JAKARTA - Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Putaran Kedua Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh dinilai sarat pelanggaran sejak sebelum hingga masa pemungutan suara. Sebab itu, pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Aceh Tamiang Agus Salim dan Abdussamad (No. Urut 4) membawa persoalan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Pelanggaran tersebut sudah masuk dalam katagori pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, sehingga memengaruhi dan menguntungkan pasangan calon No. Urut 10 (Hamdan Sati-Iskandar Zulkarnain selaku Pihak Terkait) dan sebaliknya merugikan Pemohon," urai Pemohon dalam permohonannya di Ruang Sidang Panel Gedung MK, Jakarta, Jumat (28/9).

Penasihat Hukum Pemohon, Kamaruddin mengatakan, jenis pelanggaran yang terjadi antara lain, mobilisasi aparat TNI maupun Polri secara besar-besaran di Kabupaten Aceh Tamiang, yang menimbulkan keresahan masyarakat.

"Bahkan, disaat yang bersamaan masyarakat sering melihat TNI dan Brimob keluar masuk kampung dengan senjata lengkap," kata Kamaruddin.

Selain itu, menurut Pemohon, TNI juga melakukan tindakan yang negatif terhadap Arju Sahidir selaku Sekretaris DPC PA (Partai Aceh) Kecamatan Seruway. Arju Sahidir, kata mereka, mendapatkan perlakuan yang kasar dan caci maki dari anggota TNI yang berjumlah enam orang. Tidak hanya itu, mereka juga mengatakan, Zailani selaku warga Seneubok saat menggunakan hak pilihnya ditarik oleh Kapolsek Manyak Payed. Tidak begitu lama, kata Pemohon, datang mobil yang berisikan anggota TNI mengusir Zailani.

Menurut Pemohon, keterlibatan TNI dan Polri dibiarkan dalam pemenangan No Urut 10. Hal ini dapat dibuktikan melalui stigmatisasi yang dilakukan dengan menggunakan simbol "NKRI Harga Mati" di seluruh pos ronda malam yang sudah terpasang menjelang pelaksanaan Pemilukada.

"Penggunakan simbol tersebut merupakan bentuk teror secara psikologis agar masyarakat jangan memilih kandidat yang diusung oleh Partai Aceh (Partai Mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka)," terangnya.

Kesemua dalil Pemohon itu dibantah Termohon dalam kesempatan yang sama. Menurut Nur Alamsyah, kuasa hukum Termohon, pelaksanaan Pemilukada Aceh Tamiang telah berjalan sesuai dengan peraturan berlaku. Disisi lain, rapat pleno saat perhitungan surat suara yang dilakukan oleh Termohon juga dihadiri oleh saksi kedua pasangan calon.

"Alhamdullah, kedua saksi pasangan calon tidak ada yang mengajukan keberatan terkait dengan perhitungan surat suara yang dilakukan oleh KIP Kabupaten Aceh Tamiang.

"Saksi pasangan calon keberatan karena tekanan saja, bukan terkait perhitungan surat suara," ucapnya.

Berkenaan dengan tuduhan Pemohon terkait dengan kerja sama yang dilakukan oleh Termohon dengan aparat pemerintah, kata Alamsyah, hal demikian tidak benar. Menurutnya, KIP tidak melakukan kerja sama dengan aparat pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang.

"Tidak ada kerja sama dengan aparat Pemerintah. KIP tetap netral," terangnya.

Di akhir sidang, Majelis Hakim Konstitusi meminta untuk menghadirkan lima orang saksi dari Pemohon dan Termohon pada sidang berikutnya, yakni Senin (1/10), Pukul 14.00 WIB. Rencananya pada perkara ini, Pemohon akan menghadirkan sebanyak 28 Saksi, dan Termohon menghadirkan sebanyak 10 saksi.

sumber: mahkamahkonstitusi.go.id

BACA JUGA: