JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kesal dengan polah debt collector yang mengejar-ngejar seolah Anda maling ayam. Ajukan saja gugatan ke pengadilan  untuk meminta ganti rugi atas teror yang diterima Anda. Kasus dibawah ini dapat menjadi gambaran debt collector tak boleh seenaknya meneror nasabah.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memerintahkan Standard Chartered untuk membayar Rp 1 miliar karena debt collector (DC) meneror nasabah dari Bekasi, Victoria Silvia Beltiny. Hal ini untuk melaksanakan amar perintah kasasi Mahkamah Agung (MA).

"Siang ini kami diminta hadir ke PN Jaksel untuk mendengarkan anmaning (peringatan) pertama pukul 11.00 WIB ," kata kuasa hukum Victoria, Ahmad Baihaki saat dihubungi wartawan, Rabu (3/6).

Kasus bermula saat warga Bekasi itu mendapat ringkasan kredit tanpa agunan (KTA) pada 1 Maret 2004 untuk pinjaman Rp 19 juta dengan angsuran Rp 870 ribu per bulan selama 36 kali pembayaran. Karena angsurannya lancar, Victoria lalu mendapat tawaran kenaikan kredit lagi sebesar Rp 20 juta pada Juli 2005 dan 2008.

Setelah bertahun-tahun lancar membayar utangnya, Victoria mengalami kesulitan keuangan pada Mei 2009. Nah, dari sinilah teror mulai dilancarkan pihak Standard Chartered yang menggandeng perusahaan debt collector. Mereka melakukan intimidasi, pengancaman, teror dan sebagainya.

Tidak tahan dengan intimidasi dan teror tersebut, Victoria lalu mengajukan gugatan ke PN Jaksel. Gayung bersambut. Pada 15 Juli 2010 PN Jaksel menjatuhkan hukuman kepada Standard Chartered untuk memberikan ganti rugi Rp 10 juta kepada Victoria. Tak puas, Victoria banding. Siapa nyana, pada 3 Januari 2012 Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menaikkan hukuman ganti rugi menjadi Rp 500 juta.

Atas hukuman itu Standard Chartered tidak terima dan mengajukan kasasi. Tapi bukannya dikabulkan permohonannya, MA malah menaikkan hukuman kepada bank asing itu menjadi dua kali lipat dari putusan sebelumnya menjadi Rp 1 miliar.

"Ini kan soal penegakan hukum. Kami harap pihak Standard Chartered melaksanakan putusan ini dengan sukarela. Kalau kalah mau bagaimana lagi," kata Ahmad.

Sementara itu, kuasa hukum Standard Chartered belum mengetahui agenda pemanggilan tersebut. "Nanti saya cek dulu," kata kuasa hukum Standard Chartered, Panji Prasetyo saat dihubungi terpisah.

Ulah debt collector memang semakin meresahkan. Di Makassar tiga orang berinisial SY (30), FT (31) dan AL (30), yang diduga berprofesi sebagai debt collector, nekat menghabisi nyawa nasabah kredit sepeda motor, Masyhur (51). Korban tewas di RS Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Peristiwa ini terjadi di Kampung Batu Tambung, Kelurahan Pai, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, Minggu (31/5) sekitar pukul 15.00 WITa. Korban tewas akibat luka tusuk senjata tajam di dada kirinya.

Putra korban bernama Yusuf (22) juga mengalami luka tikaman di perutnya dan masih menjalani perawatan intensif tim medis RS Wahidin. Menurut Kapolsek Biringkanaya Kompol Aziz Yunus, para pelaku yang diutus salah satu perusahaan pembiayaan sepeda motor di Makassar, datang menagih korban atas tunggakan kredit sepeda motor.

Namun saat pelaku dan korban bertemu di rumah korban, keduanya terlibat cekcok dan pelaku mengeluarkan badik lalu menikam kedua korbannya. Usai menikam korbannya, para pelaku kemudian berniat melarikan diri dengan menggunakan mobil Isuzu Panther warna hitam dengan nomor polisi DD 8663 IZ.

Sampai akhirnya warga dan tetangga korban yang mengejar dapat menghentikan mobil pelaku di dekat kantor wilayah Kementerian Kehutanan. Para pelaku babak belur dihajar massa sebelum diamankan petugas yang segera datang ke lokasi.

Aziz menambahkan, ketiga pelaku kini diamankan di Mapolsek Biringkanaya dengan barang bukti sebilah badik dan mobil Isuzu Panther yang digunakan pelaku. Pelaku dijerat Pasal 340 KUHP dengan sangkaan kasus pembunuhan berencana yang dapat menghilangkan nyawa seseorang. (dtc)


BACA JUGA: