JAKARTA - Ismail, seorang dosen STAIN Bukittinggi yang pernah menjadi terdakwa dugaan korupsi dan telah divonis bebas, mengajukan permohonan uji materiil Pasal 244 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dinilainya multitafsir. Selain Ismail, permohonan juga diajukan oleh Idrus yang merupakan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ismail pernah dinyatakan bebas, tetapi jaksa mengajukan kasasi atas putusan kasusnya ke Mahkamah Agung (MA). "Pasal 244 KUHAP bersifat multitafsir dan tidak tegas, yang mengakibatkan pemohon kehilangan jaminan kepastian hukum yang adil," kata kuasa Ismail, Wirawan Adnan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin Harjono dengan hakim anggota Maria Farida Indrati dan Anwar Usman di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jum’at (30/11).

Karenanya dia meminta MK agar mengabulkan permohonan seluruhnya dan menyatakan Pasal 244 UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Ismail juga meminta agar frase ´kecuali terhadap putusan bebas´ pada Pasal 244 tidak mempunyai hukum mengikat.

"Atau menyatakan Pasal 244 Nomor 8 tahun 1981 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, kecuali sepanjang diartikan dengan tegas melarang Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengajukan kasasi terhadap putusan bebas dengan alasan apa pun, termasuk alasan bebas secara murni maupun bebas tidak murni," pintanya kepada majelis.

Sementara itu, Idrus, mengatakan sebagai lembaga penegak hukum tidak sepantasnya Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam hal ini JPU melanggar terhadap hukum itu sendiri, dan sudah seharusnya mereka menjunjung hukum.

"Bahwa sebagai warga negara Indonesia mempunyai hak konstitusional yang normanya diatur oleh UU 1945 sebagai konsekuensi dari pernyataan sebagai negara hukum," kata Idrus.

Pasal 244 KUHAP berbunyi,"Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain selain dari MA, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada MA kecuali terhadap putusan bebas."

BACA JUGA: