JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali merasa perlu untuk mengingatkan jajarannya di bidang penegakan hukum untuk tidak saling sikut antar lembaga. Peringatan Jokowi itu terkait ditetapkannya dua komisioner Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi.

Penetapan itu dilakukan setelah polisi menangani laporan pencemaran nama baik hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi. Sarpin  merasa tersinggung dengan sejumlah pernyataan komisioner KY, selepas mengadili gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan atas penetapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Laporan Sarpin itu juga dilihat sebagai aksi saling balas, karena Komisi Yudisial  saat itu melakukan pemeriksaan terhadap  dugaan pelanggaran etik hakim Sarpin dalam memutus perkara tersebut.  Bahkan KY telah mengeluarkan rekomendasi agar Sarpin dinonpalukan atas dugaan pelanggaran tersebut.  

Menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno, pihak kepresidenan telah mendengar kasus ini. Bahkan presiden menyinggung permasalahan tersebut saat bertemu dengan Kapolri, Menkum HAM, Menko Polhukam. "Presiden meminta agar antar lembaga negara ini  ditingkatkan, diperbaiki, ada permasalahan hukum yang harus dikawal, ada proses hukum yang dilakukan, tetapi antarlembaga negara ini agar semakin kokoh," jelas Pratikno kepada wartawan  di Istana Negara, Jakarta, Selasa (14/7).

Mensesneg  mengatakan dengan koordinasi, hubungan antar lembaga negara diharapkan  bisa harmonis. "Itu kan sudah diserahkan kepada lembaga-lembaga terkait," tambahnya.  

ISTANA SARANKAN PERDAMAIAN - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Kemananan (Polhukam) Tedjo Edhie juga mendorong agar hakim Sarpin Rizaldi berdamai dengan dua komisioner Komisi Yudisial (KY). Ia menyatakan akan melakukan mediasi atas kasus tersebut. "Ya akan memediasi. Mendorong agar tidak gaduh," ujar Tedjo, Senin (13/7).

Tedjo juga meminta agar masyarakat tak mengaitkan kasus tersebut  dengan urusan politik. Dia menjelaskan, sejauh ini proses hukum masih berjalan. "Yang terbaik ya itu tadi ada koordinasi. Ini masih proses," katanya.

Namun menanggapi permintaan istana agar kasus penetapan dua Komisioner KY bisa didamaikan, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Budi Waseso mengatakan bahwa penetapan dua tersangka komisioner itu murni penegakan hukum. Menurutnya kasus tersebut bisa selesai bila Sarpin mencabut laporannya. Sebab sebelumnya Sarpin merasa dicemarkan nama baiknya sehingga melaporkan kasusnya ke polisi.

"Sampai saat ini kami masih menetapkan dulu, tindaklanjutnya masih melihat waktunya, masih puasa dan mau Lebaran," tegas Buwas panggilan Budi Waseso, Selasa (14/7).

Menurutnya karena perkara tersebut merupakan delik aduan, mesti ada pencabutan laporan dari pelapornya. "Saya katakan, silakan saja, karena ini delik aduan. Kami menunggu. Kalau dicabut ya selesai. Tidak ada rekayasa, kriminalisasi, tidak ada kepentingan dengan institusi atau lembaga, silakan dilihat prosesnya, diawasi dan diikuti,” ujar Buwas.

Ia menegaskan bila penetapan tersangka dua komisioner Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri bukan kriminalisasi. Penetapan tersangka kedua komisioner KY menurutnya proses biasa. Polri menerima laporan dari hakim Sarpin dan menindaklanjuti.

"Itu biasa, dulu waktu saya dengan KPK juga dibilang kriminalisasi, seolah saya merekayasa. Tidaklah. Saya bekerja profesional, penegakan hukum murni," aku Buwas.

DITUDING BALAS JASA - Penetapan tersangka terhadap dua komisioner KY yang melakukan penyelidikan pelanggaran kode etik terhadap hakim Sarpin, oleh polisi  ini sempat memunculkan tudingan. Bahwa polisi berbalas jasa atas langkah hakim Sarpin memenangkan gugatan calon Kapolri Budi Gunawan atas penetapan tersangka oleh KPK. Sehingga mereka mengakomodir laporan tersebut dan buru-buru  menetapkan dua anggota komisioner KY menjadi tersangka.

Namun Buwas meminta kasus penetapan dua komisioner KY, tidak dibawa kearah Sarpin yang telah mengadili kasus Budi Gunawan. Menurutnya kasus tersebut tak melibatkan institusi atau lembaga apapun. "Ini hanya penegakan hukum biasa," ujar dia.

Kabareskrim Mabes Polri Komjen Budi Waseso (Buwas) meminta agar tidak mengaitkan penetapan tersangka dua komisoner Komisi Yudisial (KY) atas laporan hakim Sarpin Rizaldi dengan Komjen Budi Gunawan (BG).

Menurutnya penetapan dua pimpinan KY itu tidak ada urusan apapun, penetapan tersangka semata hanya karega adanya bukti pidana. "Itu salah pandang. Itu tidak boleh dikait-kaitkan, tidak fair. Penegakan hukum harus fair. Tidak melihat ke mana-mana. Kejadian sesungguhnya apa, itu saja. Pokok permasalahannya saja, jangan merembet ke mana-mana, nanti akan blunder, nggak karu-karuan,” jelasnya.

Ia juga membantah jika penetapan tersangka dua komisioner KY Suparman Marzuki dan Taufiqurrochman Syahuri itu terkait putusan lembaga itu yang menonpalukan Sarpin. Ia menegaskan, dari hasil pemeriksaan saksi dan saksi ahli, unsur pidana terpenuhi. "Bukti itu sudah kita periksa saksi ahli. Saksi ahli bahasa, dan ahli hukum dan pidana," imbuhnya.

Namun ia sendiri menepis untuk membeberkan saksi dan bukti-bukti tersebut. "Nanti akan tampil di persidangan. Jangan sekarang nanti akan diintimdasi segala macam, harus dijaga," jelas dia.

PENETAPAN TERSANGKA DIKRITIK - Menanggapi penetapan dua komisioner KY tersebut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik langkah polisi tersebut. Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W. Eddyono dalam rilisnya menyatakan bahwa pernyataan-pernyataan kedua pejabat negara dalam mengkritik putusan praperadilan yang kontroversial adalah pernyataan-pernyataan yang dilontarkan dalam kapasitas sebagai pejabat negara. Hal ini dilindungi oleh Undang-Undang dan tidak bisa dikatakan memiliki sifat penghinaan.

ICJR mendesak agar Mahkamah Agung  meminta Hakim Sarpin Rizaldi menarik laporannya dari Kepolisian. Supriyadi menegaskan bahwa jika Mahkamah Agung tidak meminta Hakim Sarpin menarik laporannya, maka Mahkamah Agung akan menutup pintu masyarakat untuk mengkritik putusan-putusan Mahkamah Agung dan hal ini berlawanan dengan semangat keterbukaan yang selama ini dipromosikan oleh Mahkamah Agung.

Putusan pengadilan menurut ICJR bukanlah milik hakim, baik secara personal ataupun kelembagaan.  Saat putusan tersebut sudah diputuskan, setiap putusan Pengadilan adalah milik masyarakat. "Sehingga masyarakat berhak mengomentari, melakukan eksaminasi, ataupun menjadikan putusan tersebut sebagai bahan penelitian untuk setiap orang," tulisnya.

ICJR juga meminta  Bareskrim menghentikan kasus tersebut. Sebuah kritik termasuk kritik yang paling keras terhadap putusan Pengadilan/Hakim adalah suatu kewajaran dan merupakan hal yang baik karena akan mendorong putusan Pengadilan lebih akuntabel dan terbuka terhadap masyarakat.

Kasus pengaduan Hakim Sarpin itu bermula saat ia mengeluarkan Putusan Praperadilan yang dianggap kontroversial. Sarpin menilai penetapan Komjen Budi Gunawan dinilai tidak sah. Alasannya penetapan Budi yang saat itu sebagai Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri bukanlah pejabat negara sehingga bukan objek penangkapan KPK.

Putusan itu kemudian menuai kritik dari para pegiat anti korupsi. Para pegiat selanjutnya melaporkan Hakim Sarpin ke Komisi Yudisial. Pasca memutus permohonan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan yang menuai kontroversi, itu Hakim Sarpin dan kuasa hukumnya melaporkan sejumlah pihak yang telah mengeluarkan pernyataan keras terhadapnya ke kepolisian. Termasuk kepada kedua Komisioner KY tersebut.

Dimana saat bersamaan KY juga melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran kode etik dalam memutus perkara tersebut. Terakhir KY bahkan telah merekomendasikan sanksi terhadap hakim Sarpin agar dinonpalukan ke Mahkamah Agung. Namun belum Mahkamah Agung melaksanakan putusan tersebut. Laporan hakim Sarpin ditindaklanjuti polisi dengan menetapkan kedua komisioner KY tersebut sebagai tersangka. (dtc)

BACA JUGA: