JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) segera merevisi Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014 Tahun 2014 tentang Transhipment. Transhipment ini adalah  larangan melakukan bongkar muat dari satu kapal ke kapal lainnya di tengah laut.

Namun KKP tidak mencabut permen transhipment namun hanya menambahkan sejumlah poin khusus seperti jenis tangkapan dan syarat teknis sesuai standar transhipment. Standarnya menggunakan Regional Fisheries Management Organization (RFMO).

"Dalam waktu dekat Bu Menteri akan memasukan poin-poin khusus dalam aturan transhipment. Transhipment akan diperbolehkan namun dengan syarat-syarat ketat yang mesti dipatuhi. Transhipment dalam peraturan yang baru akan bersifat exception (pengecualian) untuk suatu kejadian-kejadian khusus," kata Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja di Gedung Mina Bahari I KKP.

Sjarief menambahkan, syarat-syarat khusus yang mesti dipenuhi antara lain, kapal-kapal perikanan yang beroperasi wajib terdaftar dan punya Surat Layak Operasi (SLO), harus ada observer, letak koordinatnya jelas serta diaktifkan Vessel Monitoring System (VMS).

"Secara internasional, prinsip tersebut seyogyanya telah diadopsi dalam RFMO. Namun dalam tatanan prakteknya akan disesuaikan dengan kondisi lokal perairan kita," kata Sjarief.

Sjarief mengakui, pada awal penerapan transhipment, KKP masih menggunakan sistem pukul rata dimana semua sektor perikanan dituntut untuk mematuhi peraturan tersebut.

Kendati demikian, Sekjend KKP itu tetap meminta agar adanya pemahaman dari para pelaku perikanan mengingat kebijakan transhipment baru pertama kali diterapkan dan sebelumnya belum pernah dibentuk dalam Undang-Undang Perikanan.

Sebelumnya kebijakan Menteri Susi tersebut dikritik banyak kalangan terutama para pelaku usaha dan bisnis perikanan. Mereka serentak menolak permen transhipment karena tidak berdampak positif bagi keberlanjutan distribusi hasil tangkap.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN) Eddy Yuwono mengatakan pihaknya akan terus mendesak pemerintah selama Permen KP Nomor 57 Tahun 2014 tentang larangan transhipment belum direvisi. Menurut Eddy, transhipment seharusnya direvisi karena pola penerapannya yang bersifat general.

Hal yang sama juga didesak oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja mengatakan sejak diterbitkannya Permen Nomor 57 tahun 2014 tentang Transhipment para pembudidaya ikan dalam negeri tidak bisa lagi melakukan ekspor. Jika peraturan itu tidak dicabut maka ikan kerapu tidak dapat dipasarkan sehingga lebih dari 100.000 produsen lokal terancam bangkrut.

BACA JUGA: