JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat menganggap revisi terhadap Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tetap penting dilakukan. Alasannya dua aturan hukum itu sudah tidak sesuai  lagi dengan perkembangan zaman. "Banyak pasal yang tidak sesuai dengan sosiologi hukum saat ini," ujar Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir kepada Gresnews.com, Minggu (15/12).

Revisi KUHP dan KUHAP harus dilakukan karena dalam UU tersebut terdapat sejumlah pasal-pasal yang sudah tidak sesuai lagi dengan zaman.  Apalagi KUHAP sendiri merupakan warisan Orde Baru. "Penyesuaian harus segera dilakukan, kondisi hukum negara itu yang terus berkembang," katanya.

Pentingnya revisi KUHAP juga diungkapkan pakar hukum pidana, Fredrich Yunandi. Meskipun saat ini masih terjadi perdebatan perlu tidaknya revisi, namun dirinya sepakat KUHAP perlu direvisi.

Beberapa yang perlu dilakukan perubahan soal Peninjauan Kembali (PK). Selama ini dalam KUHAP jaksa yang mengajukan PK. Ini yang tidak boleh dilakukan lagi. “Perubahan KUHAP semua sepakat," kata Fredrich Yunandi.

Revisi KUHP dan KUHAP yang merupakan inisiatif DPR itu hingga saat ini masih menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Wakil Kepala Kepolisian RI, Komjen Pol Oegroseno bahkan menyatakan revisi KUHAP saat ini belum diperlukan. Menurut dia yang lebih penting dilakukan saat ini adalah mengamandemen beberapa pasal dalam KUHP. "Cukup melakukan amandemen terhadap sejumlah pasal yang diperlukan saja. Kalau revisi, terlalu mahal dan boros biayanya," kata Oegroseno dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (13/12).

Menurut Ogroe, penilaian bahwa pasal-pasal dalam KUHAP tidak sesuai kondisi hukum kekinian juga dinilai tidak sepenuhnya benar. Pasal-pasal yang ada menurutnya masih mengikuti berbagai perubahan perkara dan masih relevan.

Beberapa yang perlu dilakukan amandemen soal perilaku penahanan dan dalam perkara apa saja yang perlu penahanan. Pasalnya, tidak semua perkara perlu penahanan.

Pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diperkirakan memerlukan waktu yang cukup lama dan cukup berat. Hal ini karena menyangkut persoalan pokok UU induk yang dapat berpengaruh terhadap sistem hukum di Indonesia. Dalam revisi tersebut,  seperti pernah diungkapkan mantan Ketua Komisi III DPR, Gede Pasek Suardika terdapat 700 pasal yang tergolong krusial dan memicu perdebatan. Seperti terkait pasal santet, penyadapan dan perzinahan. 

BACA JUGA: