JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus dugaan suap yang menjerat Country Director PT Eka Prima Ekspor Indonesia (EKP) sekaligus Direksi PT Lulu Group Ramapanicker Rajamohanan Nair mengungkap berbagai fakta menarik. Selain dugaan adanya peran Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi, ada nama lain yang turut disebut mempunyai peran dalam perkara ini.

Adalah Arif Budi Sulistyo, nama yang tiba-tiba muncul dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan Rajamohanan. Berbeda dengan beberapa nama lain yang disebutkan lengkap dengan jabatan, nama Arif tidak disebut secara utuh oleh Jaksa.

Usut punya usut Arif ternyata merupakan Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera yang merupakan perusahaan milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) meskipun Presiden RI ke-7 ini disebut telah melepas status kepemilikan semenjak menjabat Walikota Surakarta.

Arif juga disebut adik ipar dari Jokowi. Pria kelahiran 23 November 1966 ini beberapa kali memberikan pernyataan kepada wartawan pada saat Jokowi memenangi Pilpres 2014 dan juga ketika terjadi musibah kebakaran PT Rakabu Sejahtera pada Apri 2016 lalu.

Informasi yang diterima sejumlah wartawan membenarkan jika Arif merupakan adik ipar dari Presiden Jokowi. Dalam surat dakwaan Jaksa KPK atas Rajamohanan, Arif mempunyai andil dalam meloloskan kewajiban pajak Rajamohanan sebesar Rp78,7 miliar.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan jika Arif merupakan mitra bsnis dari Rajamohanan. Selain itu dalam surat dakwaan juga disebut ia adalah kolega dari Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus, Muhammad Haniv.

"Nama yang muncul Arif Budi Sulistyo dalam rangkaian perisitiwa ini dudga mitra bisnis terdakwa, dan mengenal pihak-pihak di Ditjen Pajak," kata Febri di kantornya, Selasa (14/2) petang.
SAKSI PENTING - Munculnya Arif dalam surat dakwaan terhadap Rajamohanan memang menjadi pertanyaan tersendiri. Pasalnya, dalam proses penyidikan perkara yang berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) ini, nama Arif sama sekali tidak pernah tercantum di dalam jadwal pemeriksaan yang dilakukan penyidik.

Namun Febri sendiri memastikan jika Arif pernah diperiksa pada pertengahan Januari lalu sebagai saksi saat Rajamohan masih berstatus tersangka. Meskipun begitu, Febri mengakui jika nama Arif tidak pernah tercantum di dalam jadwal pemeriksaan yang dilakukan tim penyidik.

Mantan aktivis ini membantah jika hal tersebut karena KPK tidak ingin mengungkap identitas Arif. Febri berdalih jika Arif merupakan salah satu saksi penting sehingga dirinya tidak dicantumkan di dalam jadwal pemeriksaan.

"Ada 3 hal yang penting dibuktikan mulai hubungan perkenalan sejumlah pihak, pertemuan yang dihadiri Dirjen Pajak dan komunikasi terkait pengurusan pajak, kami pandang itu sebagai hal yang harus dibuktikan di persidangan," terang Febri.

Alasan lain yang diutarakan Febri, hal tersebut merupakan salah satu strategi KPK dalam proses penyidikan. "Ada kebutuhan dan strategi penyidikan agar penyidik fokus substansi penanganan perkara dan sampai bisa menyusun dakwaan. Untuk tersangka yang jadi terdakwa," pungkasnya.

Febri juga mengamini jika nantinya Arif akan dhadirkan sebagai saksi di persidangan. Apalagi keterangannya dianggap penting dalam membuktikan surat dakwaan Jaksa terhadap perkara ini.

"PU akan membuktikan semua yang disampaikan dalam dakwaan termaasuk tiga hal tadi semua saksi-saksi dan bukti yang relevan untuk membuktikan dakwaan akan dihadirkan di persidangan," imbuhnya.

Dalam surat dakwaan Rajamohanan, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv bertemu dengan penyidik pajak Handang Soekarno dan menyampaikan pesan dari Arif Budi Sulistyo bahwa ia ingin melakukan pertemuan dengan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi.

Maksud dari pertemuan itu diduga untuk membantu Rajamohanan yang sedang terlilit beberapa kasus pajak termasuk kewajiban dengan total Rp78,7 miliar.

"Pada tanggal 22 September 2016, Muhammad Haniv bertemu dengan Handang Soekarno kemudian Muhammad Haniv menyampaikan keinginan Arif Budi Sulistyo supaya dipertemukan dengan Ken Dwijugiasteadi selaku Direktur Jenderal Pajak.

Keesokan harinya tanggal 23 September 2016 Handang Soekarno mempertemukan Arif Budi Sulistyo dengan Ken Dwijugiasteadi di Lantai 5 Gedung Dirjen Pajak," ungkap jaksa KPK Ali Fikri.

Pertemuan itu berbuntut keputusan yang menguntungkan perusahaan Rajamohanan. Yakni, penghapusan tunggakan kewajiban pajak PT Eka Prima Ekspor Indonesia senilai Rp52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015.

"Selanjutnya Muhammad Haniv selaku Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Nomor : KEP- 07997/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 2 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00270/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2014 atas nama Wajib Pajak PT EKP dan Surat KeputusanNomor:KEP-
08022/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 3 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00389/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2015 atas nama Wajib Pajak PT EKP, yang mana kedua surat keputusan tersebut diterima Terdakwa pada tanggal 7 November 2016," ungkap jaksa.

Sebelum diterbitkannya surat keputusan itu, perusahaan Rajamohanan yang terafiliasi dalam Lulu Group itu memang menghadapi persoalan pajak. Diantaranya terkait restitusi pajak sebesar Rp 3,5 miliar pada periode Januari 2012-Desember 2014.

Kemudian permohonan atas restitusi itu diajukan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam. Akan tetapi, permohonan restitusi itu ditolak lantaran PT EKP ternyata memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015. Tunggakan itu sebagaimana tercantum dalam surat tagihan pajak dan pertambahan nilai (STP PPN) tanggal 6 September 2016.

Selain itu, KPP PMA Enam juga mengeluarkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP. Dasar pencabut itu ditenggarai lantaran PT EKP tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan. "Sehingga ada indikasi restitusi yang diajukan tidak sebagaimana semestinya," ujar jaksa.

Atas persoalan itu, Rajamohanan lantas meminta bantuan Muhammad Haniv selaku Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus agar membatalkan tunggakan STP PPN tersebut. Kepada Rajamohanan, Haniv menyarankan agar PT EKP membuat surat pengaktifan PKP ke KPP PMA Enam.

Nah setelah pertemuan di Lantai 5 Gedung Ditjen Pajak itu, Haniv memerintahkan Kepala KPP PMA Enam Johnny Sirait agar membatalkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP. Diduga, titah tersebutĀ  merupakan arahan dari Ken.

Sebelumnya KPK juga telah memeriksa Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi terkait kasus dugaan suap pengamanan wajib pajakā€Ž PT EK Prima Ekspor Indonesia pada Kamis (5/1) lalu. Ken diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka berinisial RRS. Dalam pernyataan singkatnya, Ken menegaskan tidak ada yang namanya penghapusan pajak.

BACA JUGA: