JAKARTA, GRESNEWS.COM - Membeli barang secara online memang menyenangkan, cukup berada di depan laptop sembari menjelalah di dunia online, barang yang kita suka dapat dibeli. Namun satu masalah yang mengganjal saat melakukan transaksi perdagangan online adalah saat melakukan pembayaran. Maklum saja kita tak bertemu secara langsung dengan penjualnya sehingga pembayarannya lewat transaksi elektronik. Untuk menumbuhkan rasa percaya antara penjual dan pembeli dalam dunia online itulah muncul fasilitas pihak ketiga yakni rekening bersama (rekber).

Rekening bersama menjadi salah satu pilihan kenyamanan berbelanja online secara aman. Hal ini lantaran rekber baru akan mengirim uang ke rekening penjual ketika pembeli mengonfirmasi kedatangan barang telah sesuai. Namun bagaimana jadinya justru pemilik rekber yang membawa lari uang yang dititipkan? Apakah ada penyelesaian hukumnya?

Belakangan Forum Jual Beli (FJB) Kaskus sedang dihebohkan dengan penggelapan uang yang dilakukan oleh salah satu rekber yang sering digunakan yakni BlackPanda. Dana yang telah dibawa kabur oleh pemilik, Roy Widya, berjumlah dari Rp515 juta.

Pantauan gresnews.com sampai saat ini, Roy Widya masih buron dan terkait kasus ini akan segera ditindak lanjuti oleh Kaskus. Beberapa kaskuser mengaku bahwa mereka sudah menghubungi Roy Widya untuk mengembalikan dana milik mereka. Namun bukannya mengembalikan dana penuh, yang mereka dapatkan hanya setengah atau seperempat dari jumlah dana yang mereka kirim ke BlackPanda.

Kasus penggelapan dana ini mulai muncul setelah salah seorang anggota FJB Kaskus menggunakan rekening bersama yang dikelola oleh BlackPanda untuk melakukan transaksi jual beli. BlackPanda bertindak sebagai pihak ketiga. Mekanismenya, pembeli harus menyetorkan uang ke pengelola rekening bersama, kemudian penjual akan mengirimkan barangnya. Kalau barang sudah sampai di tangan pembeli, baru pengelola rekening mentransfer uang ke penjual.

Sayangnya, mekanisme ini tak berjalan sebagaimana mestinya. Beberapa anggota kaskus yang berjualan di FJB, yang notabene menjadi pengguna jasa BlackPanda melaporkan bahwa mereka tidak menerima transfer dana dari pembeli yang dititipkan lewat rekber.

Dalam thread yang biasa digunakan untuk mengonfirmasi, Roy menyatakan telah terjadi kesalahan antara pembukuan bank dengan CV-nya sehingga memerlukan waktu untuk audit. Para pengguna diminta bersabar karena ia telah menyicil pengembalian mulai Rp250ribu hingga Rp1juta.
MENGENAL REKBER - Rekberblackpanda.com merupakan jasa penitipan dana untuk pembeli dan penjual di FJB Kaskus maupun di marketplace online lain yang melakukan transaksi online dan tidak bisa bertemu secara fisik. Mekanisme kerjanya, saat transaksi sukses, dana dari pembeli akan diserahkan ke penjual dengan cara transfer rekening. Apabila gagal, dana akan dikembalikan ke rekening pembeli.

Rekber ini dikelola oleh Blackpanda Corpindo yang sebelumnya sudah hadir di FJB Kaskus dan menggunakan protokol keamanan ssl yang dikeluarkan oleh geotrust. Legalitasnya berbentuk CV, didirikan dihadapan notaris Christiana Inawati tanggal 20 april 2011 dan berkedudukan di Surabaya, disahkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 4 mei 2011.

Namun ternyata, legalitas ini tak memberikan kepastian bagi para penggunanya lantaran bentuk CV tak ketat pengaturannya dalam undang-undang (UU). "Mau alasannya audit atau memang ilegal? Sebab ini bentuk baru, ketika bentuknya jelas seperti jual beli dinaungi PT seperti Lazada atau OLX ini masih jelas," kata Rahmat Bagja, pengamat politik ini kepada gresnews.com, Kamis (17/9).

Dengan melibatkan pihak ketiga dalam transaksi jual beli sebenarnya merupakan dampak dari kemajuan teknologi. Walaupun jual beli online telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), namun e-commerce jenis ini belum jelas pengaturan bentuknya, apakah harus berbentuk PT atau boleh hanya CV.

"Pengawasannya pun tak jelas ada di Kementerian Perdagangan atau kepolisian," ujarnya.

Menyoal perizinan, ia menyatakan jika berbentuk PT jelas sudah pengawasannya, walaupun masih banyak juga yang luput namun masih bisa ditolerir. Sedang saat berbentuk CV, walaupun dinotariskan namun alamat CV ini terlalu sulit untuk dilacak sebab lebih kepada privat sector. Selain itu juga tak terdaftar di Kementerian Perdagangan, dan tak masuk daftar wajib perusahaan.

"Rekber ketika berbentuk PT harus ada kesepakatan ditandatangani beberapa orang, tapi CV bisa diambil sendiri, dikuras uangnya sampai habis," katanya.
KEUNTUNGAN PENGELOLA REKBER - Uang sebanyak itu menurutnya bisa digunakan dalam berbagai macam investasi jangka pendek. Ataupun jika waktu penitipannya hanya berkisar di bawah 1 minggu, pemilik rekber minimal bisa mendapatkan hadiah bulanan dari bank yang digunakan. Atau membuat kesepakatan mendapatkan bunga khusus antara pemilik rekening dengan bank.

Sebab dalam waktu penitipan di bawah satu minggu ini bank juga memperoleh benefit lantaran perputaran uang yang cepat. Ketika uang masuk maka akan menjadi dana yang bisa dipinjamkan kepada nasabah atau bentuk transaksi lainnya. "Dia bisa teken perjanjian dapat untung, yah mungkin ratenya di bawah 1 persen, atau minimal dapat ipad, laptop tiap bulannya, kan lumayan," katanya.

Ia pun menyarankan perlindungan semacam ini lebih diperhatikan pemerintah untuk dimasukan dalam UU. Sebab yang dirugikan tak hanya pembeli namun juga penjual.

Dengan belum adanya payung hukum yang jelas, bisa saja blackpanda melarikan diri dengan cara mengembalikan uang Rp250 ribu hingga Rp1 juta. Ketika kasus perdata ini dibawa ke ranah hukum, Roy masih bisa bebas lantaran hanya dianggap wanprestasi.

Selama di kantor polisi nanti, pelaku dapat menyatakan kesanggupannya melunasi pembayaran dan polisi tak punya kuasa untuk memenjarakan lantaran sudah ada bukti penyicilan. Namun hingga kapan batas waktu pelunasannya, tak akan bisa ditentukan.

"Pemerintah saya akui teledor, ini sekian ratus juta uang yang dibawa, tempatnya tak jelas sehingga jadi problematik hukum sendri. Contoh lah Singapura yang sudah memiliki perlindungan tersendiri," katanya.

PERLU PENGATURAN - Anggota Komisi VI Bambang Haryo menyatakan kesepakatannya terhadap Rahmat, tugas pembenahan dan pengaturan jual beli online ini seharusnya ada di bawah Kemendag. Sebab sejak awal, perdagangan online dibuat guna memudahkan penjual dan pembeli, bukan malah merugikan.

"Mungkin Kementerian komunikasi dan informasi bisa ikut bantu buat regulasi bersama," ujarnya kepada gresnews.com, Kamis (17/9).

Ditambah tentunya setelah regulasi dibuat, kepolisian menindaklanjuti dengan memasukkan ke ranah pidana. Seperti yang telah disampaikan, pengaturan perdagangan online telah tertuang dalam UU ITE namun belum secara detail. Untuk itu ia pun mendorong adanya payung hukum yang tepat guna menjembataninya.

"Komisi VI akan menindaklanjuti untuk membuat legalisasi perdagangan online termasuk jenis penggunaan rekber harus terdaftar di Kemendag," ujarnya.

UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan rumusan pasal sebagai berikut:

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:

Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.

Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

BACA JUGA: