JAKARTA, GRESNEWS.COM - Banjir menjadi persoalan laten yang terus menghantui wilayah Jakarta. Untuk itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus sigap mengelola persoalan banjir ini. Termasuk untuk siaga menyediakan anggarannya untuk mengantisipasi permasalahan banjir. Hanya saja alokasi dana banjir yang besar itu ternyata tak surut dari aksi penjarah anggaran oleh orang dalam di lingkungan Pemprov sendiri.    

Padahal, mengacu pada APBD 2015, anggaran untuk menangani banjir di DKI Jakarta mencapai Rp2,7 triliun. Bahkan pada tahun sebelumnya, anggaran untuk ini jauh lebih besar lagi. Anggaran penanganan banjir ini bisa dikatakan sangat berlimpah. Namun sayangnya, anggaran yang berlimpah itu dikorupsi di sana-sini oleh oknum di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

Terakhir Kejaksaan Agung kembali menetapkan 10 tersangka baru kasus penyalahgunaan dana swakelola pengendalian banjir di Dinas Pekerjaan Umum Jakarta Timur. Sebelumnya tiga mantan Kasudin PU  juga jadi tersangka dan kini telah meringkuk dalam tahanan.

Kejagung juga telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus yang sama di lingkungan Suku Dinas PU Jakarta Selatan. Mereka adalah F selaku mantan Kasudin PU Jakarta Selatan, IA selaku mantan Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum dan HP selaku mantan Kasubbag Tata Usaha Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Selatan Tahun Anggaran 2013-2014.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah menyebut pihaknya tengah mengusut anggaran proyek banjir ini untuk lima wilayah di DKI Jakarta. "Kita usut tuntas, Barat, Timur dan Selatan kan udah. Pusat dan Utara akan segera naik penyidikan," katanya di Kejaksaan Agung, Jumat (2/9).

Armin mengungkapkan dana swakelola banjir oleh para tersangka dipotong untuk kepentingan pribadi. Bahkan untuk menutupi praktik korupsinya, anggaran yang dipotong dibagi-bagikan kepada banyak pihak. Hal itu terlihat dari jumlah tersangka kasus swakelola banjir yang mencapai lebih dari 10 tersangka.

Kasus serupa di Jakarta Barat bahkan tersangkanya mencapai 14 orang. Lalu di Jakarta Timur 13 orang, belum lagi di wilayah lain, sehingga tersangkanya mencapai puluhan orang.

Diketahui anggaran swakelola pengendalian banjir untuk setiap wilayah rata-rata Rp93 miliar. Jika dihitung keseluruhan total anggarannya hampir Rp500 miliar. Saat ini tim penyidik masih melakukan koordinasi dengan BPKP untuk menghitung kerugian negaranya.

Ancaman banjir memang harus dikelola dengan baik. Sebab dampak malapetaka banjir sangat besar pada perekonomian. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menyebut dampak banjir pada 2015, telah mengakibatkan kerugian materil mencapai Rp1,5 triliun per hari.

Menurut Sarman, angka kerugian bisa saja lebih besar. Sebab, ia belum menghitung kerugian di sektor perhotelan dan restoran serta akibat terhambatnya jalur distribusi. Ia berharap pemerintah DKI tanggap terhadap persoalan banjir ini agar bisnis di Jakarta tak terancam.

MODUS KORUPSI DANA BANJIR - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum mengatakan dalam kasus penyalahgunaan dana swakelola banjir DKI Jakarta, oknum pejabat melakukan pemotongan anģgaran. Besarannya 0,35 persen dari anggaran.

Dalam kasus di Jakarta Timur penyidik telah menyita uang tersangka dari hasil penyunatan sebesar Rp1,9 miliar. Kemudian di Jakarta Barat, anggaran yang dipotong di atas Rp3 miliar. Bahkan Kejaksaan mensinyalir dugaan mantan walikota Jakarta Barat juga ikut menikmati dan menerima setoran sebesar Rp4 miliar.

"Pemotongan itu yang menyebabkan kerugian negara," terang Rum.

Adanya pemotongan itu juga diakui mantan Kasudin PU Ir Fakhrurrozi saat diperiksa tim penyidik. Atas pengakuannya itu, penyidik kemudian menetapkannya sebagai tersangka.

Kasus penyelewengan dana swakelola banjir yang massif terjadi di DKI diduga dilakukan secara sistematis. Oknum yang diduga terlibat mulai dari pejabat level atas hingga bawah.

Kini tim penyidik tengah mendalami dugaan keterlibatan pihak Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta dan Sekretaris Daerah DKI Jakarta. Pada periode 2013-2014 dimana kasus itu terjadi, Kepala Dinas PU DKI dijabat Manggas Rudi Siahaan. Gubernur DKI Jakarta telah memecatnya karena dinilai tidak cakap. Sedangkan Sekda dalam periode itu adalah Saefullah yang saat ini masih menjabat.

Kecurigaan Armin terkait peran Sekda, didasari bahwa dalam pengelolaan keuangan daerah peran Sekda sangat sentral. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa pelaksanaan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah oleh kepala daerah dan dilaksanakan oleh kepala SKPKD dan kepala SKPD dikoordinir oleh Sekretaris Daerah.

Pada Pasal 5 Ayat (3) PP Nomor 58 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan sekretaris daerah bertindak selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah. Pada penjelasan pasal 5 ayat (4) bahwa yang dimaksud dengan koordinator adalah terkait dengan peran dan fungsi sekretaris daerah membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah.

"Arahnya ke situ, kita pelajari di atasnya karena setelah dievaluasi ada peran mereka," kata Armin.

BACA JUGA: