JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menyikapi kondisi keamanan Aceh yang memanas menyusul serangkaian penembakan terhadap tokoh-tokoh politik. Wakil Ketua Komisi I DPR TB. Hasanudin menilai Aceh harus mendapatkan penanganan khusus menjelang pemilu 9 April. Meski kerja polisi dinilai bagus, namun menurut dia TNI terutama Kodam tetap harus diturunkan untuk menggelar operasi intelijen dan operasi territorial untuk membantu polisi.  

"Melihat pengalaman sebelumnya Pilkada di Aceh saja hampir gagal, menunjukkan peran tokoh-tokoh disana masih kuat pengaruhnya. Karena itu, menjelang pemilu 9 April,  Aceh harus mendapatkan penanganan khusus." katanya di DPR, seperti dikutip dpr.go.id Rabu (5/3)

Pimpinan Komisi bidang pertahanan dan keamanan ini mengaku sangat mengkhawatirkan perkembangan di Aceh. Menurut dia bedasarkan data-data dan informasi yang diterimanya kondisinya cukup mengkhawatirkan terutama menjelang tanggal 9 April 2014. “ Saya sudah kroscek kondisi disana ke beberapa teman, memang situasinya  tidak begitu kondusif. Ada semacam rifalitas antara partai daerah dengan partai nasional.,” ujarnya.

Situasi di Aceh terus memanas, menyusul ditembaknya sejumlah tokoh politik lokal. Diantaranya seorang calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh dari Partai Nasional Aceh, Faisal, 40 tahun hingga tewas. Saat itu korban sedang dalam perjalanan pulang dari arah barat daya di tengah perjalanan korban diberondong tembakan.

Hasanudin mengungkapkan sebelumnya  Partai Nasional di Aceh cukup dominan, namun sekarang sudah tidak dominan lagi sehingga masuk partai lokal. Ketika partai lokal sudah merasa tersaingi, sementara masih ada ratusan senjata yang  disembunyikan, "maka kemungkinan terjadi kekerasan akan terbuka," tambahnya.

Untuk itu ia menyarankan,  penanganan masalah keamanan tidak hanya oleh kepolisian. Tetapi juga melibatkan TNI dengan menggelar operasi intilijen dan operasi pembinaan teritorial yang lebih intensif agar keamanan  bisa terkendali. Sebab menurut dia jika ada kekecewaan diantara senjata yang akan bertindak. Kekerasan itu juga akan merembet dan berdampak pada daerah lain. Ia menilai kasus kekerasan yang ada saat ini mengarah kepada 9 April, sebab konfliknya berasal dari pemilihan legislatif lokal dan partai nasional.

Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasional Aceh  juga telah menyerukan agar Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) dan Kapolri untuk turun tangan menangani kekerasan demi kekerasan yang terjadi kalau ingin perdamaian di Aceh tetap terjaga.  "Ini adalah teror yang merongrong negara dan kenyamanan masyarakat, ” kata Ketua Umum DPP PNA, Irwansyah melalui rilisnya, Senin (3/3)

Menurut Irwansyah serangan terhadap Faisal dimaksudkan untuk meneror caleg dan kader PNA, karena kelompok yang memusuhi PNA merasa tidak nyaman dan terancam dengan dukungan masyarakat kepada PNA yang semakin kuat dan masif di kawasan pantai barat selatan.

Polisi sendiri berkeyakinan kasus penembakan terhadap calon legislatif Partai Nasional Aceh (PNA) itu bermotif politik. Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman sebelumnya menyebutkan dugaan awal motif kekerasan itu adalah persaingan antarcaleg. "Kejadian tersebut mirip dengan peristiwa terdahulu menjelang pemilukada Aceh. Dimana saat itu adanya pendatang yang ditembak dan diteror," katanya, di DPR, Senin kemarin.

Ia menduga kasus serupa terulang kembali saat ini di Aceh, menjelang pemilihan legislatif dan pilpres. Kapolri memprediksi intensitas saling serang antar anggota partai politik akan semakin tinggi menjelang pemilu.

Mantan Kabareskrim ini juga menyatakan Aceh termasuk dalam zona rawan kekerasan bersama Papua dan Poso. Bahkan, menurut Sutarman kekerasan di Aceh lebih memiliki unsur politis ketimbang di Papua dan Poso. Ia mengaku telah mengintruksikan Kapolda Aceh untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

BACA JUGA: