JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lambannya penanganan kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan membuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) "gatal" untuk turun tangan. Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, pihaknya akan akan mengajukan pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) dalam rapat paripurna bulan depan.

Hal itu ditempuh karena Komnas HAM menyatakan ada unsur pelanggaran HAM dalam kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan. "TGPF bisa dibentuk setelah pemantauan penyelidikan yang kami jalankan. Salah satunya bisa merekomendasikan kepada internal Komnas HAM yang akan dilaksanakan bulan Juli," ujar Natalius Pigai dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (5/6).

Dalam rapat paripurna itu akan diajukan sejumlah rekomendasi yang disusun dari hasil penyelidikan yang dilakukan tim pemantauan Komnas HAM. Tim ini dibentuk pada pekan pertama Mei lalu, hasil desakan tim koalisi masyarakat sipil yang juga gerah dengan lambannya pengusutan perkara ini.

Natalius Pigai meminta pihak kepolisian harus transparan dalam pengusutan kasus Novel. Kepolisian diminta mengabarkan setiap perkembangan dalam kasus ini. "Pihak kepolisian harus menyampaikan perkembangan dan proses report, KPK dan publik serta keluarga akan tahu perkembangan kasusnya," ujarnya.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM lainnya, Manager Nasution mengatakan, setelah tim terbentuk, Komnas HAM akan melajukan langkah-langkah seperti kasus yang lain, seperti melakukan investigasi data, fakta, dan seterusnya. "Bertemu pengurus masjid pengurus RT, dan lain-lain," tutur Manager.

Dalam waktu sebulan tersebut kemudian Komnas HAM berkoordinasi kembali dengan koalisi masyarakat sipil, dan hari ini menemui KPK. Hasilnya nanti adalah perumusan rekomendasi dari indikasi pelanggaran HAM dan pelanggaran konstitusional.

"Kami akan buat rekomendasi yang akan ditujukan ke dua ranah, yaitu eksekutif dan legialatif. Eksekutif yang paling tinggi presiden. Atau setidaknya cukup dilakukan oleh Komnas HAM secara kelembagaan. Secara legislatif kami sampaikan ke legislatif, yang paling relevan adalah DPR RI," imbuh Manager.

Sepanjang menunggu masa sidang paripurna itu, kata Maneger, Komnas HAM akan memantau perkembangan kasus oleh Polda Metro Jaya. Pembentukan TGPF masih mungkin urung dilakukan jika Polda bisa mengungkap kasus ini segera.

"Mengikuti (dulu) proses di kepolisian. Seandainya di kepolisian sudah merampungkan lebih dulu dan mampu meyakinkan publik bahwa kasus akan diselesaikan, maka kami bisa mengurungkan, pembentukan TGPF. Karena hal ini tidak menjadi urgen," tandas Manager.

Terakhir, Komnas HAM menilai kasus luar biasa yang merupakan ujian bagi bangsa, KPK, dan utamanya reputasi kepolisian. "Kalau nggak diselesaikan cepat kita khawatir ada distrust di mata masyarakat, dan itu merugikan. Kita khawatir ada siar ketakutan kepada publik, khususnya masyarakat sipil yang konsen pada isu-isu pemberantasan korupsi. Kita mendorong agar ini cepat selesai," tutupnya.

Manager Nasution mengatakan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan sama seperti kasus terorisme. Kasus penyiraman air keras tidak pantas dianggap kasus biasa. "Ini sudah 55 hari, pertanyaan kalau ini kasus biasa ini harusnya sudah selesai. Kalau kasus luar biasa seperti terorisme saja dalam tiga hari bisa ketemu kenapa kasus Novel tidak?" tanyanya.

KOORDINASI DENGAN KPK - Dalam penanganan kasus ini, sebelumnya, pihak Polda Metro Jaya telah berkoordinasi dengan KPK. Pihak KPK sendiri telah membagi informasi kasus-kasus yang ditangani Novel Baswedan untuk mengungkap teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK tersebut.

Seperti diketahui, Novel diserang setelah menunaikan salat subuh di Masjid Al-Ihsan, Selasa (11/4), di dekat kediamannya, Jalan Deposito T Nomor 8, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Novel kemudian menjalani operasi mata di rumah sakit di Singapura pada Kamis (18/5) karena penglihatannya tak kunjung membaik.

Untuk menangani kasus ini, pihak Komnas HAM pun mengaku akan berkoordinasi dengan KPK. "Kita punya data punya informasi kita kemudian mengkoordinasikan dengan KPK, yang kedua ingin mengundang KPK untuk punya perhatian yang sama, setidaknya kami belum tahu," kata Manager.

Dia meminta KPK memberi perhatian ekstra untuk mencari jalan keluar dalam kasus Novel. Menurut Manager, sudah banyak catatan buruk yang menimpa pegiat antikorupsi. Jika kasus ini tidak tuntas, maka itu bisa membuat ketakutan tersendiri bagi KPK.

"Novel itu jangan dilihat cuma Novelnya tapi serangkaian peristiwa yang terjadi terhadap para pegiat antikorupsi, misalnya di Makassar ada penganiayaan, di Medan, di Madura, dan misalnya waktu itu Tama, yang sempat dijenguk oleh SBY dijanjikan akan diusut kasusnya namun sampai ganti kepemimpinan masih belum," kata Manager.

Desakan agar kasus Novel dituntaskan juga muncul dari kalangan masyarakat sipil. Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK mendesak pemerintah segera membentuk tim investigasi independen dalam kasus teror terhadap Novel Baswedan. Desakan agar investigasi dilakukan karena koalisi menemukan 4 kejanggalan dalam pengungkapan kasus itu.

"Kami temukan 4 kejanggalan. Pertama, tidak ditemukan sidik jari, kepolisian tidak mengeluarkan CCTV. (Ketiga) kepolisian menangkap dua orang dan melepas kembali dalam kasus ini. Inkonsistensi keterangan Mabes Polri dan penyidik. Ada upaya untuk membuat kasus ini menguap," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani, dalam jumpa pers di KontraS, Jl Kramat II, Jakarta Pusat, Jumat (2/6).

Inkonsistensi keterangan yang dimaksud adalah sejumlah pernyataan dari Mabes Polri mengenai polisi yang mengetahui pelaku penyiram air keras terhadap Novel dan juga menangkap orang yang diduga pelaku. "Namun ternyata tidak ada perkembangan yang jelas. Keterangan tersebut bahkan direvisi oleh tim penyidik Polda Metro Jaya dan menyatakan orang yang ditangkap bukanlah pelaku," ujar Yati.

Sementara itu, anggota Divisi Investigasi dan Publikasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, menyebut pemerintah harus membuat tim investigasi independen. Tim investigasi bisa dibentuk dengan keputusan presiden. Hasil kerja tim investigasi harus bisa dipertanggungjawabkan. Tim investigasi nantinya bisa memberikan informasi perkembangan terkait dengan kasus Novel kepada publik secara transparan. "Jadi nanti, kami harap tim investigasi itu bisa memberikan informasi kepada publik secara transparan. Tentunya sesuai dengan aturan-aturan," kata Tama.

Sementara itu, Muhammad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengatakan pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, harus berani mengambil langkah tegas. "Dia harus berani dan out of the box, dia terkenal dengan cara itu kan," kata Isnur.

KETERLIBATAN MIRYAM S HARYANI - Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut Miryam S Haryani berpotensi terlibat dalam kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. KPK ingin mendengar secara langsung jika memang pihak yang bertanggung jawab sudah ditemukan.

"Kalau ditemukan pihak-pihak yang bertanggung jawab soal penyerangan terhadap Novel, kami ingin dengar update secara periodik, siapa saja dan apa saja yang dilakukan tim Polri," tegas Kabiro Humas Febri Diansyah di kantornya, Jl Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (23/5). "Jadi kami dalam sikap menunggu update langsung dari Polri," imbuhnya.

KPK membenarkan, dalam koordinasi, pihak kepolisian sempat mengkonfirmasi telah memeriksa Miryam. Pemeriksaan terkait keterlibatan Miryam dalam kasus Novel didalami saat Miryam ditangkap dan dimintai keterangan sebelum diserahkan ke KPK.

"(Saat rapat koordinasi) Polri mengatakan mereka melakukan sejumlah kegiatan, salah satunya membantu KPK melakukan pencarian dan penangkapan terhadap Miryam. Dan digali apakah ada keterkaitan antara Miryam dan penyerangan Novel. Itu didalami sebelum yang bersangkutan diserahkan ke KPK," ujarnya.

Namun saat itu belum ditemukan indikasi positif atas keterlibatan Miryam. Hingga kini Polda Metro Jaya juga sudah melakukan pemeriksaan kepada beberapa orang namun belum ada tersangka yang ditetapkan. "Saat itu hasilnya belum ditemukan kaitan orang-orang yang diproses Polri itu, terhadap penyerang Novel kemudian dilepas dan masih dilakukan pencarian," pungkasnya.

Hingga kini Polda Metro Jaya sempat memeriksa empat orang, yakni M, H, AL, dan Miko, yang merupakan keponakan Muhtar Ependy. Mengenai pemeriksaan Miryam dan Miko, KPK menyebut penyelidikan oleh kepolisian dilakukan secara deduktif. Ini artinya proses penetapan tersangka ditelusuri dari motif pelaku. (dtc)

BACA JUGA: