPNS. Uang tersebut dibagi dalam pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. Uang rencananya hendak ´disetor´ ke Jakarta kepada seseorang.

Rifa´i diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 5 ayat 2, atau Pasal 11 dan Ps 5 ayat 1 huruf a atau Ps 13 Jo Ps 15 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 Jo Ps 55 ayat 1 ke 1 KUHP.


Sebelumnya  Akisropi Ayub sendiri dalam sebuah jumpa pers membantah keterlibatanya dalam kasus suap tersebut. Ia juga membantah bahwa uang yang dibawa Muhammad Rifai yang merupakan Kepala Bagian Hukum Pemkab Murata adalah uangnya. "Jadi saya mau klarifikasi berita yang tidak jelas. Pertama, mengenai SMS yang beredar bahwa, saudara Rifai membawa uang Rp 2 miliar dari rumah saya, kemudian tertangkap di Bengkulu. Itu tidak benar," ujarnya pada jumpa pers, (14/9) lalu

Ia juga menegaskan kasus tersebut bersifat individu dan pribadi Rifai. "Jangan sampai ada pembusukan karakter," katanya. Sebab menurutnya saat ini di Muatara, konstelasi politik sudah menghangat, maka saya tidak mau terlibat dengan itu.

Ia menyatakan keberangkatan Rifai ke Bengkulu dan tertangkap oleh Polda Bengkulu menurutnya, hal itu bukan dalam rangka dinas. meski ia mengakui mobil yang digunakan adalah mobil Pemkab Muratara. Sebab yang bersangkutan memegang mobil sebagai pejabat Kabag Hukum.

Terkait upaya polisi menggiatkan penanganan korupsi di daerah, Wiyagus menegaskan jika Dittipikor Mabes Polri akan terus konsisten memberantas korupsi-korupsi di daerah. Namun kerja pemberantasan korupsi tak bisa dilakukan oleh polisi sendiri. Karenanya, polisi akan terus meningkatkan kerja sama dengan penegak hukum lain, seperti Kejaksaan dan KPK.

Wiyagus juga berharap partisipasi masyarakat dan lembaga-lembaga penggiat anti korupsi untuk mendukung langkah Polri. Diakuinya jika pemberantasan korupsi banyak menghadapi tantangan. Khususnya kasus yang melibatkan anggotanya. Seperti kasus suap judi online di Polda Jawa Barat.

Akhir pekan lalu, Direktur Dittipikor Mabes Polri Wiyagus bersama Kasubdit V Diitipikor Kombes Joko Purwanto dan Kabag Operasional AKBP Arif Adiharsa bertandang ke Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW). Polri dan ICW membicarakan upaya pemberantasan korupsi khususnya di daerah.

Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho mengatakan, ICW mendukung langkah pemberantasan korupsi Polri khususnya kasus-kasus di daerah. Banyak kasus korupsi di daerah yang tidak bisa ditangani dengan baik.

Karenanya ICW memberikan sejumlah rekomendasi untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh Polri. Emerson menilai jika Polri dengan Sumber Daya Manusia yang tersebar hingga ke berbagai daerah memiliki potensi untuk menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi.

Usulan aksi untuk mendukung kerja pemberantasan korupsi di daerah oleh Polri di antaranya memperkuat profesionalitas, pengawasan dan pembinaan di internal Polri. Menerapkan mekanisme reward and punishment terhadap polda-polda dalam menangani korupsi di daerah.

Memfokuskan pemberantasan korupsi pada sektor pelayan publik, penerimaan dan pengeluaran negara,  aktor kelas kakap dan kerugian negara yang besar. Juga meningkatkan anggaran kerja, operasional dan tunjangan profesi yang proporsional untuk mendukung kinerja untuk penanganan perkara korupsi.

"Kita akan dorong polisi mengungkap kasus-kasus korupsi di daerah, jika tak bisa kita dorong kasusnya ditangani Dittipikor Mabes Polri," kata Emerson.

Menurut Emerson, ada harapan besar Polri dapat berperan lebih baik dalam pemberantasan korupsi khususnya di daerah. "Itulah tantangan yang harus dijawab Polri dengan bukti kerja bukan wacana," ujarnya.

 

BACA JUGA: