Jakarta - Lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menilai Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Mekanisme dan Ketentuan Pembayaran Ganti Rugi dalam pelayanan publik, sangat terlambat, karena telah melewati batas dua tahun lebih.

"Meski terlambat Rancangan Perpres tersebut, sebaiknya perlu dibahas kembali substansi Raperpres dengan melibatkan stake holder," kata Sekjen ORI, Suhariyono dalam diskusi Publik di Kantor LBH Jakarta, Minggu (2/10).

Menurut Suhariyono, yang perlu dibahas terkait dengan ganti rugi yang dibatasi pada tuntutan ganti rugi yang sifatnya material, padahal UU Pelayanan Publik No 25/2009 dan UU No 37/2008 menentukan bahwa ganti rugi tidak hanya material, tetapi juga immaterial.

Kemudian lanjut Suhariyono, kriteria pemberian ganti rugi yang tidak diamanatkan oleh UUPP untuk tidak diatur, dalam Raperpres diatur, sehingga ada anggapan bahwa Raperpres tersebut membatasi makna pemberian ganti rugi dimaksud.

"Dalam UUP, kriteria yang disebut hanya terkait dengan keharusan adanya hubungan sebab akibat dari perbuatan penyelanggaran yang merugikan," kata Suhariyono

Selain itu perluasan ganti rugi berupa kompensasi akan menambah rumit penyelesaian ganti rugi. Dimana pembayaran ganti yang dibayarkan paling lambat tahun anggaran berikutnya.

Menurut Suhariyono, sebaiknya ditentukan hanya satu tahun dalam ketentuan peralihan, sedangkan untuk tahun berikutnya, telah teranggarkan pada masing-masing instansi penyelenggara setiap tahun anggaran, sehingga ganti rugi pada tahun berikut dibayar tunai.

BACA JUGA: