JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan pengurangan hukuman atau remisi dalam rangka peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2016. Tak tanggung-tanggung, lebih dari setengah jumlah narapidana mendapatkan diskon masa hukuman.

"Dari 137.357 orang narapidana, yang diusulkan mendapat Remisi Umum (RU) sebanyak 79.183 orang," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham I Wayan Kusmiantha Dusak dalam keterangan tertulisnya kepada gresnews.com, Rabu (17/8).

Menurut data yang diperoleh gresnews.com, sebanyak 75.805 napi mendapat RU I yang berarti pengurangan sebagian, dan sisanya mendapat RU II sebanyak 3.378 napi, langsung bisa menghirup udara segar alias keluar dari penjara.

Berikut rincian besaran RU yang diusulkan untuk diperoleh para narapidana:

Remisi Umum I dengan total 75.805 napi:
Remisi 1 bulan sebanyak 24.173
Remisi 2 bulan sebanyak 22.595
Remisi 3 bulan sebanyak 19.658
Remisi 4 bulan sebanyak 7.405
Remisi 5 bulan sebanyak 4.318
Remisi 6 bulan sebanyak 1.277

Remisi Umum II dengan total 3.378 napi:
Remisi 1 bulan sebanyak 1.226
Remisi 2 bulan sebanyak 1.064
Remisi 3 bulan sebanyak 639
Remisi 4 bulan sebanyak 283
Remisi 5 bulan sebanyak 99
Remisi 6 bulan sebanyak 67

Selanjutnya usulan remisi kepada narapidana tindak pidana khusus seperti narkotika, terorisme, dan juga korupsi sesuai Pasal 34A Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yaitu bekerjasama dengan aparat penegak hukum (Justice Collaborator) sebanyak 11.057 orang.

Kemudian untuk usulan remisi kepada para narapidana tersebut yang telah menjalani 1/3 masa pidana dan berkelakuan baik sesuai dengan Pasal 34 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 sebanyak 2.096 orang.

PENOLAKAN REVISI PP 99 - Kemenkumham memang tidak memberikan keterangan secara spesifik berapa jumlah narapidana untuk kasus korupsi yang mendapatkan remisi. Dari data yang terpampang di atas, jumlah keseluruhan narapidana tindak pidana khusus seperti narkotika, terorisme, dan korupsi yang memperoleh remisi terlihat cukup banyak.

Jumlah tersebut tentunya akan bertambah jika pemerintah jadi mengesahkan revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 yang salah satu poinnya yaitu pemberian remisi untuk koruptor tidak perlu berstatus saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum atau Justice Collaborator (JC).

Sejumlah perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil terus menyuarakan penolakan atas rencana itu. Mereka menganggap Yasonna Hamonangan Laoly selaku Menkumham mempunyai niat buruk dengan membela koruptor yang menjadi musuh masyarakat untuk mendapat remisi.

"Kami menyimpulkan bahwa ada itikad buruk dari Menkumham Yasonna Laoly yang mencoba menipu rakyat dengan menjual nasib terpidana dan menjual (alasan) over crowded," kata Julius Ibrani, perwakilan Koalisi dari YLBHI, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/8).

Julius mengklaim telah mendapatkan fakta bahwa secara prosedural rencana Revisi PP 99 itu terkesan terburu-buru. Belum lagi substansi rencana revisi yang tidak benar, mulai dari konsilisiasi, misalnya mencantumkan Undang-Undang Perlindungan Anak di dalamnya yang mana dinilainya tidak ada kaitannya dengan remisi

"Dipaksakan. Sebelum 17 Agustus ini Revisi PP 99 harus disahkan. Lalu substansi yang mulai dari konsiliasinya sudah tidak benar, misalkan mencantumkan UU Perlindungan anak di situ, padahal jelas tidak ada kaitannya," pungkasnya.

Menurut Julius, persoalan sebetulnya mengenai remisi bukan terletak pada alasan Menkumham jika saat ini lembaga pemasyarakat telah kelebihan kapasitas. Alasan tersebut dianggap tak masuk akal dan ia menuding ada agenda terselubung yang ingin dilakukan Yasonna.

"Kita melihat adanya potongan-potongan syarat bagi koruptor untuk mendapat remisi ini jadi niat utama Menkumham untuk melawan agenda pemberantasan korupsi di negeri ini. Jadi bagaimana caranya mempermudah, yaitu dengan cara memotong syarat-syarat itu," tuturnya.

Hal senada dikatakan ‎anggota Koalisi Masyarakat Sipil lainnya, Virgo Sulianto Gohardi. Menurutnya ada niatan lain dari Menkumham yang bersikeras merevisi PP 99 Tahun 2012 ini. Salah satu dugaan yang dikemukakan Virgo adalah keinginan beberapa pihak untuk membebaskan koruptor-koruptor yang berasal dari kalangan politisi dengan pemberian remisi yang sejatinya tidak berhak mendapat remisi sebagaimana diatur dalam PP 99 saat ini.

Hal itu dapat dilihat dari rancangan draf revisi yang ada. Dalam draf tersebut dikatakan akan ada pengembalian hak politik narapidana korupsi yang dicabut saat vonis hakim.‎ Dan ini jelas tidak menghargai komitmen program dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

"Kami menganggap dari poin-poin ini ada maksud buruk untuk membebaskan koruptor dari kalangan politisi," kata Virgo.

BACA JUGA: