JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana PT Semen Indonesia membangun pabrik di kawasan pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, terus menuai penolakan. Aksi penolakan dilakukan masyarakat Rembang mulai dari unjuk rasa hingga pengajuan gugatan ke Pengadilan  Tinggi Tata Usaha Negara, agar  membatalkan proyek tersebu.

Anggota Divisi Ekonomi dan Sosial Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Ananto Setiawan mengatakan tindakan PT Semen Indonesia tersebut telah meminggirkan hak masyarakat Rembang. "Hak hidup masyarakat Rembang semakin terpinggirkan manakala pembangunan pabrik berlanjut," kata Ananto kepada Gresnews.com, Jumat (1/5).

Ananto menjelaskan, warga menolak pembangunan karena pabrik semen berpotensi merusak ekosistem sumber mata air dan aliran sungai bawah tanah. Lokasi pabrik tersebut ditengarai berada di wilayah cekungan air tanah (CAT) Watuputih.

"Kawasan tersebut merupakan area yang memiliki fungsi penyimpan cadangan air," kata Ananto.

Ananto menambahkan, data tersebut merupakan hasil penelitian Dinas Pertambangan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah pada Maret 1998 dan tim riset Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Ananto menjelaskan, area lokasi pembangunan pabrik semen tersebut cukup berisiko. Dimana, lahan pabrik akan merugikan sejumlah daerah diantaranya Pati, Grobokan dan Sukolilo. Sebab, sebelumnya, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng-Rembang (JMPPK Rembang) mendapatkan informasi, perusahaan telah mengadakan acara peletakan batu pertama pendirian pabrik Semen Indonesia pada tanggal 16 Juni 2014. Kesempatan tersebut merupakan momentum awal munculnya berbagai penolakan dari warga setempat.

Bahkan kelompok penolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang bersama Walhi sempat mengajukan gugatan ke PTUN Semarang. Namun belakangan gugatan tersebut ditolak pengadilan. Kini mereka berupaya melakukan banding atas putusan menolak gugatan izin lingkungan Nomor 660.1/17 Tahun 2012 untuk kegiatan pertambangan PT Semen Indonesia.

Proses banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya ini dilakukan sebagai sikap belum menerima putusan PTUN di Semarang. Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan menilai, sengketa akan terus berlanjut manakala tidak ada jaminan dari perusahaan melindungi pegunungan kars cekungan watu putih di Rembang.

Abetnego khawatir kegiatan pabrik dan industri tersebut nantinya merusak pegunungan Kendeng dan sumber daya alam di wilayah Rembang.
Abetnego juga menilai, putusan PTUN Semarang cukup merugikan dan tidak bisa diterima. Dimana, Abetnego merasa keputusan penolakan tersebut dilakukan secara sepihak tanpa mengkaji dampak lingkungan.

“Langkah ini kami terus ditempuh karena hakim PTUN Semarang belum memeriksa secara utuh pokok gugatan perkara terkait kerusakan lingkungan”, kata Abetnego.

BACA JUGA: