JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dalam penindakan perkara korupsi tidak hanya bicara aspek pemidanaan saja. Yang penting juga mengoptimalkan pengembalian aset hasil yang dikorupsi (asset recovery). Karenanya penting calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bervisi pemulihan aset.

"Upaya pemberantasan korupsi selama ini hanya melulu berbicara pemidanaan. Padahal ada juga hal penting yang tak boleh dilupakan oleh para penegak hukum. Yakni pengembalian aset (harta) kekayaan negara yang telah dikorupsi," kata Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih di Jakarta, Selasa (16/6).

Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK ini mengungkapkan, kelemahan yang ada di KPK selama ini masih tebang pilih penggunaan pasal TPPU. Padahal jika berbicara komitmen pemberantasan korupsi adalah merampas hasil kejahatan.

"Jadi nanti, komisioner KPK harus menjalankan kesepakatan konvensi pemberantasan korupsi PBB, dalam kerangka pencegahan pemberantasan korupsi yakni turut menggunakan pasal TPPU," terangnya.

Selama ini ini para penegak hukum kerap alpa dalam menggunakan pendekatan TPPU. Apalagi, upaya pengembalian aset yang ditempatkan di luar negeri, aparat penegak hukum sering kesulitan untuk membawanya ke Indonesia. Hal ini dikarenakan beberapa kendala, tetapi yang paling krusial justru di penegak hukumnya sendiri.

Ia menyarankan agar penyidikan dan penuntut umum di KPK nantinya mengedepankan upaya penyitaan di tahap penyidikan dan penuntutan. "Bila aset sudah disita sejak awal, maka begitu vonis hakim menyatakan terdakwa bersalah, maka tidak perlu lagi mencari-cari aset terdakwa," tuturnya.

Sementara Steering Committee Member of Interpol Global Focal Point on Asset Recovery, Chuck Suryosumpeno menyatakan, penegakan hukum di Indonesia yang masih bersifat transaksional dan masih memiliki titik gelap dalam penanganan aset terkait atau hasil kejahatan. "Kondisi inilah yang membuka kemungkinan penyalahgunaan aset tersebut oleh penegak hukum yang menanganinya sehingga berpotensi terjadi kejahatan ganda," kata Chuck di Jakarta.

Mantan Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung ini menuturkan sudah saatnya, negara menyelenggarakan pelayanan penegakkan hukum yang optimal. Dimana, lanjutnya, aparat penegak hukum tidak hanya mampu menangkap dan menghukum pelaku kejahatan, tetapi juga mampu mengembalikan aset maupun harta seutuhnya kepada korban kejahatan, pada perkara korupsi maka korbannya adalah negara.

"Penegakkan hukum model ini yang diyakini akan membuat para pelaku kejahatan terkait aset atau harta menjadi jera. Inilah penegakkan hukum di era rezim pemulihan aset," imbuhnya.

Rezim pemulihan aset, kata Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku ini, menuntut para penegak hukum melaksanakan prinsip good governance di bidang pemulihan aset. Penegakan hukum di era rezim pemulihan aset memiliki nilai lebih daripada era pemenjaraan.

Nilai lebih tersebut antara lain pertama, kerugian negara akibat tindak kejahatan dipastikan bisa dikembalikan secara riil. Kemudian disetorkan negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kedua, negara sebagai kedaulatan hukum juga bisa menerima keuntungan lain sebagai transnasional, berupa asset sharing pemulihan aset dari negara lain.

Ketiga, para pelaku kejahatan akan jera mendapati tindak pidana yang telah dilakukannya ternyata tidak mendatangkan keuntungan sama sekali. Keempat, para penegak hukum juga akan menerima keuntungan berupa terciptanya transparansi dan akuntabilitas yang berujung pada peningkatan kredibilitas mereka.

Sudah saatnya para penegak hukum memiliki pola pikir In Rem dalam penegakan hukum kejahatan yang berorientasi pada harta atau aset, sehingga pidana finansial atau denda dapat berorientasi pada value of money. "Jika menggunakan prinsip in personam seperti yang diterapkan oleh KUHAP, maka aset yang dapat disita adalah yang terkait serta dihasilkan oleh tindak pidana pelaku saja, prinsip value of money tidak dapat diterapkan," imbuhnya.

Dirinya pun mencontohkan ketika kejahatan narkotika diterapkan sistem pemulihan aset ini, langkah ini akan lebih memberi efek jera pada para pelaku kejahatan ketimbang hukuman mati. "Contoh luar biasa datang dari Amerika Serikat dan Eropa. Mereka berhasil melakukan pemulihan aset dari kejahatan narkotika yang nilainya sangat besar. Aset narkotika itu melibatkan para bandar sampai kartel dan besarannya sangat luar biasa. Hampir 50-65 persen aset kejahatan dunia itu berasal dari kejahatan narkotika," terangnya.

Terpisah, pakar hukum pidana Jamin Ginting menegaskan paska penanganan kasus Komjen Pol Budi Gunawan, implementasi TPPU di KPK menurun. Disamping itu, mekanisme penyitaannya juga masih sederhana.  "Penyitaan aset koruptor di KPK selama ini tersandung masalah teknis. Ditambah lagi pimpinan ataupun anggota KPK yang ahli di bidang tersebut sangat minim," kata Jamin.

Ia menambahkan, prosedur penyitaan juga kurang maksimal. Agar KPK tidak asal sita dan barang sitaan berkurang nilai ekonomisnya. Maka pimpinan KPK kedepan harus mengoptimalkan ataupun memperbaiki prosedur penyitaan," tandasnya.

Perlu diketahui hari ini diagendakan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK akan bertemu dengan pimpinan Kejaksaan Agung pada pukul 15.00 WIB. Informasi dari Pusat Penerangan Kejaksaan Agung, pertemuan dimaksudkan untuk meminta masukan terkait seleksi pimpinan KPK untuk periode mendatang.

BACA JUGA: