JAKARTA, GRESNEWS.COM - Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bersama enam pemohon lainnya mengajukan uji materi UU Pemerintahan Daerah dan Penyelenggara Pemilihan Umum. Mereka menilai pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung berpotensi membahayakan keamanan dan atau rasa aman.

FKHK bersama sejumlah pihak mengajukan uji materi terhadap UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pengujian UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, karena merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan. Terutama terhadap berlakunya Pasal 56 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2004 dan Pasal 1 angka 4 UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu).

Sidang pengajuan uji materi itu kini memasuki agenda Perbaikan Permohonan (II). Dalam sidang kali ini para pengaju  menyampaikan sejumlah perbaikan atas gugatannya. Menurut perwakilan dari FKHK Ryan Muhammad,  potensi membahayakan keamanan dan atau rasa aman permohonan itu telah mereka perbaiki dari segi kerugian konstitusional yang dialami pemohon (khusunya pemohon III sampai VII), terkait jaminan rasa aman dan dampak dari konflik sosial atas diselenggarakannya pilkada langsung.

Pemohon juga melakukan perbaikan dengan  penguatan pada alasan permohonan. Mereka memperkuat dengan dasar-dasar teori, mengutip pendapat ahli filsafat Pancasila dan ahli hukum tata negara. Termasuk, mengutip yurisprudensi atau putusan dari Mahkamah Konstitusi yang terkait perkara yang mereka mohonkan. "Kami juga menambahkan bukti, dari yang tadinya hanya dari P-1 hingga P-11, menjadi P-1 hingga P-13,” ujar Ryan.

P-12, katanya, adalah bukti berupa Perda Nomor 1 Tahun 2012 Kota Depok tentang Dana Cadangan untuk Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Depok. Sedangkan P-13 tentang artikel atau data resmi dari website Kementerian Dalam Negeri yang berisikan tentang dampak negatif dari diselenggarakannya Pemilukada langsung dari tahun 2005 hingga 2013. Isinya, tentang banyaknya korban jiwa, kemudian kerusakan infrastruktur dan sarana umum akibat kerusuhan atau konflik sosial dari sengketa pilkada itu.

“Jumlah Pemohon juga bertambah dari yang awalnya hanya lima menjadi tujuh Pemohon. Selebihnya tidak ada perubahan, petitum tetap sama, batu uji pun tetap sama,” tambahnya.

Menurut Ryan, Pasal 56 ayat (1) UU Pemda dan Pasal 1 angka 4 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 1 angka 3 UUD 1945 karena tidak mengindahkan dan memenuhi kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang berlaku dalam sebuah norma hukum.  Pasal 56 ayat (1) UU Pemda dan Pasal 1 angka 4 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 karena tidak ditegaskan adanya frasa “dipilih secara langsung” dalam mekanisme pemilihan kepala daerah. Melainkan hanya ditegaskan secara limitatif dengan frasa “dipilih secara demokratis’.

Sedangkan makna “dipilih secara demokratis” yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 adalah dipilih melalui mekanisme musyawarah/perwakilan bukan dipilih secara langsung seperti pemilihan Presiden/Wakil Presiden dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945.



BACA JUGA: