JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan sejumlah pihak yang digelandang melalui operasi tangkap tangan sebagai tersangka kasus suap. Tercatat ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, baik itu sebagai pemberi maupun penerima suap.

Mereka adalah tiga orang oknum pengadilan yaitu Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang sekaligus hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, Janner Purba; hakim ad hoc pada Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton; dan panitera Pengadilan Negeri Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy sebagai pihak penerima.

Dua orang hakim dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang -Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana. Sedangkan Billy dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Sedangkan pihak pemberi, yaitu Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus Syafri Syafi´i dan mantan Wakil Direktur Keuangan RS Muhammad Yunus Edi Santroni. Mereka dikenakan Pasal 6 Ayat (1) atau Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam KPK melakukan gelar perkara dan memutuskan meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan penetapan lima orang tersangka," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak di kantornya, Selasa (24/5).

Yuyuk juga membenarkan bahwa kasus ini berhubungan dengan perkara korupsi penyalahgunaan honor anggota dewan Rumah Sakit Umum Daerah Muhammad Yunus (RSMY), Bengkulu. Dalam perkara ini, Edi dan Syafri telah menjadi terdakwa. Sedangkan Janner Purba dan Toton merupakan hakim yang menyidangkan perkara bersama satu orang hakim lagi yaitu Siti. Namun hingga saat ini hanya dua orang tersebut yang digelandang dan telah menjadi tersangka.

Yuyuk mengatakan pemberian suap ini diduga untuk mempengaruhi perkara. "Harapannya untuk dibebaskan," ujar Yuyuk.

TELUSURI KETERLIBATAN PIHAK LAIN - Yuyuk mengatakan penetapan tersangka tidak hanya berhenti kepada lima orang saja. KPK masih membuka kemungkinan untuk menelusuri keterlibatan pihak lain, menyusul kelima orang ini sebagai tersangka.

Perkara tersebut diketahui disidangkan tiga hakim yakni Janner, Toton dan Siti Insirah. Dari tiga orang itu hanya Siti yang belum dijadikan tersangka oleh KPK. Mengenai hal ini Yuyuk pun mengakui bahwa ada pengembangan lain termasuk menelisik keterlibatan Siti.

"Baru menangkap dua (hakim), kami akan melakukan pengembangan," pungkas Yuyuk. Apalagi diketahui penangkapan itu terjadi setelah Rapat Musyawarah Hakim (RPH) dan putusannya seharusnya dibacakan kemarin, Selasa (24/5).

Selain itu pihak lain yang ikut ditelisik adalah mantan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah. Ia diketahui telah menjadi tersangka di Subdirektorat V Tipikor, Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri pada Mei 2015 lalu dalam kasus yang sama.

Selain uang Rp150 juta dari hasil tangkap tangan, ternyata ada pemberian lain yang telah terlebih dahulu dilakukan yaitu sebesar Rp500 juta sehingga total pemberian sebesar Rp650 juta. Pemberian pertama Rp500 juta diberikan oleh Edi, sedangkan pemberian kedua oleh Syafri.

Meskipun begitu, KPK tidak mempercayai begitu saja bahwa total uang suap Rp650 juta itu berasal dari keduanya. Saat ditanya apakah ada indikasi mantan Gubernur Bengkulu Junaidi menjadi sumber pemberian uang, Yuyuk tidak menampiknya.

"Sampai saat ini belum ada info mengenai itu tapi akan mendalami tentang hal ini," pungkas Yuyuk.

Guna mendalami kasus ini seluruh tersangka telah selesai diperiksa. Kepala PN Kepahiang Janner Purba menjadi tersangka terakhir yang selesai dimintai keterangan. Janner keluar gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (25/5/2016) pukul 03.10 WIB. Ia memilih tak menjawab pertanyaan wartawan dan langsung masuk ke dalam mobil tahanan.

Sebelumnya, tersangka Edi Santoi, Syafri Safei, seorang panitera bernama Badarudin, dan seorang hakim ad hoc tipikor bernama Toton telah terlebih dahulu selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 01.30 WIB.

AWAL PERKARA - Perkara ini bermula saat dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor Z. 17 XXXVIII Tahun 2011 Tentang Tim Pembina Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah dr M Yunus (RSMY), terkait honor tim pembina RSUD M. Yunus, berisikan puluhan pejabat di Pemprov Bengkulu, termasuk gubernur. Akibat SK tersebut, negara diduga rugi sebesar Rp5,4 miliar.

SK serupa sebelumnya pernah dikeluarkan oleh Gubernur semasa Agusrin M. Nadjamudin, namun saat itu RSUD M. Yunus belum merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Persoalan muncul saat SK itu dikeluarkan oleh Gubernur Junaidi Hamsyah bertentangan dengan Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas. Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina.

Dalam kasus ini, Polda Bengkulu telah menetapkan beberapa termasuk beberapa petinggi dan staf RSUD tersebut, termasuk Syafri.

Dalam persidangan, gubernur sempat menjadi saksi dan mengaku bahwa ia menandatangani SK itu, dia berkeyakinan  membubuhkan tandatangan dalam SK tersebut karena telah ditelaah oleh bagian hukum, asisten, keuangan dan Sekda. Selanjutnya, gubernur menyebutkan bahwa dirinya tak pernah mengambil uang honor tersebut. Namun pernyataan tersebut dibantah mantan staf keuangan RS Darmawi yang berstatus terpidana bahwa ia pernah memberikan uang tersebut ke staf gubernur.

BACA JUGA: