JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus suap yang menimpa Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution menjadi kotak pandora untuk mengungkap kasus yang lebih besar. Suap Rp150 juta yang diterima Edy dari petinggi PT Paramount Enterprise International, Doddy Aryanto Supeno (DAS), diduga melibatkan seorang petinggi di Mahkamah Agung (MA).

Suap yang diterima Edy itu diduga untuk mengamankan kasus Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara perdata yang melibatkan perusahaan yang berdomisili di Gading Serpong tersebut. Uang yang diterima Edy sendiri baru berupa uang muka dari commitment fee yang diduga nilainya mencapai sebesar Rp500 juta.

Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan, penangkapan Edy adalah pintu masuk menuju perkara yang lebih besar. Dia juga membenarkan duit suap itu diberikan terkait pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakpus.

"Perkara perdata dari dua perusahaan, tapi jangan dibuka di sini dulu kami akan melakukan pendalaman," kata Agus di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (21/4).

Agus menyebut, DAS yang memberi suap kepada Edy Nasution hanya perantara suap. Agus memastikan bahwa ada pelaku lain di balik Doddy. "Keikutsertaan tadi (Pasal 55 KUHP) kita perlu mendalami betul. (DAS) Ini baru perantaranya yang ditangkap," ujarnya.

Agus pun menyebut pelaku di balik Doddy tengah diusut. KPK memastikan bahwa pelaku lain itu akan dijerat juga. "Pasti ada pelaku berikutnya, tapi pasti akan kita dalami. Kita mendalami karena keterangan orang yang ditangkap dan alat bukti sementara kita telusuri," ujarnya.

KPK memang tengah mendalami keterlibatan pihak lain, dalam hal ini, Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Penyidik KPK sendiri, Kamis (21/4), tengah melakukan penggeledahan di rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan.

Dari lokasi tersebut, penyidik menemukan sejumlah uang yang saat ini masih terus didalami. "Uang ditemukan di semua tempat yang ada (termasuk rumah dan kantor Nurhadi), saat ini uang masih dihitung," ujar Agus.

Agus menjelaskan, penggeledahan rumah Nurhadi karena ada informasi dari para tersangka, yaitu Edy Nasution selaku Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan juga Doddy Aryanto Supeno. "Kita mendalami karena keterangan orang yang ditangkap dan alat bukti sementara kita telusuri," tutur Agus.

Sedangkan saat ditanya apakah Nurhadi akan dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK, Agus tidak membantahnya. "Belum, belum saya tanda tangan. Yang dicegah sore ini mungkin beberapa tapi saya belum mengatakan itu siapa," tutur Agus.

Apalagi, Agus juga mengakui bahwa Edy Nasution diduga hanya menjadi perantara pemberian gratifikasi tersebut. "Kita perlu mendalami betul ini baru perantaranya yang ditangkap, pasti ada pelaku berikutnya tapi pasti akan kita dalami," imbuhnya.

Juru Bicara MA Suhadi saat ditemui wartawan membenarkan adanya penggeledahan di ruangan Nurhadi. Namun, ia tidak mengetahui persis perkara yang dimaksud karena sedang berada di luar kantor. "Sejak pagi tadi geledahnya. Sejak pukul 06.00 WIB. Saya dapat infonya, itu terkait OTT KPK kemarin," kata Suhadi saat dihubungi wartawan.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, meski ruangannya digeledah, Nurhadi tetap masuk seperti biasa, "Ia masuk seperti biasa. Tadi ikut pelantikan, enggak dibawa KPK," ujarnya.

Hari ini ada pelantikan dan rotasi di sejumlah pejabat MA. Nurhadi yang menjabat sebagai sekretaris MA pun ikut melantik. "Pak Nurhadi yang melantik. Hari ini ada pelantikan pejabat eselon, dirjen, ada tujuh orang yang dilantik," ungkap Ridwan.

Menurutnya, kini Nurhadi kembali ke ruangannya yang terletak di lantai satu gedung utama MA. Ruangannya pun tidak disegel dan sejumlah pegawai hilir mudik masuk ke ruangannya. "Saya kira sekarang masih di kantor," imbuh Ridwan.

Tim penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di kantor PT Paramount Enterprise International di Gading Serpong Boulevard dan kantor PN Jakpus. "Dari lokasi tersebut menyita dokumen dan uang belum dihitung dan akan dikonfirmasi ke sejumlah pihak," kata Agus.

SOSOK KONTROVERSIAL - Ridwan Mansyur mengaku belum mengetahui dalam kasus apa KPK menggeledah ruang kerja Nurhadi. Pihak MA menyerahkan penanganan perkara selanjutnya kepada KPK. Menurut Ridwan, Nurhadi pun mengetahui adanya penggeledahan di ruangan kerja miliknya.

"Ya, tahulah (digeledah). Yang enggak tahu dia itu seperti apa (berkaitan dengan apa). Kita tunggu sajalah perkembangan di KPK," ujar Ridwan.

Pihak KPK sendiri menegaskan belum memutuskan status dari pejabat MA yang tercatat memiliki kekayaan sebesar Rp30 miliar itu. Mengenai status Nurhadi belum ditentukan terkait kasus ini, Agus Rahardjo mengatakan, saat ini tim KPK masih menelusurinya.

"Statusnya seperti apa kemudian kita belum tahu. Hal itu tergantung dari fakta dan data yang kita kumpulkan alat bukti yang kita dapatkan. Oleh karena itu, Anda saya harapkan bersabar, beri kami waktu untuk menelusuri secara tepat untuk pembuktian kasus-kasus ini berikutnya," ucap Agus.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sempat menyinggung, istilah "gunung es" saat menangkap pejabat Eselon III Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna. Saut memang tak menjelaskan apa makna ucapannya itu.

Namun saat kasus ini terungkap, bisa jadi, kasus Andri juga memang melibatkan pejabat yang lebih tinggi. Pertanyaannya, apakah kasus Andri juga sama-sama melibatkan Nurhadi? Inilah yang tengah didalami KPK.

"Yang sering dibilang Pak Saut gunung es di negeri kita, kejadian ini sering terjadi, keputusan pengadilan dipengaruhi uang. Beri kesempatan kami ini terkait perkara perdata dua perusahaan di pengadilan, tidak bisa buka ini ke Anda supaya perjalanan kita untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya lebih lancar," kata Agus.

Sosok Nurhadi sendiri memang merupakan pejabat yang kontroversial di MA. Publik tentu masih ingat saat Nurhadi menggelar pernikahan anaknya dengan megah di Hotel Mulia, Senayan. Acara pernikahan itu dinilai tak wajar untuk seorang pejabat negara.

Bayangkan saja, untuk suvenir pernikahan saja, Suhadi menyediakan peranti iPod Shuffle yang berjumlah 2.500 buah. Dengan harga pasaran satu perangkat iPod dengan memori 2 GB sekitar Rp700 ribuan (ketika itu) maka nilainya ditaksir mencapai sekitar Rp1,75 miliar.

Selain biaya suvenir yang wah tersebut, biaya resepsi yang digelar di ballroom lantai dasar Hotel Mulia itu juga cukup mewah. Apalagi Hotel Mulia ini kerap kali digunakan para konglomerat dalam menggelar resepsi pernikahan, salah satunya penikahan Anindya Bakrie, anak Aburizal Bakrie. Biaya pernikahan Anindya saat itu sekitar Rp10 miliar.

Menilik cara dan gaya Nurhadi dalam menggelar resepsi pernikahan anaknya memang sangat berlebihan. Mengingat Nurhadi adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang pendapatan resminya tentu tidak bisa menyamai para konglomerat.

Di luar itu, Nurhadi juga disorot soal gaya hidup mewahnya. Meja kerjanya saja, disebut-sebut mencapai senilai Rp1 miliar. Selain itu, rumah Nurhadi yang berada di di Jalan Hang Lengkir V, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, juga terlihat mewah. Saking besarnya, rumah ini memiliki beberapa nomor sekaligus, yaitu 2 hingga 6. Tembok sekeliling rumahnya juga dihiasi batu marmer.

Dari mana Nurhadi mendapatkan kekayaan sedemikan besar? Nurhadi sendiri kabarnya memiliki usaha sarang burung walet. Dia mengaku telah merintis usaha burung walet ini sejak 1981 atau sebelum menjadi pegawai MA.

Namun anehnya, saat melaporkan kekayaannya ke KPK Nurhadi tidak melaporkan usaha sarang burung walet. Dalam LHKPN atas namanya, Nurhadi mencatatkan beberapa harta benda miliknya, diantaranya:

1. Batu mulia senilai Rp8,63 miliar.
2. Barang-barang seni dan antik Rp1 miliar.
3. Logam mulia seharga Rp500 juta
4. Benda bergerak lainnya senilai Rp1,15 miliar.
5. Empat mobil dengan total nilai sekitar Rp4 miliar yaitu Toyota Camry, Mini Cooper 2010, Lexus 2010, dan Jaguar keluaran 2004.
6. Giro dan setara kas senilai Rp10,78 miliar.
7. Lahan dan bangunan sebesar Rp7,3 miliar. (dtc)

BACA JUGA: