Putusan Tak Sinkron Kasus JIS
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Putusan Pengadilan Singapura yang mengabulkan gugatan pencemaran nama baik dua guru Jakarta Intercultural School (JIS) dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak gugatan perdata TPW, ibu MAK mantan siswa JIS yang menjadi korban kekerasan seksual menjadi harapan baru bagi guru dan pekerja kebersihan JIS. Putusan itu membuka celah bagi pekerja kebersihan dan dua guru jis untuk mengubah putusan Pengadilan Jakarta Selatan yang telah memvonis mereka bersalah.
Dua guru JIS, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong, sebelumnya divonis hukuman penjara 10 tahun karena terbukti melakukan sodomi kepada siswa JIS. Dua guru melakukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hingga saat ini keduanya masih menunggu putusan banding tersebut.
Begitu juga pekerja kebersihan JIS divonis bersalah dengan hukuman kurungan penjara tujuh hingga delapan tahun penjara. Dalam upaya banding, Pengadilan Tinggi DKI telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun demikian pekerja kebersihan JIS tetap mencari keadilan dengan melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Kuasa hukum pekerja kebersihan JIS Saut Irianto Rajagukguk berharap hakim MA akan mempertimbangkan dua putusan pengadilan terakhir. Meskipun kasusnya perdata, namun dengan ditolaknya gugatan perdata TPW kepada JIS, Kemendikbud dan PT ISS, membuktikan jika kekerasan seksual atau sodomi tidak terjadi.
"Dua guru dan pekerja kebersihan harus dibebaskan dari semua tuduhan, sebab kasus ini (sodomi) tidak ada," kata Saut kepada gresnews.com, Rabu (12/8).
Dua putusan pengadilan di atas setidaknya bisa menjadi landasan para hakim memutus kasus JIS pada tingkat banding dan kasasi. Pada masing-masing gugatan perdata, baik di Singapura maupun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sama-sama meminta para pihak untuk membuktikan gugatannya. Dan ternyata, kasus sodomi tidak bisa dibuktikan.
Menurut Saut dengan peradilan yang fair dan berhati nurani, hakim sejatinya bisa membebaskan dua guru dan pekerja kebersihan dari semua tuduhannya. "Kalau mau fair dan jujur, tidak ada kasus sodomi ini. Mereka harus bebas," tegas Saut.
MA HARUS UNGKAP - Kasus JIS sejak awal memang mencuri perhatian publik. Kasus sodomi terjadi di sebuah lembaga pendidikan bertaraf internasional. Namun kematian Azwar, pekerja kebersihan JIS salah satu tersangka yang janggal dikantor Polisi, memunculkan kecurigaan publik. Kasus kematiannya yang diduga tak wajar tengah diinvestigasi oleh Propam Polda Metro Jaya.
Karenanya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung (MA) untuk lebih berhati-hati dalam memutuskan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan terjadi di Jakarta Intercultural School (JIS). Pasalnya dua putusan pengadilan terakhir terkait, saling bertolak belakangan dengan dua putusan kasus pidananya, yakni kasus dua guru JIS dan perkara empat pekerja kebersihan JIS.
Koordinator KontraS Haris Azhar mengatakan, keputusan pengadilan di Singapura dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan JIS terhadap para ibu pelapor kasus kekerasan seksual ini menjadi bukti
banyaknya kejanggalan dalam kasus ini. Padahal obyek perkara yang menjadi dasar gugatan sama, yaitu dugaan tindak kekerasan terhadap MAK dan AL dengan pihak tertuduh petugas kebersihan dan dua guru JIS, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong.
Munculnya fakta-fakta baru terkait kasus JIS harus menjadi pertimbangan Mahkamah Agung. Pengadilan harus mendalami fakta tersebut untuk mengungkap kebenaran yang sesungguhnya dari kasus ini. "Jangan sampai
seseorang dihukum oleh perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan. Kasus seperti JIS ini sudah banyak sekali dan harusnya menjadi pelajaran penting penegak hukum. Kami apresiasi putusan tersebut," kata Haris dalam keterangannya, Selasa (11/8).
DUA PUTUSAN PENGADILAN - Diketahui, Senin (10/8) PN Jakarta Selatan menolak gugatan perdata senilai Rp 1,6 triliun yang dilayangkan TPW, ibu dari MAK yang mengaku mengalami kekerasan seksual oleh lima pekerja kebersihan PT ISS dan dua guru JIS yaitu Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai Haswandi menyatakan gugatan TPW ditolak lantaran kurang pihak. Dalam gugatannya, penggugat tidak menyertakan para pekerja kebersihan PT ISS yang telah diadili
dalam kasus dan korban yang sama.
Dalam persidangan perdata ini juga terungkap adanya fakta baru yang disampaikan Dr Osmina dari RSPI. Dalam keterangan tertulis Dr Osmina menyatakan bahwa surat yang diberikan kepada TPW hanya untuk digunakan sebagai syarat pencairan klaim asuransi MAK, bukan keterangan kasus pidana. Pemeriksaan terhadap MAK hanya dilakukan di UGD, yang tidak bisa menyimpulkan faktor penyebab dari penyakit dari mantan siswa TK JIS itu secara komprehensif.
Sebelumnya, pada 16 Juli 2015 Pengadilan Singapura menilai tuduhan kekerasan seksual terhadap murid JIS lainnya AL, oleh dua guru, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong tidak terbukti. Pengadilan Singapura mengacu hasil pemeriksaan anuskopi yang di lakukan rumah sakit KK Women´s and Children´s Hospital, Singapura. Pemeriksaan yang melibatkan dokter bedah, dokter anestesi dan dr psikologi, atas kondisi lubang pelepasan AL normal dinyatakan tidak mengalami luka.
Sebelumnya AL bersama MAK dan DA melaporkan Neil dan Ferdi ke polisi dengan tuduhan tindak kekerasan seksual. Akibat laporan itu Neil dan Ferdi telah divonis oleh PN Jakarta Selatan dengan pidana penjara 10 tahun.
Dalam putusannya, Pengadilan Singapura memvonis DR, ibu AL bersalah dan harus membayar ganti rugi senilai 230 ribu dollar Singapura atau sebesar Rp 2,3 miliar kepada Neil, Ferdi dan JIS. DR dinyatakan bersalah telah mencemarkan nama baik ketiga pihak tersebut lantaran tuduhannya terhadap Neil dan Ferdi telah melakukan kekerasan seksual kepada anaknya AL, tidak terbukti.
Haris menyatakan, pengadilan yang fair, transparan dan mendasarkan pada bukti-bukti yang kuat sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa kepastian hukum di negeri ini masih ada. "Dan selama ini kasus JIS yang menjadi perhatian masyarakat luas telah menjadi pertanyaan tentang independensi
pengadilan kita," tambah Haris.
TITIK TERANG KASUS JIS - Pengacara JIS dalam perkara perdata Harry Ponto mengaku bersyukur atas putusan pengadilan yang telah memenangkan JIS. Keputusan ini dapat menjadi sebuah titik cerah bagi perjuangan kami dalam mengungkapkan kebenaran.
"Kami melihat majelis hakim telah mengambil keputusan yang objektif dan melalui pertimbangan yang matang berdasarkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan. Kami mensyukuri bahwa keputusan ini tidak didasari oleh opini publik yang pernah dibentuk di awal kasus ini terjadi," katanya, usai sidang (10/8).
Menurut Harry, keputusan majelis hakim yang menolak seluruh gugatan ibu TPW ini semakin membuktikan dan mempertegas bahwa kasus JIS sangat lemah dan tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat. "Keputusan ini
akan menjadi kabar yang sangat baik bagi JIS, kedua gurunya, Neil dan Ferdi serta para pekerja kebersihan dalam upaya mereka mendapatkan keadilannya, karena sejak awal telah menjadi korban opini publik atas tuduhan yang tidak berdasar," tegasnya.
HARUS ADA TEROBOSAN - Dua putusan pengadilan terakhir terkait kasus JIS tidak bisa diabaikan. Menurut Ponto dari dua putusan itu menegaskan tidak pernah terjadi sodomi. Pengamat hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi mengharapkan putusan pengadilan di Singapura dan Pengadilan Jakarta Selatan melengkapi pertimbangan dan putusan hakim di Indonesia, khususnya putusan tingkat banding maupun kasasi. Sebab alat bukti dan faktanya sama.
"Putusan Pengadilan Singapura dapat menjadi pertimbangan hakim di Indonesia untuk memutuskan kasus JIS. Sebab bukti medis yang diajukan ke pengadilan memiliki obyek dan tuduhannya sama," kata Fachrizal kepada media, Kamis (6/8) lalu.
Menurut Fachrizal, pengadilan harus berani melakukan terobosan untuk menyelamatkan hukum dan memastikan bahwa kebenaran dan keadilan harus diberikan kepada yang berhak. Dalam kasus JIS, materi yang dipersoalkan di Singapura dan di Indonesia sama, yaitu tindak kekerasan seksual dengan obyek yang sama.
Demi hukum, kata Fachrizal, fakta-fakta medis yang bisa menjadi rujukan untuk mengungkap kebenaran jangan diabaikan. "Hakim harus berani melakukan terobosan, jangan sampai orang bersalah dihukum oleh perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan," tandasnya.
- MA Tolak PK Mantan Guru JIS
- Misteri Kematian Azwar JIS dan Janji Tito Benahi Internal Kepolisian
- Harapan Terakhir Bagi Dua Guru JIS
- Kisah Dua Guru JIS Berakhir di Bui
- KASUS GURU JIS: MA Kabulkan Kasasi Jaksa
- Menimbang Ulang Putusan Kasus JIS
- Kabut Misteri Kematian Azwar JIS