JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud dari Arab Saudi dinilai akan memberikan "berkah" ekonomi kepada Indonesia. Berkah itu berupa akses terhadap dana tak terbatas dari Timur Tengah yang bisa digunakan untuk mendanai pembangunan infrastruktur di Indonesia. Hal itu ditegaskan oleh Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia

Bahlil menilai, kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi sangat strategis untuk pembangunan infrastruktur di Tanah Air. Menurut Hipmi, Arab Saudi dapat dijadikan pintu masuk mengakses dana-dana tak terbatas (unlimited fund) di Timur Tengah. "Dalam konteks Indonesia yang sedang membangun infrastruktur, Arab Saudi dapat menjadi pintu masuk untuk mengakses unlimited fund di Timur Tengah," ujar Bahlil dalam keterangan tertulis yang diterima gresnews.com, Senin (27/2).

Bahlil mengatakan, pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk membangun infrastruktur. Selain Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), pemerintah telah mengeksplorasi pembiayaan non APBN atau PINA. Melalui skema PINA ini, pemerintah dapat juga mengoptimalkan sumber pembiayaan dari Timur Tengah melalui Arab Saudi.

Dia mengatakan, selain China, Jepang, sumber pembiayaan Timur Tengah dapat menjadi alternatif utama. Sebab potensi dana dari Timur Tengah sangat besar. Hipmi mengatakan, selama ini dana-dana investasi dari Timur Tengah masih sangat mahal. Sebab dana tersebut terlebih dahulu "tersangkut" di Malaysia dan Singapura.

"Sebab dua negara ini lebih gesit dari kita. Dia bilang investasi dia. Padahal dananya dari Timur Tengah. Makanya kita tidak boleh kalah gesit dari Malaysia dan Singapura. Kita optimalkan kedatangan Raja Saudi Arabia," tegas Bahlil.

Bahlil mengatakan, salah satu penyebab Timur Tengah belum melirik Indonesia sebab trust dan rasa nyaman investor negara-negara Arab belum tercipta. Hal itu terlihat dari masih sedikit perbankan Timur Tengah membuka cabangnya di Indonesia. "Coba ke Malaysia, Singapura dan Thailand, ada cabang-cabang bank terbesar asal Timur Tengah di mana-mana," papar Bahlil.

Bahlil mengatakan, hal ini didorong juga oleh keberhasilan negara-negara tetangga itu mengembangkan sistem keuangan syariah. "Bahkan Singapura bisa menjadi hub lembaga keuangan Timur Tengah di kawasan Asia Tenggara. Dia mampu menerbitkan sukuk berskala internasional. Sedangkan proyeknya yang akan dibiayai ada di Indonesia. Kenapa Singapura bisa, kita tidak?" tanya Bahlil.

Hipmi menilai sudah saatnya Indonesia melakukan upaya bypass agar dana-dana Timur Tengah langsung mengendap di Indonesia dan membiayai berbagai proyek infrastruktur, pertanian, dan pariwisata. Kunci dalam membangun hubungan dengan negara-negara kaya di Arab adalah membangun rasa nyaman.

"Terlebih Indonesia-Arab Saudi terdapat kesamaan hubungan emosional keagamaan. Hubungan historis yang sangat baik dengan pemerintah dan rakyatnya. Jadi ada pendekatan pribadi atau kultural, kemudian baru disusul pendekatan komersil atau industrialis. Ini bedanya dengan bangsa-bangsa barat," ujar Bahlil.

Sebab itu, Bahlil mengharapkan pemerintah mampu membangun hubungan kultural lebih erat dengan Arab Saudi.

Indonesia memang bisa berharap akan bernasib baik seperti Malaysia. Di negeri jiran itu, kunjungan Raja Salman selama empat hari sejak Minggu (26/2) lalu, menghasilkan kesepakatan investasi senilai US$7 miliar atau sekitar Rp93 triliun. Investasi ini dilakukan oleh BUMN perminyakan Arab Saudi, Saudi Aramco. Adapun investasi yang dikucurkan berupa proyek pembangunan kilang minyak yang dilakukan oleh Petronas.

Saudi Aramco bakal menanamkan investasi US$7 miliar ke proyek kilang minyak Petronas yang nilainya US$27 miliar. "Ini investasi yang sangat besar dan sangat signifikan," kata Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, seperti dilansir dari AFP, Senin (27/2).

Kilang tersebut bakal membuat Singapura dan Johor Selatan sebagai pusat kilang minyak dan petrokimia di Asia Tenggara. Proyek ini disebut menciptakan ribuan lapangan kerja di Malaysia.

INDUSTRI PETROKIMIA - Terkait kunjungan Raja Salman, pemerintah juga menawarkan investasi di bidang perminyakan. Salah satunya adalah pembangunan kilang minyak di Cilacap, Jawa Tengah. Pembangunan kilang Cilacap kabarnya akan menjadi salah satu masalah yang dibahas dengan Raja Salman.

Pelaku industri petrokimia, Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas) Budi Susanto menyambut baik rencana tersebut. Menurutnya jika kilang minyak di Cilacap terbangun nanti, pasokan bahan baku untuk industri petrokimia semakin mudah.

Ia menyebut saat ini industri masih mengimpor minyak karena kapasitas kilang pemerintah saat ini lebih cenderung memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan. Dengan terbangunnya kilang minyak tersebut, paling tidak akan membantu industri mendapatkan suplai bahan baku lebih dekat. "Industri petrokimia bakal dapat suplai lebih dekat," ujar Budi, Senin (22/2).

Budi mengatakan, pengembangan industri petrokimia di Indonesia tertinggal daripada negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia karena masih mengimpor bahan baku minyak. Padahal, jika industri petrokimia dikembangkan ada banyak pasar karena permintaan terhadap plastik akan meningkat.

Jika telah tersedia bahan baku untuk industri di dalam negeri, ia menyebut akan ada beberapa pengembangan industri petrokimia lagi di Indonesia. Apalagi jika harga energinya lebih murah daripada impor, maka minat pengusaha untuk ekspansi atau investasi akan muncul.

Dengan tersedianya bahan baku di dalam negeri, menurutnya, Indonesia bisa menghemat devisa karena tidak perlu lagi mengimpor. Selain itu dampaknya rupiah akan lebih kuat karena tidak perlu impor. Ia mencontohkan dari misalnya 70% impor bahan baku sebelum ada kilang minyak di Cilacap, maka tinggal 40$ saja impornya karena sebagian telah dipenuhi dari dalam negeri.

"Jadi kita ada hemat devisa, kemandirian bahan baku, rupiah jadi lebih kuat, dari yang 70% itu impor itu kalau dibuat di sini mugkin tinggal 40% yang impor devisa kita akan lebih kuat," ungkapnya.

Ia mengatakan, sebenarnya rencana investasi dari perusahaan minyak Saudi untuk mengembangkan kilang di Indonesia sudah lama. Namun, dia berharap dapat segera terlaksana, serta penjualan minyaknya dibagi dua ada sebagian untuk konsumsi BBM, dan untuk industri sekitar 30%-nya.

Hal itu karena supaya industri bisa mendapatkan bahan baku dengan mudah. Selain itu, dari sisi permintaan minyak menurutnya pasti akan selalu meningkat karena pasar plastik sangat besar dan permintaannya masih tinggi.

"Jangan melulu untuk BBM karena secara hitung-hitungannya ekonomis, kalau satu kilang minyak 30% untuk petrokimia dan sisanya BBM, akan lebih menguntungkan untuk kilang minyak," ujarnya.

Kementerian Perindustrian sendiri memang mendorong adanya investasi di bidang petrokimia hal itu karena banyaknya persediaan bahan baku bagi industri dari Arab Saudi misalnya minyak dan gas. "Kita dorong investasi di petrokimia, mereka master di bidang itu. Jadi kita tarik mengisi petrokimia kita yang hampir 60% bahan baku impor. Di sana kan penghasil banyak minyak dan gas. Kita kan banyak impor dari mereka," ujar Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono, Senin (27/2).

Ia mengatakan saat ini pemerintah sedang mendorong pengembangan industri berbasis petrokimia di Cilegon, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Diharapkan dengan datangnya rombongan dari Arab Saudi yang membawa 1.500 pengusaha dapat tertarik mengembangkan industri petrokimia terutama untuk mensuplai bahan baku di dalam negeri.

Sementara itu Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Harjanto berharap kedatangan rombongan Raja Salman ini dapat berdampak baik bagi investasi industri, terutama bahan baku industri petrokimia yang saat ini sebagian masih impor. Karena saat ini Indonesia membutuhkan sumber dana yang kuat untuk mengembangkan proses hilirisasi industri terutama di petrokimia.

"Di sana salah satunya banyak gasnya dan minyak, kita juga butuh investasi dalam industri yang cukup masif, seperti industri petrokimia itu ada suplai bahan bakunya yang kita sediakan dalam negeri tapi ada juga yang impor," ujarnya.

INDUSTRI PARIWISATA - Selain industri petrokimia, kunjungan Raja Salman juga akan membahas investasi di bidang pariwisata. Terkait hal ini, sang raja Arab Saudi dikabarkan juga melirik investasi pariwisata di Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Beberapa perwakilan dari rombongan Raja Salman direncanakan akan menyambangi Lombok, dengan agenda meninjau kawasan wisata Mandalika dan juga peluang-peluang investasi pariwisata di sana.

"Selain melihat langsung destinasi wisata Mandalika, akan ada pertemuan bisnis antara Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) dengan pihak delegasi Arab Saudi terkait pariwisata," ujar Ketua Pokja Percepatan 10 Destinasi Prioritas, Hiramsyah S Thaib, dalam keterangan persnya, Senin (27/2).

Hiram menyebut kedatangan Raja Salman ke Bali, harus jadi penyemangat buat Lombok, supaya menjadi destinasi yang levelnya sama dengan Bali, baik dari segi infrastruktur dan keamanan. Lombok baru akan memiliki hotel bintang lima plus, setelah kawasan Mandalika rampung dibangun. "Kabar dari Kementerian Luar Negeri permintaan ada penjadwalan untuk meninjau Lombok sebagai wisata halal telah disetujui pihak kedajaan Arab Saudi," ungkap Hiram.

Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Muhammad Faozal menjelaskan, pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Lombok Tengah, NTB tengah dikebut. Pemerintah telah memberikan kepastian sekaligus memberikan daya tarik bagi penanam modal melalui penetapan PP Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK dan Perpres Nomor 3 Tahun 2015 tentang Proyek Strategis Nasional.

Dalam waktu yang tidak lama, Lombok juga akan memiliki Bandara Internasional yang akan dapat didarati pesawat-pesawat besar. Pengembangan bandara juga akan dilanjutkan dengan perpanjangan landas pacu dari 2.750 meter menjadi 3.000 meter. Direncanakan, dalam waktu dekat, Bandara Internasional Lombok (BIL) akan mampu melayani penerbangan jarak jauh (long haul).

"Di tahun 2017 ini, BIL akan dilengkapi dengan dua apron baru untuk pesawat berbadan lebar (widebody) sekelas Boeing 777 atau Airbus A330. Artinya BIL akan mampu menampung 10 apron pesawat berbadan sedang (narrow body) dan 2 apron untuk berbadan lebar," papar Faozal.

Faozal menambahkan, infrastruktur penunjang keamanan dan keselamatan juga sedang digeber. Di kawasan Mandalika, akan dipasangi kamera Closed Circuit Television (CCTV) di beberapa titik yang beroperasi 24 jam. Dan untuk keselamatan, yang disediakan berstandar global bekerjasama dengan Direktorat Polisi Air Polda NTB untuk membentuk satuan Life Guard

Selain Mandalika, Raja Salman juga dikabarkan tertarik untuk berinvestasi di Sumbar dan Belitung. Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, Indonesia pernah menawarkan investasi di bidang pariwisata sebelumnya. Kemenpar menawarkan Mandalika sebagai daerah investment. "Pariwisata yang dulu pernah kita tawarkan untuk invest Mandalika di NTB, sekarang mereka tertarik untuk melihat Sumbar dan Belitung," jelas Arief. (dtc)

BACA JUGA: