Bekasi - Pemerintah tengah mengkaji rencana kenaikan harga rumah susun sederhana milik (rusunami) bersubsidi. Pasalnya, harga rusunami bersubsidi yang berlaku saat ini, yakni Rp144 juta, sudah diberlakukan sejak empat tahun silam.

"Dengan asumsi inflasi rata-rata sebesar lima persen per tahun, maka selama empat tahun terakhir saja sudah terjadi inflasi sebesar 20 persen. Berdasarkan asumsi inflasi selama empat tahun terakhir itu saja, idealnya kenaikan harga rusunami sebesar 20 persen," ucap Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), Djan Faridz, di sela-sela Ground Breaking Tower C Grand Centerpoint Apartment, di Bekasi, Jumat (11/11).

Selain inflasi, imbuh Djan Faridz, kenaikan harga rusunami bersubsidi juga mesti mempertimbangkan aspek fluktuasi harga bahan bangunan yang besarannya bisa melampaui inflasi. "Inflasi yang cukup tinggi ini, terkadang tidak seiring dengan kenaikan harga material bangunan seperti semen dan besi baja," kata Djan Faridz.

Menurut Djan Faridz, wacana kenaikan harga hunian jangkung murah sangat dibutuhkan terutama untuk proyek yang berlokasi di Jakarta. "Harga tanah di Jakarta sudah sangat mahal. Untuk di DKI Jakarta, apabila kenaikan harga tidak mencukupi, kita juga memiliki alternatif lainnya misalnya dengan pemberian subsidi PSU (prasarana, sarana, dan utilitas)," ujar mantan senator asal Provinsi DKI Jakarta tersebut.

Dia menyebutkan, pihaknya masih mengkaji besaran kenaikan harga rusunami yang paling rasional, utamanya disesuaikan dengan tingkat daya beli masyarakat. "Pemerintah akan mengkaji besarnya penghasilan calon pembeli rusunami," tukas Djan Faridz.

Selama ini harga Rusunami yang bisa disubsidi pemerintah adalah dengan harga maksimal Rp 144 juta per unit, harga Rusunami di bawah Rp 144 juta akan dibebaskan dari PPN. "Pemerintah juga akan mempertimbangkan kemungkinan pemberian insentif fiskal seperti membebaskan biaya perizinan. Kebijakan ini mungkin saja berpotensi menekan pemasukan bagi pemerintah daerah," kata Djan Faridz.

BACA JUGA: