JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencoba menyelesaikan satu persatu perkara kasus suap di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Medan, Sumatera Utara dalam bidang penuntutan. Kali ini, dalam persidangan terpisah, dua hakim PTUN yang menjadi tersangka kasus suap yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi telah sampai pada pembacaan surat tuntutan.

Dermawan dan Amir merupakan hakim PTUN yang menyidangkan perkara gugatan yang dilayangkan staf Pemrov Sumatera Utara, Ahmad Fuad Lubis. Isi gugatan tersebut mengenai pemanggilan staf Pemprov dalam proses penyelidikan di Kejaksaan Tinggi dalam kasus Bantuan Sosial, Bantuan Daerah Bawahan, dan beberapa dana lain yang dibiayai APBD Sumatera Utara.

Jaksa KPK Risma Ansyari menyatakan Dermawan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang sebesar US$5 ribu yang digunakan untuk mempengaruhi putusan. Uang tersebut berasal dari Gubernur Sumatera nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti.

Tetapi, yang memberikan uang tersebut adalah M Yagari Bhastara Guntur atau Gary, yang merupakan salah satu anak buah Otto Cornelis Kaligis. Kaligis sendiri, merupakan pengacara pribadi Gatot Pujo Nugroho dan istrinya.

Atas perbuatannya itu, Jaksa Risma meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman selama 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp200 juta. Dan jika tidak mampu membayar, maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Hal yang senada juga disampaikan jaksa Surya Nelli dalam membacakan surat tuntutan kepada Amir Fauzi. "Menjatuhkan pidana selama 4 tahun dan 6 bulan serta denda Rp200 juga subsidair 6 bulan kurungan," tutur Jaksa Surya Nelli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (23/12).

Sidang keduanya akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pembelaan (pledoi) dari kedua terdakwa. Dan setelah itu akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan oleh majelis hakim. Ini berarti, proses persidangan tinggal menyisakan dua kali pertemuan.

TERSISA TIGA TERDAKWA - Kasus suap kepada para hakim PTUN memang hampir tuntas di pengadilan tingkat pertama setelah sebelumnya majelis hakim telah memutus perkara Syamsir Yusfan yang merupakan panitera sekretaris sekaligus panitera pengganti dalam proses persidangan.

Syamsir, divonis penjara selama tiga tahun dan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan penjara. Kemudian Otto Cornelis Kaligis yang pada pekan lalu. Kaligis dijatuhi hukuman selama 5,5 tahun penjara dan denda Rp300 juta.

Selanjutnya, dilanjutkan dengan vonis kepada Tripeni Irianto Putro yang merupakan Ketua PTUN sekaligus hakim ketua pada proses persidangan gugatan Kejaksaan Tinggu Sumatera Utara. Tripeni dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Berarti, perkara ini hanya menyisakan tiga orang terdakwa, yaitu Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti yang Rabu (23/12) ini baru menjalani persidangan pertama dengan pembacaan surat dakwaan, serta M Yagari Bhastara Guntur yang telah masuk pada pemeriksaan saksi.

Lamanya proses penyidikan kepada Gatot dan Evy karena ia tidak hanya menjadi tersangka pada satu perkara. Keduanya dalam surat dakwaan yang sampai saat ini masih dibacakan, dijerat dengan tiga perkara. Pertama memberi suap kepada para hakim PTUN, kemudian memberi uang kepada Patrice Rio Capella, dan ketiga memberi suap kepada pihak DPRD Sumatera Utara.

Terbongkarnya kasus suap PTUN Medan ini ternyata berimbas luas. KPK kemudian juga menjerat mantan Sekjen Partai Nasional Demokrat Patrice Rio Capella karena menerima uang Rp200 juta melalui Fransisca Insani Rahesty (Sisca) yang diberikan oleh Evy Susanti untuk pengurusan perkara di Kejaksaan Agung.

Selain itu, kasus ini juga mengungkap seorang pejabat di Kejaksaan Agung, Elieser Sahat Maruli Hutagalung yang kala itu merupakan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Maruli, disebut Evy Susanti dalam persidangan menerima Rp500 juta.

Namun sayang, Korps Adhyaksa itu justru memberi promosi dengan mengangkat Maruli sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Amir Yanto membantah bahwa promosi kepada Maruli berkaitan dengan dugaan uang yang diterimanya.

"Enggak, ini mutasi biasa aja kok, tidak terkait (dugaan korupsi) bansos Medan," terang Amir beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: