JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung mendalami kasus dugaan korupsi yang melibatkan anak usaha PT Harita Group yakni PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (PT KPT) di Kabupaten Halmahera Timur Maluku Utara. Kasus ini terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan RI serta penyalahgunaan terbit Clear and Clean (CnC) dan kasus penetapan jumlah royalti dari Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dalam sepekan terakhir, tim penyidik memeriksa sejumlah saksi yang diduga mengetahui terjadinya penyalahgunaan pemberian izin ini. Saksi yang diperiksa adalah Badrun Zaini, pegawai Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Provinsi Manado selaku anggota Tim Pelaksana Tata Batas Kawasan Hutan. Lalu Farhanah sebagai mantan Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah 6 Manado selaku penanggungjawab kegiatan tata batas. Sebelumnya penyidik juga memeriksa Suparno selaku mantan Kepala Biro Hukum Kementerian Kehutanan.

"Keterangan para saksi akan diteliti penyidik untuk menentukan siapa-siapa tersangkanya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum, Kamis (101/11).

Mantan Wakajati DKI Jakarta ini mengatakan, dalam kasus ini diduga terjadi perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan antara lain menggunakan surat palsu berupa rekomendasi Gubernur Maluku Utara terhadap lahan yang diberikan Kuasa Pertambangan (KPK) oleh Bupati Halmahera Timur yang diberikan kepada PT KPT. Selain itu juga terjadi penyalahgunaan kewenangan penerbitan sertifikat Clear and Clean dari Ditjen Minerba Kementerian ESDM serta penetapan jumlah royalti menyangkut ekspor Nikel.

Untuk menguatkan bukti dugaan korupsi penyidik memeriksa sejumlah saksi. Saksi Badrun Zaini selaku Tim Pelaksana kepada penyidik menyampaikan pelaksanaan tata batas sesuai permohonan IPPKH atas nama PT Kemakmuran Pertiwi Tambang di Kabupaten Halmahera Timur Maluku Utara. Hal yang sama juga disampikan saksi Farhanah yang saat itu menjabat Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah 6 Manado.

Sementara saksi Suparno menerangkan bahwa pernah ada permintaan hukum terkait adanya putusan Mahkamah Agung yang menolak gugatan PT Kemakmuran Pertiwi Tambang atas penerbitan kuasa pertambangan oleh Gubernur Maluku Utara kepada PT Wacana Karya Mineral.

"Sudah ada 12 saksi yang kita periksa. Jadi penyidikan terus jalan, tunggu saja," kata Rum.

PT KPT merupakan anak usaha dari Harita Group. Dikutip dari Wikipedia, Harita Group adalah konglomerat bisnis Indonesia yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga Lim Hariyanto Wijaya Sarwono. Perusahaan ini bergerak di sektor sumber daya alam dengan wilayah operasi di seluruh Indonesia. Harita Group saat ini mengoperasikan bisnis pertambangan nikel, bauksit, dan perkebunan kelapa sawit (lewat Bumitama Agri di Singapura), perkapalan, perkayuan, dan batu bara.

Saat ini PT KPT menggugat Surat Keputusan (SK) Gubernur Maluku Utara (Malut) saat ini, Abdul Gani Kasuba yang mencabut izin usaha pertambangan nikel di Kabupaten Halmahera Timur. PT KPT juga melakukan gugatan intervensi terhadap PT Wacana Karya Mineral (WKM), perusahaan yang menggantikan posisi PT KPT.

PEMALSUAN SURAT - Rum menegaskan, dalam kasus ini ada dua perbuatan melawan hukum. Pertama, masalah penggunaan surat palsu. Kedua masalah penyalahgunaan kewenangan untuk penerbitan sertifkat CnC. Akibat perbuatan melawan hukum itu mengakibatkan kerugian negara yang mencapai ratusan juta dolar.

"Soal kerugian negara ini, masih dalam perhitungan di BPKP," kata Rum.

Dalam kasus ini pemalsuan surat rekomendasi Gubernur Maluku Utara Thaib Armain sendiri, kasusnya telah berkuatan hukum tetap. Karo Hukum Pemprov Maluku Utara Rusdy Rasid dan Manager PT KPT Hadi telah divonis bersalah oleh pengadilan.

PT KPT melakukan penambangan ilegal sejak 2009 hingga pertengahan 2012. Hasil tambangnya telah diekspor ke sejumlah negara khususnya China.

Pemalsuan tanda tangan Gubernur Thaib Armain sendiri bermula pada 1 Desember 2008 ketika Hadi selaku Manajer Divisi Perizinan PT KPT mengajukan surat permohonan untuk diterbitkannya rekomendasi gubernur. Rekomendasi merupakan salah satu persyaratan mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan.

Kemudian, surat permohonan oleh Hadi diberikan kepada tersangka Rusdy yang kala itu menjabat Kabiro Hukum Pemprov Malut. Pada 10 Januari 2009, Rusdy memberikan Surat Rekomendasi Gubernur Nomor 522/113 kepada Hadi di salah satu hotel di Jakarta.

Saat perjalanan pulang Hadi mengkopi surat tersebut yang mana hasil kopian itu dia kirimkan ke Kemenhut dan yang asli diberikan kepada Dirut PT KPT Liem Gunardi dengan menjelaskan tentang perbuatan pengkopian kepada direktur dan disetujui.

Pada 17 Maret 2009 Gubernur Malut Thaib Armain menerbitkan dua surat yaitu surat klarifikasi gubernur dan surat keterangan gubernur yang isinya tidak pernah menandatangani dan menerbitkan rekomendasi Nomor 522/113 kepada Kemenhut.

Sementara itu, Kemenhut mengirimkan surat klarifikasi rekomendasi kepada PT KPT dengan Nomor S.485/PKH/2/2009 tanggal 3 Juni 2009. Namun, oleh PT KPT melalui surat Nomor 03xx/NI/KPT/VI/2009 tanggal 8 Juni 2009 menyatakan bahwa surat yang dikirim gubernur Malut adalah menyesatkan.

BACA JUGA: