JAKARTA, GRESNEWS. COM - Putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan seluruhnya gugatan warga Bidaracina belum selesai sepenuhnya. Kamis (28/4), Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memastikan Pemprov DKI akan mengajukan kasasi terhadap putusan PTUN Jakarta yang memenangkan warga Bidaracina itu ke Pengadilan Tinggi TUN Jakarta.

Pasal 122 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Sementara Pasal 123 Ayat (1) mengatur permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah.

(Pada paragraf kedua di atas Redaksi melakukan ralat. Bahwa dalam konteks kasus tersebut ketentuan tentang upaya hukum mengacu kepada Pasal 23 UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum pada Peradilan TUN terutama pada Pasal 17-19. Inti dari kedua aturan tersebut adalah bahwa terhadap perkara penetapan lokasi pembangunan itu, upaya hukum terhadap putusan Pengadilan TUN adalah kasasi. Putusan kasasi merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum peninjauan kembali).

Ahok menyatakan warga Bidaracina tidak memiliki hak atas tanah yang ditempatinya. Pemerintah bisa saja melakukan pengambilalihan atas tanah tersebut, apalagi proyek sodetan Kali Ciliwung bukanlah proyek Pemprov DKI Jakarta melainkan proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Warga Bidaracina sebelumnya mengajukan gugatan dengan register perkara Nomor 59/G/2016/PTUN-JKT terkait dengan penetapan lokasi pembangunan Sodetan Kali Ciliwung, Kelurahan Bidaracina, yang ternyata berubah dari ketentuan sebelumnya tanpa dilakukan sosialisasi kepada warga. Warga Bidaracina menggugat Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkait penetapan lokasi untuk pembangunan sodetan Kali Ciliwung ke Banjir Kanal Timur (BKT) tersebut.

BACA: Gugatan Warga Bidaracina Soal Sodetan Ciliwung Dikabulkan

Terkait dengan upaya hukum kasasi yang akan diajukan Pemprov DKI Jakarta itu, kuasa hukum warga Bidaracina, Resa Indrawan Samir, tak gentar dengan upaya Pemprov tersebut. Dia meyakini langkah yang ditempuh Pemprov DKI akan sia-sia mengingat dalam persidangan beberapa waktu lalu di PTUN Jakarta memastikan langkah yang dilakukan DKI Jakarta dalam menerbitkan SK Nomor 2779 Tahun 2015 yang memperluas area garapan proyek Sodetan Kali Ciliwung dari sebelumnya 6.000 meter persegi menjadi 10.000 meter persegi telah melanggar prosedur.

"Secara substansi dan fakta persidangan menjelaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak melaksanakan prosedur ketika menerbitkan SK tersebut," kata Resa kepada gresnews.com melalui saluran telepon, Sabtu (30/4).

Atas dasar itu, Resa berkeyakinan dalam kasasi nanti pihaknya tidak khawatir. Menurutnya langkah DKI Jakarta seperti terkuak dalam fakta persidangan bahwa Pemprov DKI saat menerbitkan SK telah menyalahi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang tentang Pengadaan Tanah Demi Kepentingan Umum. Dalam UU itu, mensyaratkan adanya sosialiasi kepada pihak yang terkena dampak dari penerbitan SK Gubernur Ahok itu.

Mengacu pada ketentuan itu, Pemprov seharusnya melakukan dialog bersama warga Bidaracina yang terkena dampak dari proyek sodetan Kali Ciliwung. Namun ketentuan itu seperti diakui warga Bidaracina tidak pernah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Asas itu dilanggar oleh Pemprov DKI Jakarta.

Lebih lanjut, Resa menyatakan langkah gubernur yang akrab disapa Ahok itu dinilainya tidak realistis. Karena, menurutnya, kalau Gubernur bersikeras mengajukan kasasi terkait putusan SK warga Bidaracina, itu berarti Ahok melawan kehendak rakyat yang notabene adalah pemilihnya pada pilkada lalu. "Kalau kami nilai secara etik, warga Bidaracina merupakan pemilihnya waktu Pilkada 2012 lalu. Tapi sekarang kok ngotot untuk melawan warganya sendiri," tutur Resa.

Selain itu pula, usaha Ahok mengajukan kasasi merupakan langkah yang tak masuk akal. Pada persidangan sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta sebagai tergugat dalam perkara itu tidak pernah menghadiri dan memberikan kuasa kepada kuasa hukumnya. "Langkah Pemprov mengajukan kasasi itu tidak rasional," tegas Resa.

Namun begitu, kata Resa, pihaknya tak mempermasalahkan jika Pemprov tetap mengajukan kasasi ke PT TUN Jakarta. Menurutnya, semua warga memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum lanjutan termasuk mengajukan kasasi atas putusan hakim PTUN yang telah memenangkan warga Bidaracina.

BERHARAP TAK ADA PENGGUSURAN - Perasaan gembira warga Bidaracina atas kemenangannya di PTUN pekan lalu terusik lagi. Lantaran Pemprov DKI berencana melakukan kasasi terhadap putusan yang telah memenangkan warga Bidaracina.

Salah seorang warga Bidaracina, Galuh Radiah, berharap dengan dikabulkannya gugatan warga oleh PTUN Jakarta tidak ada lagi ancaman penggusuran. "Apalagi sekarang sejak tuntutan dibatalkan warga sudah lebih tenang tidak was-was lagi,” ujar Radiah kepada gresnews.com.

Radiah merasa senang atas kemenangannya dan warga terhadap gugatan yang diajukannya tersebut. Kemenangan itu merupakan kemenangan pertama bagi warga DKI Jakarta selama kepemimpinan gubernur Basuki Tjahaja Purnama. "Jarang-jarang ada warga menang menggugat Pemprov," kata Radiah.

Saat diminta tanggapannya soal kemungkinan Ahok mengajukan kasasi ke PT TUN DKI Jakarta, dirinya akan berusaha memperjuangkan tanah yang diklaim miliknya. "Sebagai warga kami siap berjuang mempertahankan hak," tutup Radiah.

Bidaracina merupakan kawasan yang kemudian menjadi kelurahan di Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Sesuai nama daerah ini memiliki keterkaitan sejarah dengan kehidupan orang China dimasa lalu. Mengenai nama Bidaracina itu Zaenuddin HM, menjelaskan dalam buku karyanya 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe setebal 377 halaman yang diterbitkan Ufuk Press pada 2012.

Berdasarkan cerita sejarah, nama Bidaracina berasl dari peristiwa pemberontakan orang-orang China terhadap pemerintah Belanda di Batavia pada 1740. Dalam peristiwa itu ribuan orang dari mereka tewas dengan jenazah bersimbah darah. Oleh masyarakat setempat peristiwa itu disebut-sebut dengan istilah "tragedi China berdarah". Kata Bidara diambil dari kata "berdarah". Kendati peristiwa tersebut terjadinya bukan di lokasi kampung saat ini, melainkan di dekat Kali Angke di Jakarta Utara.

Kisah lainnya menyebutkan Bidaracina berasal dari nama tumbuhan atau pepohonan. Dahulunya, pada masa kolonial Belanda, di tempat itu orang-orang China menanam pohon Bidara (zyzyphus jujubelam). Ciri pohon bidara adalah akar dan kulit kayunya terasa pahit, namun bisa dijadikan obat untuk beberapa jenis penyakit, termasuk sesak nafas. Di ketiak buahnya biasanya timbul gumpalan getah. Buah bidara juga bisa dimakan.  

BACA JUGA: