JAKARTA, GRESNEWS.COM - KPK hingga kini belum bisa menemukan kerugian negara akibat dugaan kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino. Karena itu menjadi salah satu alasan Lino, yang melalui pengacaranya Maqdir Ismail untuk melakukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Maqdir saat dihubungi wartawan mengatakan bahwa kliennya tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Selain itu, tidak ada juga perbuatan menyalahgunakan kewenangan dalam pengadaan tiga Quay Container Crane (QCC) seperti yang dituduhkan oleh KPK.

"Kemudian yang kedua yang paling penting tidak ada kerugian keuangan negara terkait pengadaan QCC," terang Maqdir, Senin (29/12) malam.

Padahal, KPK telah menetapkan Lino dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Menurut Maqdir, KPK hingga saat ini juga belum menentukan berapa jumlah kerugian negara yang diakibatkan dari ulah yang dibuat kliennya. Padahal, kalau dilihat dari ketentuan undang-undang yang diterapkan, salah satu unsurnya adalah kerugian negara yang diakibatkan.

"Itu bagaimana orang bisa ditetapkan tersangka korupsi kalau tidak ada kerugian negaranya, itu yang pokok," tutur Maqdir.

SESUAI PROSEDUR - Maqdir juga menjelaskan perihal penunjukkan langsung PT Wuxi Huangdong Heavy Machinery yang dilakukan Lino. Pada awalnya, pihak Pelindo II telah melakukan proses lelang selama sepuluh kali tetapi selalu menemui kegagalan.

Karena selalu gagal, maka penunjukkan langsung itu pun dilakukan. Bahkan ada perusahaan Indonesia yang ikut lelang juga pada tahun 2007 namun gagal. "Nah kalau itu harusnya ada keputusan kan? itu yang kita sebut diskresi kan. kalau direksi nggak diberi diskresi gitu ngapain mereka jadi direksi? itu yang saya kira perlu dilihat," imbuh Maqdir.

Maqdir juga membantah adanya mark up atau penggelembungan harga dari pengadaan tiga unit QCC itu. Bahkan ia mengklaim harga yang didapatkan jauh lebih murah dari yang ditawarkan perusahaan lain seperti PT Barata Indonesia.

Spesifikasi QCC yang dibeli, menurut Maqdir juga sudah sesuai dengan yang direncanakan ataupun ditugaskan. Spesifikasi QCC menurut Maqdir sudah benar untuk 60 ton bukan 40 ton. Sehingga tidak ada kesalahan prosedur ataupun penyalahgunaan wewenang terkait hal ini.

"Pada awalnya memang 40 ton, ternyata kemudian ditawarkan lagi 50 dengan harga yang lebih murah. Ternyata ada yang menawarkan yang 60 dan ini lebih murah dari yang 50. Itu yang kemudian diambil Pelindo II," imbuh Maqdir.

Tak hanya itu, QCC ini pun sudah berstandar Internasional dan pengadaannya sudah sesuai dengan ketentuan perusahaan. "Standar internasional seperti itu. Pengadaannya pun sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada di Pelindo dan juga ada surat ketentuan dari BUMN," tandasnya.

SIAP HADAPI - Dikonfirmasi terpisah Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha tidak mempermasalahkan jika Lino mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Priharsa, hal itu merupakan hak setiap tersangka yang tidak puas atas penetapan yang dilakukan tim penyidik.

Menurut Priharsa, pihaknya menghormati langkah yang diambil Lino. Sebab menurutnya setiap orang tentu ada yang tidak sependapat dengan keputusan yang diambil lembaganya. Meskipun begitu, ia menyatakan bahwa penetapan tersangka Lino sudah sesuai prosedur.

"Kami menghormati langkah hukum yang dilakukan yang bersangkutan. Kami siap, karena kami meyakini proses penanganan perkara yang kami jalani sesuai prosedur yang berlaku," kata Priharsa.

Priharsa menegaskan, meskipun mengambil langkah praperadilan tetapi hal itu tidak akan menghentikan proses penyidikan yang sedang berlangsung. "Kita menunggu nanti ada surat dari pengadilan saat akan sidang," tuturnya.

Proses praperadilan ini tampaknya menjadi ujian pertama para pimpinan jilid IV. KPK sebelumnya memang beberapa kali menghadapi sidang praperadilan. Hasilnya pun bervariatif, beberapa perkara seperti kasus Komjen Budi Gunawan serta Hadi Purnomo, proses penyidikan harus kandas karena kalah. Tetapi beberapa perkara lain seperti kasus Suryadharma Ali, Barnabas Suebu dimenangkan oleh KPK.

BACA JUGA: