JAKARTA, GRESNEWS.COM - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai penerapan kenaikan tarif tol yang dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk sangat tidak adil bagi konsumen pengguna jalan tol. Kenaikan itu dinilai hanya untuk kepentingan investor dan operator, karena tidak dibarengi peningkatan fasilitas.

Menurut pengurus YLKI Husna Zahir bahwa dalam penerapan kenaikan tarif jalan tol tersebut seharusnya pemerintah dan operator jalan tol tidak hanya merujuk kepada peraturan yang berlaku sehingga berujung untuk kepentingan operator dan investor. Husna menilai selama ini pemerintah dan operator tidak pernah melakukan kajian atau survei kepada konsumen pengguna jalan tol. "Itu tidak adil, kenaikan tarif itu untuk kepentingan dari operator," kata Husna kepada Gresnews.com, Jakarta, Jumat (29/11).

Husna mengatakan selama dua tahun terakhir para operator tidak pernah menunjukkan peningkatan fasilitas jalan tol, seharusnya ketika sudah ada kenaikan tarif, operator harus ada peningkatan atau minimal ada yang ditunjukkan dan dirasakan kepada para pengguna jalan.

Husna mengatakan idealnya pemerintah dan operator melakukan survei dan kajian tentang tanggapan konsumen sehingga pemerintah dan operator dapat merasakan apa yang dirasakan oleh para konsumen. "Sampai sekarang itu tidak pernah diukur tanggapan konsumen, harusnya sebanding antara hak dan kewajiban konsumen," kata Husna.

Sementara itu Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Danang Parikesit mengatakan seharusnya pemerintah menunjuk lembaga independen untuk menilai standard pelayanan minimum (SPM) karena selama ini tim untuk penilaian dari unsur pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Pekerjaan Umum kurang dipercaya. Masyarakat menilai Kementerian Pekerjaan Umum dan PT Jasamarga adalah sesama dari unsur pemrintah, sehingga kemungkinan terjadi kongkalikong besar.   

Menurut Danang, dengan penunjukan lembaga independen dapat dikerjakan secara profesional,  sehingga masyarakat bisa memaklumi alasan pemerintah dan operator jalan tol untuk menaikkan tarif tol. "Jadi penilaian SPM jangan dilakukan dari Kementerian Pekerjaan Umum, kan bisa ditunjuk dari Perguruan Tinggi," kata Danang kepada Gresnews.com, Jakarta, Jumat (29/11).

Danang menilai sangat sulit jika ukuran SPM dilihat dari kemacetan jalan tol karena kemacetan tersebut bukan karena kesalahan dari operator jalan tol tetapi kepada trafic lalu lintas. Seharusnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga melakukan pengembangan di jalan non tol. (Heronimus Ronito/GN-02)

BACA JUGA: