JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung boleh saja menyebut capaian kinerjanya pada 2016 ada peningkatan. Ada 1.392 kasus yang disidik Koprs Adhyaksa sepanjang tahun kemarin. Tetapi, performa Kejagung dalam menangani perkara korupsi tetap saja dipertanyakan. Pasalnya, pihak Kejagung tetap tak mau terbuka terkait data kasus korupsi yang dihentikan penyidikan perkaranya alias di SP3.

Dalam konferensi pers Capaian Kinerja 2016 Kejaksaan Agung pada Rabu (4/1), Kejaksaan lebih banyak menyampaikan angka-angka semata. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum mengatakan, jumlah penyelidikan yang dilakukan Kejagung di 2016 mencapai sebanyak 1.451 perkara. Penyidikan sebanyak 1.392 perkara dan penuntutan sebanyak 2.066 perkara.

Sementara terpidana yang dieksekusi sebanyak 1.557 terpidana. "Peran sentral kejaksaan dalam penanganan dilakukan oleh bidang Pidsus," kata Rum di Kejaksaan Agung.

Tak hanya soal penanganan perkara korupsi, Pidsus juga membanggakan prestasi telah menyelamatkan uang negara senilai Rp275,6 miliar. Tak berhenti sampai disana, Bidang Pidsus Kejaksaan juga menegaskan telah berhasil mengeksekusi uang pengganti kerugian negara sebesar Rp212,2 miliar dan pidana denda Rp41,6 miliar. Dan PNBP Pidsus sebesar Rp1,3 triliun.

Namun Rum tak menjawab saat ditanya soal perkara korupsi yang di SP3. Rum hanya berkilah bahwa SP3 satu perkara bagian dari proses hukum. Penghentian satu perkara dilakukan jika dalam prosesnya tidak ditemukan cukup bukti.

Dari catatan Gresnews.com, selama 2016 sejumlah perkara korupsi dihentikan penyidikannya. Diantaranya kasus dugaan korupsi penjualan lahan PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Padahal penyidik sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Para tersangka yakni Direktur PT Wahana Agung Indonesia (Ancol Beach City) Freddie Tan (Awi), Komisaris PT Delta Jakarta Oky Sukasah dan mantan Direktur Utama Jakpro (BUMN) I Gusti Ketut Gede.

Kasus lainnya adalah kasus penjualan aset Patal Bekasi. Kasus ini disidik sesuai surat perintah penyidikan nomor: Print-71 sampai 73/F.2/ Fd. 1/05/2013. Dalam kasus ini Kejaksaan Agung sudah menetapkan Dirut PT Industri Sandang Nusantara (ISN) Leo Pramuka, Direktur Keuangan PT ISN Widjaja Kesno Brojonegoro dan karyawan ISN Efrizal sebagai tersangka.

Sayangnya, kasus ini juga dihentikan penyidikannya. Kasus berawal saat Manajemen PT ISN menjual lahan Patal Bekasi seluas 160 hektare dengan harga "hanya" sebesar Rp160 miliar. Padahal, harga tanah di pasaran untuk kawasan itu sudah mencapai di atas Rp1 juta per-meter2. Akibatnya, negara diduga dirugikan sekitar Rp60 miliar.

Lalu pada 2015 Kejaksaan Agung juga menerbitkan SP3 sejumlah kasus. Di antaranya kasus dugaan korupsi pengadaan lima unit mobil pemadam kebakaran (Damkar) di AP I senilai Rp63 miliar. Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lima unit mobil pemadam kebakaran (Damkar) di AP I, Kejaksaan Agung beralasan tidak ditemukan kerugian negara. Padahal sudah ada dua tersangka yakni Dirut PT Angkasa Pura (AP) I Tommy Soetomo dan Direktur PT Scientek Computindo Hendra Liem.

Lalu kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat pengering gabah atau drying centre di Bank Bukopin yang diduga merugikan negara sekitar Rp76 miliar. Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat pengering gabah atau drying centre di Bank Bukopin yang diduga merugikan negara sekitar Rp76 miliar tak jelas alasannya mengapa dihentikan penyidikannya padahal ada 11 tersangka dalam kasus tersebut.

BISA DIBUKA KEMBALI - Terhadap kasus yang di SP3, Rum mengatakan bisa ditinjau ulang jika memenuhi syarat-syarat tertentu. Kasus-kasus tersebut jika ditemukan bukti baru akan dibuka kembali. "Itu bisa kita buka lagi nanti," kata Rum.

Sementara itu Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengaku prihatin dengan kasus-kasus yang di SP3. Uchok meminta Kejagung menjelaskan kasus-kasus yang di SP3 itu. "Sungguh prihatin dengan kinerja Kejagung, kerja hanya bisa menuntaskan kasus dengan SP3 bukan membawa ke pengadilan untuk dibuktikan," kata Uchok mengomentari kasus yang di SP3 Kejagung.

Dari catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) beberapa waktu lalu, dua tahun di bawah kepemimpinan Jaksa Agung M Prasetyo, banyak kerja pemberantasan korupsi Korps Adhyaksa yang tidak memuaskan. Selama dua tahun kepemimpinan Prasetyo kinerja penindakan kasus korupsi di Kejaksaan Agung sepanjang November 2014-Oktober 2016 hanya mampu menangani 24 kasus dengan melibatkan 79 tersangka dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,5 triliun.

Dari 24 kasus itu sekitar 16 kasus masih berstatus dalam penyidikan. Sedangkan delapan kasus naik ke penuntutan. Salah satu kasusnya adalah kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran BUMD PD Dharma Jaya yang melibatkan Basuki Ranto (Plt Direktur Usaha PD Dharma Jaya) dan Agus Indrajaya (Direktur Keuangan PD Dharma Jaya).

Kasus lainnya, kasus jaringan sampah di Dinas PU DKI, berkas perkara mantan Kepala Dinas PU DKI Jakarta Ery Basworo tak jelas. Padahal tersangka lain telah dibuktikan bersalah di pengadilan. Juga kasus kasus BJB Tower dengan tersangka Dirut PT Comradindo Lintasnusa Perkasa Tri Wiyasa. Status Tri Wiyasa tak jelas setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan dari Tri Wiyasa atas penetapan tersangkanya.

Lainnya, kasus korupsi pemanfaatan spektrum 2,1 Ghz untuk jaringan 3G oleh PT Indonesia Mega Media (IM2) Tbk, anak usaha PT Indosat dengan 4 tersangka. Empat tersangka yang sejak 2012 tidak diajukan ke pengadilan yakni mantan Dirut PT Indosat Tbk., Johnny Swandi Sjam, Hary Sasongko ‎dan dua tersangka korporasi PT IM2 Tbk dan PT Indosat Tbk.

Johnny Swandi Sjam dan Hary Sasongko dalam putusan Indar Atmanto (mantan Presdir PT IM2) disebut secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Indar divonis 8 tahun penjara dan mewajibkan korporasi membayar uang pengganti Rp1,3 triliun.

BACA JUGA: