JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak eksepsi yang diajukan pihak mantan Presiden Direktur PT Geo Dipa Energi Samsudin Warsa dalam sidang kasus penipuan atau penggelapan dalam kontrak pengadaan energi panas bumi antara PT Geo Dipa dengan PT Bumigas Energi. Ketua Majelis hakim Djoko Indiarto memutuskan, perkara Samsudin Warsa dilanjutkan pemeriksaannya ke pokok perkara.

"Menolak keberatan penasehat hukum dan terdakwa untuk seluruhnya. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk melanjutkan persidangan terdakwa Samsudin Warsa," kata Djoko Indiarto, dalam putusan selanya yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2).

Menurut majelis hakim, eksepsi penasihat hukum terdakwa yang masuk ke dalam materi eksepsi dalam hukum acara pidana adalah hanya sebatas eksepsi error in persona. Selain itu, majelis juga menilai, eksepsi terdakwa juga dinilai tidak cermat dan jelas mengenai waktu dan tempat terjadinya tindak pidana. Terkait eksepsi error in persona, majelis menilai perbuatan terdakwa adalah dalam kedudukannya sebagai Presiden Direktur yang pada tanggal 1 Februari 2005 menandatangani kontrak dengan PT Bumigas Energi.

"Oleh sebab itu, terdakwa jelas didakwa sebagai organ perseroan terbatas yang pada waktu terjadinya tindak pidana dianggap bertanggung jawab," ucap hakim ketua Indiarto.

Sehubungan dengan keberatan terdakwa mengenai kesalahan penulisan tempat lahir terdakwa, menurut majelis hakim, jaksa penuntut umum sudah menyampaikan hal tersebut sebagai salah ketik dan diperbaiki dan diketahui terdakwa dan penasihat hukumnya dalam sidang pertama pembacaan dakwaan. "Lebih lanjut mengenai daluwarsa perkara, majelis menilai waktu terjadinya tindak pidana adalah pada 1 Februari 2005 atau di waktu lain di tahun 2005, sehingga setidaknya dianggap terjadi sejak 1 Januari 2005 hingga 31 Desember 2005," kata Indiarto.

Soal keberatan terdakwa terkait daluwarsa penuntutan, lanjut majelis hakim, dihitung keesokan harinya setelah tindak pidana dilakukan. Sementara yang dimaksud dengan penuntutan adalah agar perkara diperiksa dan diputus oleh majelis hakim dalam sidang di pengadilan. "Perkara a quo dilimpahkan, pada tanggal 1 Desember 2016. Ini berarti belum mencapai 1 Januari 2017, sehingga belum daluwarsa," ujar majelis hakim.

Majelis hakim menambahkan, dakwaan juga telah secara cermat, jelas dan lengkap dalam menguraikan dakwaannya mengenai waktu dan tempat terjadinya tindak pidana. Sehubungan dengan dalil minutes of meeting dan perkara adalah termasuk perkara perdata sebagaimana disampaikan dalam eksepsi terdakwa, hal tersebut sudah masuk ke dalam pokok perkara. "Niscaya akan diperiksa oleh majelis hakim," ujar Indiarto.

Lebih lanjut mengenai berlarutnya penyidikan yang dikaitkan dengan Perkap No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, adalah persoalan internal penyidik dengan institusinya. Majelis hakim memutuskan, persidangan akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum pada pekan depan tanggal 20 Februari 2017 mendatang.

Terkait putusan sela majelis hakim Jakarta Selatan itu, pihak kuasa hukum PT Bumigas Energi menyambut baik. "Kami menyambut baik dan positif putusan majelis hakim. Menurut kami majelis hakim telah bekerja secara profesional, adil dan imparsial," kata ujar kuasa hukum PT Bumigas Energi Khresna Guntarto, dalam pernyataan tertulis yang diterima gresnews.com, Senin (13/2).

Khresna mengatakan, eksepsi itu memang layak ditolak lantaran sebagian besar telah memasuki pokok perkara. "Sementara mengenai error in persona tidak tepat, karena dakwaan JPU sudah jelas menyebut Terdakwa dalam kapasitasnya sebagai mantan Presiden Direktur PT Geo Dipa Energi. Sementara perkara ini belum daluwarsa, karena dilakukan pada 1 Februari 2005, sementara perkara telah dilimpahkan sejak 1 Desember 2016 lalu ke persidangan," kata Khresna.

Khresna menyatakan, pihak Bumigas Energi melihat, jika terdakwa Samsudin lolos dari perkara ini, maka akan menjadi pil pahit dalam berinvestasi di bidang panas bumi. PT Bumigas Energi sebagai kontraktor sekaligus investor yang memenangkan proyek dari PT Geo Dipa Energi ‎merasa dizalimi mengenai izin konsesi berupa wilayah kuasa pengusahaan dan izin usaha panas bumi yang ternyata tidak dimiliki Geo Dipa Energi.

"Kami telah menanyakan kepada aparat penegak hukum, apabila tidak ada izin usaha panas bumi, kami selaku kontraktor dan investor tidak akan mungkin bisa melaksanakan proyek tersebut, karena bisa menjadi pelanggaran hukum," ujar dia.

"Jelas sekali pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT Geo Dipa Energi ini karena tidak memiliki izin usaha panas bumi sebagaimana diamanatkan UU No.27/2003 tentang Panas Bumi," tutupnya.

PERDATA - Sementara itu, sebelumnya saat mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa, pihak kuasa hukum Samsudin yang didakwa melakukan penipuan dan penggelapan, menegaskan kasus ini bukanlah ranah pidana, melainkan perdata. "Dari awal kita sudah melihat kasus ini murni perdata, jadi ini sebenarnya kriminalisasi yang dilakukan terhadap eks Direktur PT Geo Dipa," ujar kuasa hukum Samsudin, Lia Alizia, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jl Ampera Raya, Rabu (11/1).

Lia mengatakan, dalam kasus ini, Samsudin melakukan perjanjian bukan atas nama pribadi, melainkan mewakili suatu perusahaan. Lia juga mempermasalahkan tenggat penyelidikan hingga ke tahap penuntutan.

"Secara poin adalah misalnya dakwaan ditujukan kepada direktur, padahal ini kan melakukan tanda tangan perjanjian dan negosiasi itu kan bukan semata-mata pribadinya, tapi mewakili PT Geo Dipa saat itu. Kemudian yang kedua adalah misalnya jangka waktu, kita beranggapan ini sudah lewat waktu dari segi penuntutan sampai akhirnya ini disidangkan," ucapnya.

Dia mengatakan jaksa secara tegas menyatakan dugaan tindak pidana oleh Samsudin dilakukan pada 22 Oktober 2002-5 Maret 2003. Dengan demikian, penuntutan atas dugaan tindak pidana penipuan berdasarkan Pasal 378 KUHP tersebut harus dilaksanakan paling lambat pada 2015. "Tapi penuntut umum baru melimpahkan pemeriksaan perkara ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 25 Oktober 2016," ujarnya.

Dia juga menegaskan soal Pasal 378 KUHP yang didakwakan kepada Samsudin. Namun, menurut Lia, jaksa penuntut tidak dapat menguraikan secara lengkap unsur-unsur pada pasal tersebut.

"Surat dakwaan sama sekali tidak menjelaskan secara lengkap seluruh unsur-unsur delik yang dituduhkan kepada klien kami. Di dalam surat dakwaan, klien kami didakwa telah melakukan tindak pidana penipuan berdasarkan Pasal 378 KUHP. Namun, pada faktanya, penuntut umum telah gagal untuk menguraikan secara lengkap unsur-unsur Pasal 378 KUHP yang dikaitkan dengan peristiwa dan tindakan yang diuraikan di dalam surat dakwaan," ujarnya.

Dalam perkara ini, jaksa mendakwa Samsudin sebagai Presiden Direktur PT GDE tahun 2005 dengan ancaman 4 tahun penjara. Menurut jaksa, pada 2005 itu Samsudin memakai nama palsu untuk memberi piutang dan menghapus piutangnya, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Jaksa mendakwa, sebagai Presiden Direktur PT GDE tahun 2005 terdakwa memiliki niat untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. "Perbuatan terdakwa Samsudin Warsa didakwa pasal 372 atau 378 KUHP," ujar Kasipidum Kajari Jakarta Selatan Chandra Saptaji beberapa waktu lalu.

Awal mulanya, PT GDE mengundang PT Bumi Gas Energi (BGE) untuk ikut tender proyek pembangkit listrik panas bumi Dieng Patuha. Tender tersebut pun diikuti oleh 5 perusahaan, hingga akhir PT BGE terpilih sebagai pemenang tender.

Sementara PT GDE sendiri belum mendapat persetujuan dari pemegang saham. Sampai akhirnya 17 Mei 2004, PT GDE memberikan share holder approval (persetujuan pemegang saham) kepada PT BGE. Sebagai pemenang tender PT BGE telah meminta copy izin konsesi yang dimiliki PT GDE. Meski telah meminta berulang kali, namun PT GDE selalu berdalih izin tersebut masih dalam proses.

Singkat cerita, PT BGE menandatangani perjanjian keuangan yang disaksikan terdakwa dengan CNT Hongkong. Sehingga perusahaan tersebut melepaskan saham 6 persen sebagai persyaratan dana pinjaman sebesar US$500 juta.

Akan tetapi, surat yang keluar Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral pada 27 Maret 2005 menyerahkan tanggung jawab dan pengelolaan wilayah kerja panas bumi (WKP) Dieng Patuha kepada Pertamina. Sedangkan terdakwa sendiri bertindak seolah-olah memiliki izin konsesi dengan memerintah PT BGE sebagai pelaksana proyek PLTP Dieng Patuha. (dtc)

BACA JUGA: