JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembacaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Elza Syarief dalam persidangan dengan terdakwa politikus Hanur Miryam S Haryani terkait adanya sejumlah sejumlah anggota DPR yang menekan Miryam berbuntut ancaman hukum. Politisi Hanura Akbar Faizal berencana melaporkan Elza Elza ke Bareskrim Polri pada Senin (28/8), karena somasi yang dilayangkannya tak ditanggapi.

Seperti diketahui, jaksa pada KPK pada sidang tanggal 21 Agustus lalu mengungkap BAP Elza yang berisi keterangan bahwa ada sejumlah anggota DPR yang menekan Miryam. Salah satu yang disebut adalah Akbar Faizal.

Akbar menepis keterangan itu. Dia bahkan melayangkan somasi kepada Elza, namun tak ditanggapi, sehingga Akbar berniat melaporkan Elza. "Senin tanggal 28 Agustus 2017 pukul 10.00 WIB saya akan melaporkan Saudari Elza Syarief ke Bareskrim Mabes Polri di Gambir perihal ´Pemberian Kesaksian Palsu dan Pencemaran Nama Baik´. Langkah hukum ini saya ambil setelah somasi yang saya layangkan kepada yang bersangkutan pada tanggal 22 Agustus 2017 tidak mendapat respons," kata Akbar dalam pernyataan tertulisnya kepada wartawan, Minggu (27/8).

Elza yang dikonfirmasi soal niat Akbar menanggapi dingin. "Biarin aja, saya saksi yang memberikan keterangan di bawah sumpah dan tidak bisa saya tarik walaupun diancam oleh siapapun juga," ujar Elza menanggapi.

BAP Elza itu sebelumnya dibacakan dalam sidang dengan terdakwa Miryam pada Senin (21/8) lalu. Jaksa membacakan BAP Elza yang juga dihadirkan sebagai saksi. Lalu hakim mengonfirmasi BAP itu kepada Elza.

"Saya bacakan BAP Ibu Elza, bahwa yang menekan Miryam untuk mencabut BAP yaitu Setya Novanto, Akbar Faizal, Jamal Aziz, dan Chairuman Harahap, apakah itu benar Bu?" tanya anggota hakim Anshori pada Elza dalam sidang kemarin.

"Saya ragu-ragu, Yang Mulia soal itu. Saya revisi keterangan itu, bahwa tidak ada penekanan, tapi merasa tertekan," jawab Elza saat itu.

Elza mengatakan ada 2 nama yang disebut oleh Miryam. Nama tersebut adalah Akbar Faizal dan Djamal Aziz. "Yang sempat marah Akbar Faizal dan Djamal Aziz. Miryam mengatakan, dia tidak pernah terima uang dari Markus Nari, tapi dia terima dari Akbar Faizal yang didampingi Djamal Aziz," kata Elza.

Elza menegaskan dirinya adalah saksi yang di bawah sumpah. Dia menegaskan keterangan yang diberikan ke KPK adalah fakta sebenarnya, sesuai keterangan dari Miryam kepada dirinya.

"Saya bicara sebagai saksi di bawah sumpah, dan itu sesuai dengan fakta sebenarnya. Adalah isi BAP Yani (Miryam S Haryani -red) di KPK dan perkataannya sendiri, bukan mengarang. Kalau dia (Miryam) mencabut keterangan setelah itu, karena dia diproses kasus. Saya tidak perlu diancam-ancam ya, karena saya bertanggung jawab," ujar Elza.

"Sekali lagi saya mohon maaf tidak bisa membantu untuk mengubah keterangan saya di bawah sumpah, karena itu adalah apa yang saya lihat, dengar dan rasakan, saya bertanggung jawab kepada negara dan Allah SWT kalau saya berbohong. Perlu diketahui, saya teman bapak, tidak pernah berselisih, benci, dendam atau berniat menjatuhkan atau mencemarkan nama baik bapak, saya tidak punya motif untuk melakukan hal tersebut. Ini semata-mata keterangan BAP Yani dan keterangannya kepada saya," sambung Elza.

Sementara itu sebelumnya, mantan anggota DPR Djamal Aziz membantah keras isi BAP Elza Syarief. "Nggak betul itu, nggak ada. Ngarang itu," ucap Djamal di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (22/8).

Djamal mengaku tidak tahu menahu tentang hal itu. Dia mengaku sudah tidak berada di Komisi II DPR saat itu. Pada bulan Agustus 2010, menurut Djamal, dia sudah pindah ke Komisi X DPR.

"Jadi begini prinsip saya itu Juli 2010 sudah berakhir di Komisi II. Setelah itu reses, masuk lagi tanggal 16 Agustus, 17 Agustus libur, 18 Agustus bicara untuk menyusun program. 18 Agustus saya sudah pindah ke komisi X. Bagaimana saya bisa ikut menekan," ujar Djamal.

Dia juga mengaku tidak pernah membahas proyek e-KTP dengan Setya Novanto selama menjabat sebagai anggota DPR. Meski begitu, dia mengaku cukup sering bertemu Novanto.

"Kalau ketemu SN sebagai anggota DPR ketemu di sana, ya ketemu konco. Saya nggak tahu. Saya itu ikut persidangan sampai Juni, anggaran yang diusulkan oleh Kemendagri waktu itu Rp384 miliar dan itu belum disetujui. Ini T, T opo," kata Djamal.

DILINDUNGI KPK - Pada kesempatan berbeda, pengacara Farhat Abbas menyebut Elza Syarief mendapatkan perlindungan dari KPK. Dia menyebut Elza kerap mendapatkan teror berkaitan dengan kesaksiannya dalam kasus korupsi e-KTP, termasuk dalam sidang Miryam S Haryani.

"Cuma saya hanya menambahkan, ada beberapa upaya dari orang-orang tertentu untuk menghambat atau dua nih, kalau Bu Elza dapat teror. Kemudian KPK takut kecolongan karena ada saksi yang hilang atau diteror. Kemarin Bu Elza atau mungkin hari ini dapat perlindungan dari KPK karena keterangan-keterangan dia yang dianggap menyebut orang-orang nama anggota Dewan," kata Farhat setelah diperiksa di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (24/8).

Farhat hari ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari. Sebelumnya, Farhat menjadi saksi untuk Miryam S Haryani, sama seperti Elza Syarief. Namun, semenjak itu, Farhat menyebut ada pihak yang mencari tahu kesaksian mereka kepada penyidik KPK.

"Harusnya kita mendampingi melaporkan hal (teror) ini, tapi KPK yang ke kantor untuk menjemput bola. Pokoknya tidak mau kecolongan lagi saksi mereka hilang," kata Fahri. Sementara itu, hingga kini belum ada konfirmasi resmi dari KPK soal perlindungan saksi seperti yang disebutkan Farhat.

Dalam kasus ini, BAP Miryam sendiri sempat bocor. Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Suswanti disebut menerima uang Rp2 juta dari pengacara Anton Taufik karena memberikan salinan BAP Miryam S Haryani. Anton mencari BAP Miryam S Haryani karena disuruh oleh politikus Golkar Markus Nari.

"Nanti kita simak di fakta persidangan berikutnya," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat ditanya soal indikasi penerimaan uang oleh panitera tersebut, Rabu (23/8).

Dalam persidangan terdakwa Miryam, pengacara Anton mengaku mendapatkan fotokopi BAP Miryam S Haryani dari Panitera PN Jakarta Pusat Suswanti pada Maret 2017. Febri mengatakan fakta persidangan membantah tuduhan bahwa BAP tersebut dibocorkan oleh KPK.

"Fakta persidangan kemarin mematahkan banyak tuduhan dari berbagai pihak sebelumnya, seolah-olah kebocoran BAP kasus e-KTP dari KPK. Panitera yang disebut tersebut sudah pernah diperiksa juga di tingkat penyidikan," ujar Febri.

Dalam persidangan, Anton menyatakan tujuan mencari BAP Markus Nari dan Miryam adalah ada nama yang disebut dalam perkara proyek e-KTP. Setelah mendapatkan BAP tersebut, Anton bertemu dengan Markus Nari di fX Sudirman, Senayan, Jakarta.

"Besoknya saya telepon Pak Markus bahwa BAP-nya sudah ada. Tanggal 15, itu saya ketemu beliau di fX Senayan," kata Anton saat bersaksi dalam sidang terdakwa Miryam S Haryani di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (21/8).

Untuk mendapatkan BAP tersebut, Anton menyatakan memberikan uang Rp2 juta kepada Suswanti. Anton juga menerima uang dari Markus Nari sebesar Sin$10.000 dan US$10.000. (dtc)

BACA JUGA: