JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menjelang berakhirnya kontrak lapangan migas Blok Mahakam pada tahun 2017 mendatang, belum ada tanda-tanda pemerintah akan mengambil alih pengelolaan secara penuh. Seharusnya pemerintah bisa memerintahkan Pertamina masuk dalam sistem operasi Blok Mahakam. Hal ini berguna agar saat peralihan, aktivitas Blok Mahakam tidak berhenti total dan merugikan keuangan negara.

Presiden Jokowi diminta bersikap tegas atas permasalahan ini. Pemerintah harus mulai merancang strategi pengambilalihan pengelolaan secara penuh. "Jika Jokowi darahnya masih merah putih maka pasti ambil alih 100 persen Blok Mahakam," ujar Direktur Eksekutif Pemantau Tatakelola Migas, Tambang, dan Energi Nasional, Ferdinand Hutahaean di DPR, Senayan, kemarin.

Ia mengaku kecewa, menjelang dua tahun berakhirnya masa kontrak Blok Mahakam, belum ada sikap tegas dari pemerintah untuk pengambilalihan. Padahal, sejak tahun 2015 pemerintah harus mengerahkan Pertamina untuk masuk dalam sistem operasi Blok Mahakam. Agar masa peralihan negara tak dirugikaan akibat aktivitas yang berhenti total.

"Kalau kita tidak masuk ke sana dari sekarang, kita buta peta di dalam, dan akhirnya ini terjadi shutdown," katanya.

Saat produksi Blok Mahakam itu berhenti, negara akan mengalami kerugian lantaran membutuhkan biaya besar saat menghidupkannya kembali. Pengambilalihan penuh ini harus didukung gerakan yang sangat besar untuk menekan Pemerintah agar mengikuti keinginan bangsa, negara, dan kepentingan rakyat.

"Intinya, pemerintah harus berani dan punya niat ingin berdaulat dan mandiri," katanya.

Presiden Jokowi harus benar-benar kembali kepada Trisakti Bung Karno dan Nawacita yang dibuatnya. Jika kedua ideologi tersebut dikesampingkan, maka kedaulatan migas Indonesia diprediksi tak akan bertahan hingga dua tahun mendatang.

Namun ia mengaku pesimis dengan wacana pengambilalihan Blok Mahakam. Pasalnya, ia melihat pola pikir Menteri ESDM Sudirman Said yang berulang kali ingin membatalkan UU Minerba, lantaran mengakomodir kepentingan asing. Pihak-pihak inilah yang menurutnya akan senang dan memperoleh keuntungam saat Blok Mahakam tidak diambil alih sepenuhnya.

"Saya ragu Pemerintah punya keberanian ambil alih sepenuhnya," katanya.

Pengamat energi dan pertambangan, sekaligus koordinator Petisi "Blok Mahakam untuk Rakyat", Marwan Batubara juga merasa aneh dengan sikap pemerintah yang belum juga secara resmi menetapkan status pengelolaan Blok Mahakam. Padahal pemerintah pernah menjanjikan membuat keputusan Februari 2015, segera setelah Pertamina menyampaikan proposal pengelolaan.

"Pemerintah juga menyatakan akan menyerahkan 100 persen Blok Mahakam kepada Pertamina," kata Marwan, kemarin.

Namun, janji pemerintah tersebut hingga saat ini belum juga terealisasi. Ia khawatir janji itu hanya sandiwara karena ada oknum di pemerintahan yang ingin Blok Mahakam tetap dikelola perusahaan migas asing. Oknum-oknum tersebut diduga berasal dari partai, penguasa dan pengusaha yang berperilaku sebagai begal dalam proses pengambilan keputusan atas kontrak pengelolaan Blok Mahakam.

Petisi "Blok Mahakam untuk Rakyat” menuntut pemerintah segera menerbitkan surat keputusan penyerahan 100 persen saham Blok Mahakam kepada Pertamina. Tanpa kewajiban mengikutsertakan Total asal Prancis dan Inpex dari Jepang.

"Meminta kepada Total, Inpex dan para antek pendukungnya, termasuk para oknum begal di seputar istana, menghentikan segenap upaya memengaruhi pemerintah dalam memutuskan penyerahan 100 persen Blok Mahakam kepada Pertamina," katanya.

BACA JUGA: