JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi merasa keberatan dengan dihadirkannya Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan sebagai saksi oleh pihak Tubagus Chaeri Wardhana  alias Wawan dalam sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pihak KPK khawatir penjelasan saksi yang pernah menjadi pimpinan tertinggi di lembaga yudikatif itu akan mempengarui putusan majelis hakim. "Kami keberatan dengan ahli, beliau mantan Hakim Agung, mohon itu dicatat," kata Kuasa Hukum KPK Rini Afrianty dalam sidang praperasilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (3/1).   

Namun, Hakim Puji Tri Rahardi yang memimpin sidang gugatan praperadilan yang diajukan Wawan terkait proses penyitaan dan penangkapan dirinya itu mengatakan bahwa keberatan KPK adalah hal lumrah. Namun dirinya memberikan meyakinkan akan adil dalam memberikan putusan. "Saya mengerti, tapi saya jamin saya ada di tengah-tengah," kata hakim Puji.

Hanya beberapa patah kata Bagir menjawab pertanyaan kuasa hukum Wawan, karena lagi-lagi Kuasa Hukum KPK mengajukan keberatan. Hingga akhirnya, Bagir Manan urung bersaksi.

Saat ditanyakan keberatan KPK, Bagir mengaku bisa memaklumi karena penjelasannya ditakutkan memberatkan KPK. Namun di sisi lain  Bagir Manan kecewa dengan keberatan tersebut. Sebab, apa yang akan disampaikannya adalah penjelasan ilmiah yang mungkin saja malah memberatkan pemohon. "Sangat disayangkan, KPK tidak mau mendengar penjelasan saya. Padahal apa yang akan saya sampaikan apresiasi kepada kinerja KPK sekarang," kata Bagis Manan kepada Gresnews.com usai sidang.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari kembali menggelar sidang praperadilan kasus penyitaan dan penangkapan atas tersangka korupsi Tubagus Chaeri Wardhana  oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sidang kali ini mendengarkan kesaksian para ahli yang dihadirkan kedua belah pihak.

Dari Kuasa Hukum Wawan ahli yang hadir antara lain  Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Dian Adriawan dan Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan. Sementara dari KPK menghadirkan penyidik Novel Baswedan. Gugatan sidang praperadilan sebelumnya diajukan kuasa hukum Wawan karena mereka menilai dalam proses penyitaan dan penangkapan dirinya melanggar aturan KUHAP.

Kuasa hukum Wawan, Pia Akbar Nasution menganggap KPK telah melanggar KUHAP karena langsung menahan Wawan dengan alasan tertangkap tangan. Pia mengatakan Wawan tidak tertangkap tangan karena saat ditangkap dia tidak bersama dengan Akil.  "Saat tertangkap Wawan berada di tempat berbeda dengan penangkapan Akil Mohtar. Bahkan sejumlah uang sebesar Rp 1 miliar yang diduga akan diberikan kepada Akil disita di Tebet, Jakarta Selatan," ujarnya.

Menurut Pia, hal ini bertentangan dengan KUHAP pasal 18 ayat 2. Dia beralasan, karena Wawan tidak bisa disebut tertangkap tangan, maka penangkapan itu harus dengan surat perintah. Selain itu penyitaan atas barang-barang milik Wawan juga harus dilakukan dengan seizin kepala pengadilan negeri dimana lokasi kejahatan terjadi dalam hal ini Kepala PN Jakarta Selatan. Pia berdalil dalam melaksanakan tugasnya KPK juga terikat pada pasal 38 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pasal itu mengatur, segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Nyatanya kata Pia, KPK malah lebih berpegang pada pasal 47 UU No. 30/2002. Dalam ayat 1 pasal itu disebutkan: "Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya".

Sementara di ayat 2 disebutkan, ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur mengenai tindakan penyitaan, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini. Pia mengatakan penerapan pasal tersebut terhadap Wawan dilakukan secara salah dan bertentangan prinsip due process of law. "Penerapan pasal ini dapat menimbulkan peluang penyidik KPK melakukan tindakan sewenang-wenang terkait penyitaan," ujarnya.

Salah satu ahli yang dihadirkan, Dian Adriawan  sependapat dengan pandangan kuasa hukum Wawan. Saat ditanyakan terkait objek penyitaan ia menyatakan bahwa prosedur penyitaan saat tertangkap tangan merupakan benda yang dibawa pelaku saat tertangkap. Objek penyitaan juga harus terkait dengan kejahatan yang dilakukan.  "Jika tidak penyitaannya tidak sah," kata Dian Adriawan dalam sidang tersebut.

Terkait penerapan Pasal 47 UU KPK, Dian Adriawan mengatakan, jika UU tidak lengkap mengatur terkait proses penyitaan maka yang berlaku adalah UU KUHAP. Begitu juga terkait barang yang disita harus terkait dengan pokok perkara.

Sementara itu, Ahli dari KPK Novel Baswedan mengatakan bahwa terkait operasi penangkapan dan penyitaan barang milik telah disertai Berita Acara Pengkapan. Dalam penangkapan tersebut, KPK juga melakukan penyitaan atas barang yang diduga terkait dengan perkara. "Kami buatkan  tanda terima penyitaan barang yang kami tangkap," kata Novel.

BACA JUGA: