JAKARTA, GRESNEWS.COM – Proyek sodetan Kali Ciliwung yang dibangun untuk mengalirkan limpasan arus Sungai Ciliwung ke Banjir Kanal Timur ternyata berbuntut gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta. Sejumlah masyarakat Bidaracina yang terkena proyek sodetan Kali Ciliwung itu mengajukan gugatan atas Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 2779/2015 tentang sodetan Kali Ciliwung. Warga menilai SK Gubernur itu cacat yuridis karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Gugatan dengan Nomor Perkara 59/G/2016/PTUN Jakarta itu diajukan setelah warga mengetahui ada dua SK Gubernur DKI Jakarta terkait proyek sodetan Ciliwung. Surat Keputusan pertama berupa SK Gubernur Nomor 81 Tahun 2014. Namun pada 17 Desember 2016, gubernur kembali menerbitkan SK kedua yang mengubah luasan areal proyek sodetan tersebut menjadi lebih lebar.

Sebelumnya, pada 1 Maret 2016, warga mendatangi Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta untuk memperoleh penjelasan SK tersebut. Mereka kemudian diarahkan ke Biro Umum. Pada 17 Maret 2016, warga secara resmi mendapatkan SK kedua tentang penunjukkan lokasi Kali Ciliwung yang terkena proyek sodetan.

Kuasa hukum penggugat dari tim Advokasi Bulan Bintang, Resa Indrawan, mengaku heran dengan terbitnya SK Gubernur tentang penunjukkan lokasi sodetan Kali Ciliwung yang baru. Padahal sebelumnya telah terbit SK Gubernur Nomor 81 Tahun 2014. Dalam SK Nomor 81 Tahun 2014 itu, yang terkena dampak penggusuran seluas 6.000 meter persegi.

"Lalu tiba-tiba gubernur menerbitkan kembali SK kedua Nomor 2779 Tahun 2015 tertanggal 17 Desember 2015 yang mencantumkan luas proyek sodetan menjadi 10.000 meter persegi," ujar Resa di PTUN Jakarta Jl Sentra Primer Baru Timur, Senin (11/4).

Kami mengajukan gugatan itu ketika kami tahu sekitar tanggal 6 Maret 2016 ada perubahan SK oleh gubernur dari SK 81 menjadi SK 2779 tanggal 17 Desember 2015. Di situ dinyatakan ada pembangunan sodetan inlet sekitar 6.500 meter persegi menjadi 10.000 meter persegi.

"Yang bikin kami bingung, SK pertama kami gugat ke pengadilan class action di PN Jakarta Pusat sampai putusan sela sudah masuk pokok perkara. Setelah itu ternyata gubernur menerbitkan SK baru, akibatnya kami gugat juga SK itu ke PTUN," kata Resa.

Resa menyayangkan keputusan gubernur soal perluasan sodetan Kali Ciliwung tersebut. Menurut Resa, Pemprov DKI seharusnya melakukan sosialiasi kepada masyarakat yang terkena dampak terbitnya SK 2779 tahun 2015 itu. Namun dalam praktiknya, Pemprov menerbitkan SK tanpa memikirkan warga yang terdampak. "Seharusnya dikonsultasikan tetapi tidak ada," ujar Resa.

Resa menyebut, salah satu kejanggalan penerbitan SK Gubernur itu tidak memuat izin Analisa Dampak Lingkungan (Amdal). 

"Tidak ada dokumen AMDAL di SK kedua. Menurut UU Lingkungan Hidup, ketika ada rencana pembangunan harus ada Amdal," katanya.

Resa menegaskan, menurut UU Nomor 22 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah, ketika ada pengadaan tanah demi kepentingan umum harus ada proses-proses yang mesti dilalui diantaranya konsultasi publik dan berdialog dengan masyarakat, penetapan harga, lalu penyerahan. Namun hal itu tidak dilakukan oleh pihak Pemprov DKI Jakarta.  "Inilah menurut saya pelanggaran hukum," ujarnya.

PIHAK PEMPROV DKI MANGKIR - Resa menyayangkan sikap Pemprov yang dinilai tidak memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan perkara yang sedang berlangsung di PTUN Jakarta. Itu terbukti sejak persidangan awal sampai dengan hari ini dengan agenda keterangan saksi fakta, tergugat belum pernah hadir dalam persidangan.

Warga sendiri, kata Resa, meminta gubernur untuk membicarakan soal penyelesaian sodetan Kali Ciliwung. Warga hanya meminta ada dialog agar penyelesaiannya perkara tersebut bisa diselesaikan dengan baik.

"Pak gubernur bicara baik-baik dengan masyarakat. Pasti ada jalan lah, jangan langsung mengeluarkan SK tanpa ada sosialisasi dan sebagainya," tegas Resa.

Sementara itu, dihubungi melalui telepon selular, kuasa hukum Pemprov DKI Jakarta Nadia mengatakan ketidakhadiran mereka dalam persidangan di PTUN gugatan warga Bidaracina pihaknya karena belum mengantongi surat kuasa dari gubernur. "Belum ada surat kuasa. Surat kuasa masih diproses di kantor gubernur," kata Nadia.

BACA JUGA: