Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan atas pengujian materiil Pasal 68 ayat (1) UU MK tentang pembubaran partai politik dan Pasal 48 ayat (1),(2),(3), dan (6) UU Partai Politik.

Menurut pemerintah ketentuan pasal yang diujikan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan konstitusional serta tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Menyatakan ketentuan Pasal 68 ayat (1) UU MK dan Pasal 48 ayat (1),(2),(3), dan (6) UU Partai Politik tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28H ayat (3), Pasal 28C ayat (1), ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD´45 dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat serta berlaku di seluruh NKRI," kata Direktur Ligitimasi Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi saat membacakan keterangan pemerintah kepada majelis hakim pleno, di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (20/10)

Untuk diketahui para pemohon judicial review ini diajukan aktor senior Pong Harjatmo, Budayawan Ridwan Saidi, dan beberapa aktivis lain.

Pasal 68 ayat (1) Pembubaran Parpol berbunyi; Pemohon adalah pemerintah.

Mengenai mekanisme pembubaran Parpol sebagaimana diatur dalam pasal 68 ayat (1) UU MK membatasi bahwa yang berhak mengajukan pembubaran parpol adalah pemerintah. Menurut Pemerintah ketentuan itu telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam konstitusi. "Kebebasan berserikat sebagai hak asasi manusia memiliki batasan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis demi keamanan nasional dan keselamatan publik, serta untuk melindungi hak dan kebebasan orang lain, yang diatur dalam pasal 28J UUD´45," urai Mualimin.

Di samping itu, kata Mualimin, salah satu pembatasan yang dapat dibenarkan dan dibutuhkan dalam negara demokrasi, adalah pembatasan terhadap kelompok yang mengancam demokrasi, kebebasan, serta
masyarakat secara keseluruhan. "Negara dapat melarang atau membubarkan suatu organisasi, termasuk parpol yang bertentangan dengan tujuan dasar dan tatanan konstitusional," ucap Mualimin.

Kendati demikian, mengingat parpol merupakan salah satu ekspresi utama kebebasan hati nurani dan kebebasan berfikir dan untuk menghindari kesewenangan, pembubarannya harus diputuskan melalui mekanisme due process of law dan dilakukan oleh lembaga peradilan. "Sudah sewajarnya pemerintah yang berhak mengajukan permohonan pembubaran parpol kepada MK," jelas Mualimin.

Pemerintah meminta kepada MK untuk menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya, "Atau setidaknya menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard)."

Sebelumnya diberitakan, Pemohon menilai parpol yang ada sudah tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Mereka mencontohkan di tubuh Partai Demokrat tak sedikit kadernya yang terlibat kasus korupsi. Fakta itu tidak sejalan lagi dengan jargon pemberantasan korupsi yang dikampanyekan saat jelang Pemilu 2009.

Menurut Pemohon aturan itu melanggar konstitusi karena kedaulatan ada di tangan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2). Untuk itu, Pong Cs meminta agar pembubaran parpol (bermasalah) tidak hanya dimonopoli pemerintah, tapi rakyat juga diberi kewenangan untuk mengajukan pembubaran parpol.

BACA JUGA: