JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (E KTP) dengan terdakwa Irman dan Sugiharto akan kembali digelar, hari ini, Senin (17/4). Dalam persidangan kali ini, Jaksa KPK akan kembali mengungkap kejanggalan dalam pengadaan proyek tersebut. Untuk itu Jaksa KPK akan menghadirkan 6 saksi dari pihak Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerinta (LKPP) dan ketua tim lelang.

Hal itu dibenarkan oleh Kepala Humas Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Johannes Priyani. "Keenam saksi yang dihadirkan Jaksa KPK adalah Mahmud (PNS di Ditjen Dukcapil), Joko Kartiko Krisno (Kasubbag Data dan Informasi bagian Perencanaan Sesditjen Dukcapil), Hendry Mamik, Setya Budi Arijanta (LKPP), Toto Prasetyo (PNS di Ditjen Dukcapil), dan Husni Fahmi (Ketua Tim Lelang)," kata Johannes, Senin (17/4).

Jaksa KPK memang sudah mulai masuk ke tahap pengadaan proyek dalam pemeriksaan saksi-saksi di sidang. Pada sidang sebelumnya, jaksa KPK mengungkapkan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam proyek yang akhirnya berimbas pada korupsi.

Salah satunya adanya saran dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang tidak dipatuhi, yaitu penggabungan sembilan lingkup pekerjaan. Penggabungan itu disebut LKPP berpotensi terjadi kegagalan dalam proses pemilihan dan pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara serta akan menghalangi terjadinya kompetisi dan persaingan sehat.

Kemudian, dalam persidangan juga terungkap, dari tiga konsorsium yang mengikuti tender proyek E KTP, yaitu Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Astra Graphia, dan Mega Global Jaya Grafia, tidak ada satupun yang memenuhi syarat. Ketiganya diketahui tidak memenuhi syara mandatori atau syarat wajib mengikuti proyek senilai Rp5,9 triliun itu, namun proses lelang tetap dilanjutkan.

"Kesaksian penting dari tim teknis ini adalah tiga konsorsium itu ada syarat mandatori wajib yang kemudian pada proof of concept, itu mereka tidak lolos," kata jaksa Irene Putri di sela sidang di PN Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (13/4).

Ketiga konsorsium tersebut tetap diloloskan oleh terdakwa Sugiharto yang saat itu menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). "Tapi kemudian, ini sama terdakwa II, sama ketua panitia pengadaannya, tetap dilanjutkan proses lelangnya. Jadi harusnya pada saat itu sudah gugur berdasarkan persyaratannya," ujar Irene.

Irene menjelaskan, para anggota tim teknis mengakui adanya pertemuan di ruko Fatmawati bersama sejumlah principal. Dalam pertemuan tersebut disepakati spesifikasi teknis terkait proyek e-KTP. "Bahwa spesifikasi-spesifikasi teknis yang ada kemudian sudah direncanakan sejak awal di ruko Fatmawati," tutur Irene.

Kemudian, ada juga kesaksian dari pihak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dwidharma Priyasta yang menjelaskan 3 konsorsium tersebut, termasuk PNRI tidak lolos uji teknis. Dwidharma menjelaskan, hasil dari pengujian perangkat dan output atau proof of concept (POC) yang diikuti oleh konsorsium PNRI, Astra Graphia, dan Mega Global Jaya Grafia Cipta menunjukkan ketiga konsorsium itu gagal.

POC itu terdiri dari pengujian simulasi layanan e-KTP, pengujian pencetakan blangko e-KTP, pengujian chip, dan pengujian AFIS dengan melakukan uji perekaman. Menurut Dwidharma, produknya sesuai spesifikasi tetapi tidak sesuai dengan yang ditawarkan. "Produk itu sesuai dengan spesifikasi tapi tidak sesuai yang ditawarkan," jawab Dwidharma.

Kemudian jaksa KPK bertanya tentang key management system (KMS) dalam pengadaan e-KTP. Jaksa menanyakan apakah produk sistem keamanan e-KTP tetap berjalan meski sistem tidak terintegrasi.

"Terkait sistem kerja KMS, dalam hal alat ini tidak bekerja dan proses dijalankan. POC kan pembuktian atas produk. Pada saat pengujianm dengan tidak terintegrasinya alat tadi, apakah keamanan dari e-KTP itu terwujud?" tanya jaksa KPK.

"Kalau bisa menyambungkan dengan merk lain, kalau dengan harus memastikan bahwa HSM (hardware security modul) itu harus mampu jalan dengan individual," jawab Dwidharma.

Dalam surat dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, jaksa KPK menyebut pemenang lelang yaitu konsorsium PNRI tidak dapat mengintegrasikan antara HSM dengan KMS sehingga tidak memenuhi spesifikasi sistem keamanan kartu atau perangkat dan data sebagaimana yang ditetapkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Namun konsorsium PNRI tetap memenangkan lelang proyek tersebut.

EVALUASI TEKNIS BAGUS - Sementara itu, berbeda dengan kesaksian dari pihak BPPT, mantan sekretaris panitia lelang proyek e-KTP, Pringgo Hadi Tjahyono, menyebut konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) memenangi tender proyek E KTP lantaran evaluasi teknisnya bagus. Selain itu, Pringgo menyebut harga penawaran yang diajukan paling rendah. "Dalam evaluasi penilaian teknis tinggi dan penawarannya rendah," ujar Pringgo.

Pringgo menyebut, sebelum penetapan pemenang lelang, ada review dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Setelah itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) selaku pemilik proyek menandatangani penetapan pemenang lelang tersebut. "Setelah dinilai itu sebelum ditetapkan sepertinya minta review BPK atau BPKP sebelum ditandatangani menteri. Setelah mendapat review dari BPK, Pak Menteri menetapkan pemenang," tutur Pringgo.

Namun, sebelum ditandatangani menteri, pejabat pembuat komitmen (PPK) serta Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) memberikan persetujuan. Menurut Pringgo, proyek yang nilainya lebih dari Rp 100 miliar itu haruslah ditandatangani oleh menteri. "Instrumen penilaian dari tim teknis. Panitia lelang menerima hasil penilaian dari tim teknis. Kalau saya nanya bener nggak, saya juga nggak tahu," kata Pringgo.

Keterangan Pringgo ini berlawanan dengan isi dakwaan Jaksa KPK. Dalam dakwannya, jaksa mendakwa, pihak konsorsium PNRI tidak melampirkan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan, yaitu lampiran sertifikat ISO 9001 dan ISO 14001. Irman, yang saat itu menjabat Dirjen Dukcapil memerintahkan Sugiharto, Drajat Wisnu Setyawan, dan Husni Fahmi mengupayakan agar konsorsium PNRI memenuhi persyaratan tersebut.

Namun, sampai batas akhir waktu pemasukan penawaran, konsorsium PNRI tidak dapat melampirkan syarat itu. Meski demikian, konsorsium PNRI tetap lolos dan bisa memenangi proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.

Pihak Kemendagri juga menegaskan, tak ada penyimpangan dalam proyek ini. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memastikan proses lelang pengadaan sebanyak 7 juta blangko e-KTP tahun ini telah sesuai prosedur. Tjahjo mengaku telah berkonsultasi dengan KPK dan BPKP dalam proses lelang tersebut.

"Sekarang pengadaan clear sudah konsultasi dengan KPK, BPKP dan lain-lain juga," ucap Tjahjo usai membuka acara Musrembang Jabar, di Hotel Intercontinental, Kabupaten Bandung, Kamis (13/4).

Tjahjo mengaku telah menandatangani kontrak untuk pengadaan 7 juta blangko pada 21 Maret lalu. Tjahjo mengaku agak khawatir bila ada yang tidak sesuai sehingga dia melakukan proses pengadaan itu dengan hati-hati. "Saya tanda tangan takut jadi harus teliti," ujarnya.

Rencananya 7 juta blangko yang disiapkan itu akan segera didistribusikan ke daerah pada April ini. Blangko ini diprioritaskan untuk warga yang telah melakukan perekaman dengan status print ready record.

Menurut Tjahjo, adanya kasus proyek e-KTP cukup menguras energi. Ada sebanyak 68 pejabat di lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) yang dipanggil KPK untuk dimintai keterangan. "Ini cukup mempengaruhi psikis. Bayangkan saja satu blangko yang harganya Rp4.500 di-mark up menjadi Rp16 ribu. Makanya sekarang hati-hati. Kalau nggak hati-hati bahaya," imbuh Tjahjo. (dtc)

BACA JUGA: