Jakarta - Perusahaan pelayaran, PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL), kembali digugat pailit. Setelah sebelumnya lolos dari kepailitan yang diajukan Korea Securities Finance Corporation, kini APOL digugat pailit oleh PT Asuransi Central Asia (ACA).

Dalam sidang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mulai digelar hari ini, ACA mengungkapkan bahwa APOL tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran utang senilai total US$2,9 juta.

"APOL tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban sebagaimana kami jelaskan dalam permohonan pailit," kata kuasa hukum ACA, Hendro Suryanto, di PN Jakpus, Rabu (3/8).

Dalam sidang perdana yang digelar hari ini, termohon pailit, APOL, tidak menggunakan kesempatan mengajukan mekanisme penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebagaimana disediakan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Ennid Hasanuddin, APOL sepakat bila perkara ini berlanjut ke dalam tahap pemeriksaan perkara, yakni menjawab gugatan ACA pada Senin (8/8) mendatang.

Dalam permohonanya, ACA menyertakan sejumlah kreditur lain, seperti PT. Bank Internasional Indonesia (BII),  PT. Bank Central Asia, Tbk, dan PT. Bank Mizuho Indonesia.  Hendro menilai, APOL mengambil resiko untuk mengikuti proses perkara kepailitan ini hingga selesai. "Mereka tentunya punya alasan kita tunggu saja jawaban mereka," ujar Hendro.

Menurutnya, dengan tidak dugunakannya mekanisme PKPU, maka kemungkinan ACA berdamai dengan APOL sangatlah kecil.

“Kalau mereka punya itikad damai seharusnya mengajukan PKPU. Tapi karena tidak ada PKPU untuk apa lagi diupayakan perdamaian. Biar mejelis hakim saja yang memutus,” ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum APOL Ivan wibowo mengatakan akan menyampaikan semua bantahan atas permohonan pailit yang diajukan ACA terhadap kliennya dalam persidangan pekan depan. Namun, pihaknya tetap membuka peluang perdamaian.

“Tunggu saja dalam jawaban nanti. Pada prinsipnya kita terbuka dengan perdamaian. Tapi kami tetap optimis dalam menghadapi persdiangan nanti,” jelas Ivan.

Hak tagih senilai US$2,9 juta timbul atas diterbitkannnya jaminan pelaksaan (performance bond) dalam kontrak kerja antara APOL dengan Kangean Energy Indonesia, Ltd. pada 24 April 2009.
ACA merupakan Surety Company atau perusahan penjamin (surety) yang menjamin pelaksanaan proyek yang dikerjakan oleh APOL.

Sebagai Surety Company, maka ACA memiliki kewajiban apabila kemudian hari terdapat tuntutan  ganti kerugian dari Pemberi Kerja (Obligee) atas tidak terselesaikannya proyek pekerjaan.

Dalam perjalananya, APOL tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap Kangean untuk menyerahkan kapal tanker tempat penyimpanan minyak (Floating Storage and Offloading/FSO) yang seharusnya dilakukan pada  17 Mei 2009.

Singkat cerita, Kangean Energy Indonesia, Ltd melalui suratnya tertanggal 18 Pebruari 2010, melakukan pemutusan kontrak kerja dengan terhitung sejak tanggal 20 Februari 2010. Dengan pemutusan kontrak tersebut, Kangean Energy Indonesia, Ltd mengajukan perintah kepada ACA  untuk mencairkan dan membayar dana jaminan pelaksanaan sebesar US$2,9 juta.

Lantas, pada 4 Juni 2010, melakukan pencairan itu. Dengan demikian, ACA mengklaim berhak menagih pencairan yang dibayarkan itu kepada APOL. Kendati demikian, hingga perkara in diajukan, ACA belum juga melunasi utangnya.

BACA JUGA: