JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengungkapkan perjalanan karir politiknya mulai dari pengurus PB HMI hingga menjadi Ketua Umum di persidangan. Bahkan Anas juga membuka masa lalunya yang pernah ditolak menjadi tenaga pengajar di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya.

Pengakuan Anas ini diawali pertanyaan Ketua Tim Jaksa KPK Yudi Kristiana yang melihat kepribadian Anas dari tutur bicara, sosoknya yang tenang, hingga gesturnya yang terlihat sempurna. Sepertinya Jaksa Yudi penasaran apa rahasia suami Athiyah Laila ini bisa tampil seperti itu. Dan bagaimana ia bisa menjadi ketua umum dari partai penguasa kala itu besutan Presiden SBY.

"Riwayat organisasi, HMI, lalu Komisi Pemilihn Umum (KPU), lalu menyatakan berhenti, itu jelas capaian saudara bukan jatuh dari langit. Saya melihat organisatoris merencanakan jauh sebelumnya. Rencana sebagai ketum, itu gimana?" tanya Jaksa Yudi di Pengadilan Tipikor, Kamis (4/9) malam.

Lantas Anas menjelaskan riwayat perjalanan politiknya tersebut yang dimulai dari bangku kuliah. Menantu dari Atabik Alie ini mengklaim, dirinya adalah mahasiswa yang sungguh-sungguh sehingga menjadi lulusan terbaik Unair dengan nilai cumlaude.

Karena menjadi lulusan terbaik, ia pun merasa pantas menjadi tenaga pelajar di kampusnya tersebut. "Saya daftar jadi tenaga pengajar dua kali tapi enggak berhasil, alias gagal. Setelah itu saya tidak punya definisi cita-cita. Karena cita-cita yang saya usahakan, mestinya saya pantas jadi dosen," tutur Anas.

Kejadian tersebut menurut Anas mempunyai kesan mendalam, karena setelah itu ia sudah tidak mempunyai definisi cita-cita dan memilih melanjutkan hidup yang mengalir. Lantas, ia kembali berorganisasi hingga menjadi salah satu Ketua PB HMI, dan setelah itu ia diminta mencalonkan diri menjadi Ketua Umum PB HMI.

Anas kembali melanjutkan, pada masa reformasi 98, isu-isu politik semakin gencar. Salah satu isu penting ketika itu yaitu mencabut undang-undang politik. Tetapi ia bergerak selangkah lebih maju dengan mengusung isu menyempurnakan undang-undang politik. Dari hasil pemikirannya tersebut, kemudian disosialisasikan di DPR, serta di berbagai partai politik yang ada ketika itu.

Kemudian menurut mantan Ketua Umum PB HMI ini, pasca reformasi, ia diminta Prof. DR. Ryas Rasyid yang menjadi Ketua Tim 7 untuk ikut masuk dalam tim tersebut. Tim ini adalah bentukan Departemen Dalam Negeri dan diperuntukkan untuk menyusun RUU Parpol, Pemilu, serta susunan dan kedudukan MPR, DPR, serta DPRD. Anas juga mengatakan pernah jadi anggota Tim 11 bentukan KPU dan ikut menyeleksi partai politik yang ingin mengikuti Pemilu pada 1999.

Setelah itu, ia menjadi anggota KPU periode 2001 dan mengundurkan diri pada 2005 untuk masuk Partai Demokrat. Ia pun mengaku masuk Demokrat karena ditawari oleh Ketua Umum waktu itu, Hadi Utomo. Bahkan Mensesneng Sudi Silalahi hingga Presiden SBY juga memintanya bergabung di Partai Berlambang Mercy ini.

"Saya ingat betul belum pernah menawarkan diri jadi apa. Karena saya pernah ingin menjadi dosen tapi enggak berhasil," cetusnya.

Ketika Jaksa KPK bertanya apakah ia menyesal menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, Anas pun mengamininya. Ia mengaku menyesal mengapa bersedia menjadi Ketua Umum ketika terjadi dinamika internal seperti pengakuannya dalam Berita Pemeriksaan Acara (BAP). Karena, jika ia menolak permintaan untuk jadi Ketum ketika itu, tentu kejadian seperti ini tidak akan ia alami.

"Satu hal yang saya syukuri ketemu Jaksa dan Majelis Hakim yang mulia. Ini bagian dari episode hidup yang saya hadapi dan harus saya jalani," tutupnya.

BACA JUGA: